Kamis, 26 Agustus 2010

Tati Kakak Iparku

Tati Kakak Iparku


Aku memang ketagihan bermain cinta dengan wanita setengah baya alias STW. Ada lagi pengalaman nyata yang kualami. Pengalamanku menaklukkan kakak iparku yang pendiam dan agak religius. Entah setan mana yang merasuki diriku karena aku menjerumuskan orang baik-baik kedalam neraka nafsu.

Kejadiannya begini, suatu hari rumahku kedatangan tamu dari Padang. Uni Tati kakak tertua istriku. Dia datang ke Jakarta karena tugas kantor ikut seminar di kantor pusat sebuah bank pemerintah. Uni adalah kepala cabang di Padang, Uni menginap dirumah kami. Dari pada menginap di hotel, mendingan juga uang hotel disimpan buat beli oleh-oleh. Selama seminggu dia tinggal dirumahku. Dari istriku kutau kalau Uni Tati berusia 40 tahun. Suaminya sudah meningal 2 tahun lalu karena kecelakaan. Orangnya cantik, putih, tinggi semampai. Lebih tepatnya kubilang anggun karena orangnya cenderung diam dan sangat religius. Selama di Jakarta, setiap ada kesempatan aku dan istriku mengajak Uni jalan-jalan, maklum ini kunjungan pertamanya ke Jakarta, biasanya ke mal karena waktunya sempit. Kami sudah berencana pas hari Sabtu akan jalan-jalan ke Taman Safari.

Tiba hari Sabtu, istriku ternyata punya tugas mendadak dari kantor yaitu harus mengawasi pameran di Mangga Dua. Gagal deh rencana jalan-jalan ke Taman Safari. Istriku mengusulkan agar aku tetap mengantar Uni jalan-jalan misalkan ke Ancol saja dan pulangnya bisa jemput istriku di Mangga Dua. Sebetulnya aku agak males kalo nggak ada istriku. Aku merasa risih harus jalan berdua Uni karena orangnya pendiam. Akupun menduga Uni pasti nggak mau. Tapi tanpa dinyata ternyata Uni menyetujui usul istriku.

Pagi-pagi banget istriku sudah berangkat naik KRL dari stasiun Pondok Ranji. Rumahku yang didaerah Bintaro cukup jauh dari Mangga Dua dan Ancol. Sementara menunggu Uni yang lagi jalan-jalan pagi aku sendirian dirumah menyeruput kopi dan merokok. Kami berencana jalan jam 10 pagi. Sehabis ngopi dan merokok, aku kembali tidur-tiduran di kamarku menunggu jam. Pikiranku melayang membayangkan kakak istriku ini. Uni Tati sangat menarik perhatianku secara sexual. Jeleknya aku, mulia keluar. Aku tertantang menaklukkan wanita baik-baik, aku tertantang menaklukkan Uni. Mumpung ada kesempatan. Dasar setan selalu mencari kesempatan menggoda.

Kuatur jebakan untuk memancing Uni. Aku buru-buru mandi membasuh badan dan keramas. Dengan berlilit handuk aku menunggu kepulangan Uni dari olahraga paginya. Sekitar 10 menit aku menunggu dibalik horden dan kulihat Uni memasuki pagar depan dengan pintu besi yang agak berderit. Sengaja pintu rumah aku tutup tapi dibiarkan tak terkunci. Aku berlalu menuju kamarku dan segera memasang jebakan untuk mengejutkan Uni. Aku masuk kamarku dan segera bertelanjang bulat. Pintu kamar kubuka lebar-lebar, jendela kamar juga kubuka biar isi kamar mendapat penerangan jelas.

Kudengar pintu depan berbunyi seperti ditutup. Akupun mulai beraksi. Dengan bertelanjang bulat aku menunggu Uni melewati kamarku dengan harapan dia melihat tubuh dan juniorku yang sedari tadi berdiri tegak membayangkan petualangan ini. Handuk kututupkan ke kepala seolah-olah sedang mengeringkan rambut yang basah sehabis keramas. Aku berpura-pura tidak melihat dan tidak menyadari kehadiran Uni. Dari bakik handuk yang kusibak sedikit, kulihat sepasang sepatu kets melintas kamarku. Aku yakin Uni pasti melihat tubuhku yang polos dengan junior yang tegak berdiri.

Nafsuku semakin menggeliat ketika kuamati dari balik handuk sepasang sepatu yang tadinya hampir melewati kamarku kini seperti terpaku berhenti didepan kamar tanpa beranjak. Aku semakin aktif menggosok-gosok rambutku dan berpura-pura tak tau kalo ada orang. Beberapa detik aku berbuat begitu dan aku merencanakan sensasi berikut. Dengan tiba-tiba kuturunkan handuk dan menengok ke arah pintu kamar. Aku pura-pura kaget menyadari ada orang.

“E..eee…maaf Uni, aku kira nggak ada orang,” kataku seraya mendekati pintu seolah-olah ingin menutup pintu. Aku tidak berusaha menutup kemaluanku yang menantang. Malah kubiarkan Uni terdiam memandangi tubuhku yang polos mendekat kearahnya.

Dengan tenagnya seolah aku berpakaian lengkap kudekati Uni dan sekali lagi memohon maaf.

“Maaf ya Uni, aku terbiasa seperti ini. Aku nggak sadar kalau ada tamu dirumha ini,” kataku sambil berdiri didepan pintu mau menutup daun pintu.

Tiba-tiba seperti tersadar Uni bergegas meninggalkanku sambil berkata “i…i…iya , tidak apa-apa…..”. Dia langsung masuk ke kamar belakang yang diperuntukkan kepadanya selama tingal dirumahku. Aku kemudian memakai celana pendek tanpa CD dan mengenakan kaos oblong lantas smengetok pintu kamar Uni. “Ada apa Andy,” ujar Uni setelah membuka pintu. Kulihat dia tidak berani menatapku. Mungkin malu. Membaca situasi seperti itu, aku tidak menyiakan kesempatan. “Uni, maafkan Andy ya…aku lupa kalau ada tamu dirumah ini,” kataku merangkai obrolan biar nyambung.

“Nggap apa-apa, cuma Uni malu hati, sungguh Uni malu melihat kamu telanjang tadi,” balasnya tanpa mau menatap aku. “Kenapa musti malu? Kan nggak sengaja, apa lagi Uni kan sudah pernah menikah jadi sudah biasa melihat yang tegak-tegak seperti itu,” kataku memancing reaksinya.

“Sejujurnya Uni tadi kaget setengah mati melihat kamu begitu. Yang Uni malu, tanpa sadar Uni terpaku didepan kamarmu. Jujur aja Uni sudah lama tidak melihat seperti itu jadi Uni seperti terpana,” katanya sambil berlari ketempat tidurnya dan mulai sesenggukan. Aku jadi ngak tega. Kudekati Uni dan kuberanikan memegang pundaknua seraya menenangkannya.

“Sudalah nggak usah malu, kan cuma kita berdua yang tau.” Melihat reaksinya yang diam saja, aku mulai berani duduk disampingnya dan merangkul pundaknya. Kuusap-usap rambutnya agak lama tanpa berkata apa-apa. Ketika kurasa sudah agak tenang kusarankan untuk mandi aja. Kutuntun tangannya dan sekonyong-konyong setan mendorongku untuk memeluk saat Uni sudah berdiri didepanku. Lama kupeluk erat, Uni diam saja. Mukanya diselusupkan didadaku. Payudaranya yang masih kencang serasa menempel didadaku. Sangat terasa debar jantungnya. Perlahan tangaku kuselusupkan ke balik kaos bagian belakang berbarengan dengan ciumanku yang mendarat dibibirnya.

“Jangan Ndy…dosa,” katanya sambil melepaskan diri dari pelukanku. Namun pelukanku tidak mau melepaskan tubuh sintal yang sedang didekapnya. Daam usaha kedua Uni sudah menyerah. Bibirnya dibiarkan kulumat walau masih tanpa perlawanan. Ucoba lagi menyelusupkan tangan dibalik kaosnya, kali ini bagian depan. Tangan kanan yang menggerayang langsung pada sasaran…putting susu sebelah kiri. Uni menggeliat.

Pilinan jariku di payudaranya membuat nafsunya naik. Aku tau dari desiran nafasnya yang mulai memburu. Aku heran juga dengan wanita ini, tetap diam tanpa perlawanan. Mungkin ini style wanita baik-baik. Bagusnya, semua apa yang kulakukan tidak ada penolakan. Seperti dicocok hidungnya Uni menurut saja dengan apa yang kulakukan terhadapnya.

Perlahan kubuka kaosnya, kubukan celana panjang trainings pack-nya, kubuka Bh nya, kubuka CD-nya , Uni diam saja. Kubopong tubuhnya ketempat tidur. Kubuka kaosku, kubuka celana pendekku……..Uni masih diam.

Lidahku mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher…perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil…turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku….turun lagi ke sekumpulan rambut dan kedua pahanya hujilat-jilat terus sampai keujung jempol kaki. Aku tidak merasa jijik karena tubuh Uni yang putih bersih sangat membangkitkan gairah.

Kukangkangkan kakinya, uni masih diam saja. Tapi kuamati matanya terpejam menikmati sentuhan tiap jengkal ditubuhnya. Baru ketika kudaratkan sapuan lidahku di bibuir vagina dan klitorisnya Uni tiba-tiba berteriak ,” Ahhhhhhhh……..”

“Kenapa Uni….Sakit?,” tanyaku. Uni hanya menggeleng. Dan aktifitas jilat menjilat vagina itu kulanjutkan. Uni menggelinjang dahsyat dan tiba-tiba dia meraung..”Andyyyyyyy… ayo Andy….jangan siksa aku dengan nikmat…ayo Andy tuntaskan….Uni udah nggak tahan,” katanya.

Aku tidak mau berlama-lama. Tanpa banyak variasi lagi langsung kunaiki kedua pahanya dan kutusukkan juniorku kelobang surganya yang sudah basah kuyup. Dengan sekali sentak semua batangku yang panjang melesak kedalam. Agak seret kurasakan, mungkin karena sudah dua tahun nganggur dari aktifitas. Kugenjot pantatku dengan irama tetap, keluar dan masuk. Uni semakin menggelinjang.

Aku pikir nggak usah lama-lama bersensasi, tuntaskan saja. Lain waktu baru lama. Melihat reaksinya pertanda mau orgasme , gerakan pantatku semakin cepat dan kencang. Uni meronta-ronta , menarik segala apa yang bisa ditariknya, bantal, sepre. Tubuhku tak luput dari tarikannya. Semua itu dilakukan dengan lebih banyak diam. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang, “Ahhhhhhhhhhhhhhhh…….,” lolongan panjangnya menandakan dia mencapai puncak. Aku mempercepat kocokanku diatas tubuhnya. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan hentakan tubuhnya dibarengi tanganya yang mendorong tubuhku. “Jangan keluarin didalam ….aku lagi subur,” suaranya tresengal-sengal ditengah gelombang kenikmatan yang belum mereda.

Kekagetanku hilang setelah tau reaksinya. “Baik Uni cantik, Andy keluarin diluar ya,” balasku sambil kembali memasukkan Junior ku yang sempat terlepas dari vaginanya karena dorongan yang cukup keras. Kembali kupompa pinggulku. Aku rasa kali ini Uni agak rileks. Tapi tetap dengan diam tanpa banyak reaksi Uni menerima enjotanku. Hanya wajahnya yang kadang-kadang meringis keenakan.

Dan sampailah saatnya, ketika punyaku terasa mulai berkedut-kedut, cepat-cepat kucabut dari vagina Uni dan kugencet batang juniorku sambil menyemprotkan sperma. Kuhitung ada lima kali juniorku meludah. Sekujur tubuh Uni yang mulus ketumpahan spermaku. Bahkan wajahnyapun belepotan cairan putih kental. Dan aku terkulai lemas penuh kenikmatan. Kulihat Uni bagkit mengambil tisu dan meneyka badan serta mukanya.

“Andy…kamu sudah memberikan apa yang belum pernah Uni rasakan,” kata wanita cantik itu sambil rebahan disampingku. Dengan persetujuan Uni, kami menelpon istriku mengabarkan kalau batal ke Ancol karena Uni nggak enak badan. Padahal kami melanjutkan skenario cinta yang menyesatkan. Kami masih tiga kali lagi melakukan persetubuhan. Dalam dua sessi berikut sangat kelihatan perkembangan yang terjadi sama Uni. Kalo permainan pertama dia banyak diam, permainan kedua mulai melawan, permainan ketiga menjadi dominan, permainan keempat menjadi buas….buas…sangat buas. Aku sempat memakai kondom biar bisa dengan leluasa menumpahkan sperma saat punyaku ada didalam vaginanya.

“Aku sadar ini dosa, tapi aku juga menikmati apa yang belum pernah aku rasakan selama bersuami. Istriku itu adalah pilihan orang tua dan selisih 20 tahun dengan Uni. Sampai Uda meninggal, Uni tidak pernah merasakan kenikmatan sexual seperti ini. Sebetulnya Uni masih kepengen nikah lagi tapi tidak pernah ketemu orang yang tepat. Mungkin posisi Uni sebagai kepala bagian membuat banyak pria menjauh.” Cerita Uni sebelum kami sama-sama tertidur pulas.

Perselingkuhan seorang istri

Tuesday, December 30th, 2008

Sebut saja namaku Riri, seorang wanita yang saat ini berusia 27 tahun dan telah bersuami. Menurut banyak teman, aku adalah seorang perempuan yang cukup cantik dengan kulit putih bersih. Walaupun demikian, postur tubuhku sebenarnya terhitung ramping dan kecil. Tinggi badanku hanya 154 cm. Tetapi meskipun bertubuh ramping, pantatku cukup bulat dan berisi. Sedangkan buah dadaku yang hanya berukuran 34 juga nampak padat dan serasi dengan bentuk tubuhku.

Aku bekerja sebagai karyawati staf accounting pada sebuah toserba yang cukup besar di kotaku. Sehingga aku mengenal banyak relasi dari para pekerja perusahaan lain yang memasok barang ke toko tempatku bekerja. Dari sinilah kisah yang akan kupaparkan ini terjadi.

Sebagai seorang istri, aku sebenarnya merupakan tipe istri yang sangat setia pada suami. Aku selalu berprinsip, tidak ada lelaki lain yang menyentuh hati dan tubuhku, kecuali suamiku yang sangat kucintai. Dan sebelum kisah ini terjadi, aku memang selalu dapat menjaga kesetiaanku. Jangankan disentuh, tertarik dengan lelaki lain pun merupakan pantangan bagiku.

Tetapi begitulah, beberapa bulan terakhir, justru suamiku mempunyai khayalan gila. Ia seringkali mengatakan padaku, ia selalu terangsang jika membayangkan diriku bersetubuh dengan lelaki lain. Entahlah, mungkin ia terpengaruh dengan cerita kawan-kawannya. Atau mungkin juga termakan oleh bacaan-bacaan seks yang sering dibacanya. Pada awalnya, aku jengkel setiap kali ia mengatakan hal itu padaku. Namun lama kelamaan, entah kenapa, aku juga mulai terangsang oleh khayalan-khayalannya.

Setiap ia mengatakan dirinya ingin melihat aku digumuli lelaki lain, tiba-tiba dadaku berdebardebar. Tanda kalau aku juga mulai terangsang dengan fantasinya itu. Bersamaan dengan itu di toko tempatku bekerja, aku semakin akrab dengan seorang karyawan perusahaan distribusi yang biasa datang memasok barang. Sebutlah namanya Mas Roni. Ia seorang lelaki berbadan tinggi besar dan cukup atletis, tingginya lebih dari 180 cm. Sedang usia sekitar 35 tahun. Sungguh aku tidak pernah mempunyai pikiran atau perasaan tertarik padanya.

Pada awalnya hubunganku, biasa-biasa saja. Keakrabanku sebatas hubungan kerja. Namun begitulah, Mas Roni yang berstatus duda itu selalu bersikap baik padaku. Kuakui pula, ia merupakan pria yang simpatik. Ia sangat pandai mengambil hati orang lain. Begitu perhatiannya pada diriku, Mas Roni seringkali memberikan hadiah padaku. Misalnya pada saat lebaran dan tahun baru, Mas Roni memberiku bonus yang cukup besar. Padahal karyawan lain di tokoku tidak satupun yang mendapatkannya. Bahkan saat datang ke tokoku, ia kadang bersedia membantu pekerjaanku. Mas Roni dapat saja melakukan itu sebab ia sangat akrab dengan bosku.

Hingga suatu ketika, sewaktu aku sedang menghitung keuangan bulanan perusahaan, tiba-tiba Mas Roni muncul di depan meja kerjaku.
“Aduh sibuknya, sampai nggak lihat ada orang datang,” sapa Mas Roni klise.
“Eh, sorry Mas, ini baru ngitung keuangan akhir bulan,” jawabku.
“Jangan terlalu serius, nanti nggak kelihatan cakepnya lho..!” Mas Roni masih bergurau.
“Ah, Mas Roni bisa aja,” aku menjawab pendek sambil tetap berkonsentrasi ke pekerjaanku.

Setelah itu seperti biasanya, di sela-sela pekerjaanku, aku dan Mas Roni mengobrol dan bersendau-gurau ke sana kemari. Tidak terasa sudah satu jam aku mengobrol dengannya.
“Ri, aku mau ngasih hadiah tahun baru, Riri mau terima nggak?” tanyanya tiba-tiba.
“Siapa sih yang nggak mau dikasih hadiah. Mau dong, asal syaratnya hadiahnya yang banyak lho,” jawabku bergurau.
“Aku juga punya syarat lho Ri. Hadiah itu akan kuberikan kalau Riri mau memejamkan mata. Mau nggak?” tanyanya lagi.
“Serius nih? Oke kalau cuman itu syaratnya aku mau,” kataku sambil menejamkan mata.
“Awas jangan buka mata sampai aku memberi aba-aba..!” kata Mas Roni lagi.

Sambil terpejam, aku penasaran hadiah apa yang akan diberikannya. Tetapi, ya ampun, pada saat mataku terpejam, tiba-tiba aku merasakan ada benda yang lunak menyentuh bibirku. Tidak hanya menyentuh, benda itu juga melumat bibirku dengan halus. Aku langsung tahu, Mas Roni tengah menciumku. Maka aku langsung membuka mata. Dari sisi meja di hadapanku, Mas Roni membungkuk dan menciumi diriku. Tetapi anehnya, setelah itu aku tidak berusaha menghindar.

Untuk beberapa lama, Mas Roni masih melumat bibirku. Kalau mau jujur aku juga ikut menikmatinya. Bahkan beberapa saat secara refleks aku juga membalas melumat bibir Mas Roni. Sampai kemudian aku sadar, lalu kudorong dada Mas Roni hingga ia terjengkang ke belakang.
“Mas, seharusnya ini nggak boleh terjadi,” kataku dengan nada tergetar menahan malu dan sungkan yang menggumpal di hatiku.
Mas Roni terdiam beberapa saat.
“Maaf Ri, mungkin aku terlalu nekat. Seharusnya aku sadar kamu sudah menjadi milik orang lain.
Tetapi inilah kenyataannya, aku sangat sayang padamu Ri,” ujarnya dengan lirih sambil meninggalkanku.

Seketika itu aku merasa sangat menyesal. Aku merasa telah menghianati suamiku. Tetapi uniknya peristiwa semacam itu masih terulang hingga beberapa kali. Beberapa kali kesempatan Mas Roni berkunjung ke tokoku, ia selalu memberiku ‘hadiah’ seperti itu. Tentu, itu dilakukannya jika kawan-kawanku tidak ada yang melihat. Meskipun pada akhirnya aku menolaknya, namun anehnya, aku tidak pernah marah terhadap tindakan Mas Roni itu.

Entahlah, aku sendiri bingung. Aku tidak tahu, apakah ini dikarenakan pengaruh khayalan suamiku yang terangsang jika membayangkan aku berselingkuh. Ataukah karena aku jatuh cinta pada Mas Roni. Sekali lagi, aku tidak tahu. Bahkan dari hari ke hari, aku semakin dekat dan akrab dengan Mas Roni.

Hingga pada suatu saat, Mas Roni mengajakku jalan-jalan. Awalnya aku selalu menolaknya. Aku khawatir kalau kedekatanku dengannya menjadi penyebab perselingkuhan yang sebenarnya. Tetapi karena ia selalu mendesakku, akhirnya aku pun menerima ajakkannya. Tetapi aku mengajukan syarat, agar salah seorang kawan kerjaku juga diajaknya. Dengan mengajak kawan, aku berharap Mas Roni tidak akan berani melakukan perbuatan yang tidak-tidak.

Begitulah, pada hari Minggu, aku dan Mas Roni akhirnya jadi berangkat jalan-jalan. Agar suamiku tidak curiga, aku katakan padanya, hari itu aku ada lemburan hingga sore hari. Selain aku dan Mas Roni, ikut juga kawan kerjaku, Yani dan pacarnya. Oh ya, berempat kami mengendarai mobil inventaris perusahaan Mas Roni. Berempat kami jalan-jalan ke suatu lokawisata pegunungan yang cukup jauh dari kotaku. Kami sengaja memilih tempat yang jauh dari kotaku, agar tidak mengundang kecurigaan tetangga, keluarga dan terutama suamiku.

Setelah lebih dari satu jam kami berputar-putar di sekitar lokasi wisata, Mas Roni dan pacar Yani mengajak istirahat di sebuah losmen. Yani dan pacarnya menyewa satu kamar, dan kedua orang itu langsung hilang di balik pintu tertutup. Maklum keduanya baru dimabuk cinta. Aku dengan suamiku waktu pacaran dulu juga begitu, jadi aku maklum saja.

Mas Roni juga menyewa satu kamar di sebelahnya. Aku sebenarnya juga berniat menyewa kamar sendiri tetapi Mas Roni melarangku.
“Ngapain boros-boros, kalau sekedar istirahat satu kamar saja. Tuh, bed-nya ada dua,” ujarnya.
Akhirnya aku mengalah. Aku numpang di kamar yang disewa Mas Roni.

Kami mengobrol tertawa cekikikan membicarakan Yani dan pacarnya di kamar sebelah. Apalagi, Yani dan pacarnya seperti sengaja mendesah-desah hingga kedengaran di telinga kami. Sejujurnya aku deg-degan juga mendengar desahan Yani yang mirip dengan suara orang terengah-engah itu. Entah kenapa dadaku semakin berdegup kencang ketika aku mendengar desahan Yani dan membayangkan apa yang sedang mereka lakukan di kamar sebelah. Untuk beberapa saat, aku dan Mas Roni diam terpaku.

Tiba-tiba Mas Roni menarik tanganku hingga aku terduduk di pangkuan Mas Roni yang saat sedang duduk di tepi tempat tidur. Tanpa berkata apa-apa dia langsung mencium bibirku. Aku tidak sempat menghindar, bahkan aku juga membiarkan ketika bibir dan kumis Mas Roni menempel ke bibirku hingga beberapa saat. Dadaku semakin berdegup kencang ketika kurasakan bibir Mas Roni melumat mulutku. Lidah Mas Roni menelusup ke celah bibirku dan menggelitik hampir semua rongga mulutku. Mendapat serangan mendadak itu darahku seperti berdesir, sementara bulu tengkukku merinding.

Namun tiba-tiba timbul kesadaranku. Kudorong dada Mas Roni supaya ia melepas pelukannya pada diriku.
“Masss, jangan Mas, ini nggak pantas kita lakukan..!” kataku terbata-bata.
Mas Roni memang melepas ciumannya di bibirku, tetapi kedua tangannya yang kekar dan kuat itu masih tetap memeluk pinggang rampingku dengan erat. Aku juga masih terduduk di pangkuannya.
“Kenapa nggak pantas, toh aku sama dengan suamimu, yaitu sama-sama mencintaimu,” ujar Mas Roni yang terdengar seperti desahan.

Setelah itu Mas Roni kembali mendaratkan ciuman. Ia menjilati dan menciumi seluruh wajahku, lalu merembet ke leher dan telingaku. Aku memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasaiku. Harus kuakui, Mas Roni sangat pandai mengobarkan birahiku. Jilatan demi jilatan lidahnya di leherku benar-benar telah membuat diriku terbakar dalam kenikmatan. Bahkan dengan suamiku sekalipun aku belum pernah merasakan rangsangan sehebat ini.

Mas Roni sendiri nampaknya juga mulai terangsang. Aku dapat merasakan napasnya mulai terengah-engah. Sementara aku sendiri semakin tidak kuat untuk menahan erangan. Maka aku pun mendesis-desis untuk menahan kenikmatan yang mulai membakar kesadaranku. Setelah itu tiba-tiba tangan Mas Roni yang kekar itu membuka kancing bajuku. Tak ayal lagi, buah dadaku yang berwarna putih bersih itu terbuka di depan Mas Roni. Secara refleks aku masih berusaha berontak.

“Cukup, Mas jangan sampai ke situ. Aku takut,” kataku sambil meronta dari pelukannya.
“Takut dengan siapa Ri, toh nggak ada yang tahu. Percayalah denganku,” jawab Mas Roni dengan napas yang semakin memburu.
Seperti tidak perduli dengan protesku, Mas Roni yang telah melepas bajuku, kini ganti sibuk melepas BH-ku. Meskipun aku masih berusaha meronta, namun itu tidak berguna sama sekali. Sebab tubuh Mas Roni yang besar dan kuat itu mendekapku sangat erat.

Kini, dipelukan Mas Roni, buah dadaku terbuka tanpa tertutup sehelai kain pun. Aku berusaha menutupi dengan mendekapkan lengan di dadaku, tetapi dengan cepat tangan Mas Roni memegangi lenganku dan merentangkannya. Setelah itu Mas Roni mengangkatku dan merebahkannya di tempat tidur. Tanpa membuang waktu, bibir Mas Roni melumat salah satu buah dadaku, sementara salah satu tangannya juga langsung meremas-remas buah dadaku yang lainnya. Bagai seekor singa buas ia menjilati dan meremas buah dada yang kenyal dan putih ini.

Kini aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang mencengkeram diriku. Aku menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan lidah Mas Roni menjilat dan melumat puting susuku.
“Ri, da.. dadamu putih dan in.. indah sekali. A.. aku makin nggak ta.. tahan.., sayang..,” kata Mas Roni terputus-putus karena nafsu birahi yang semakin memuncak.

Kemudian Mas Roni juga menciumi perut dan pusarku. Dengan lidahnya, ia pandai sekali menggelitik buah dada hingga perutku. Sekali lagi aku hanya mendesis-desis mendapat rangsangan yang menggelora itu. Kemudian tanpa kuduga, dengan cepat Mas Roni melepaskan celana dan celana dalamku dalam satu tarikan. Lagi-lagi aku berusaha melawan, tetapi dengan tubuh besar dan tenaga kuat yang dimiliki Mas Roni, dengan mudah ia menaklukkan perlawananku.

Sekarang tubuhku yang ramping dan berkulit putih ini benar-benar telanjang total di hadapan Mas Roni. Sungguh, aku belum pernah sekalipun telanjang di hadapan lelaki lain, kecuali di hadapan suamiku. Sebelumnya aku juga tidak pernah berpikir melakukan perbuatan seperti ini. Tetapi kini, Mas Roni berhasil memaksaku, sementara aku seperti pasrah saja tanpa daya.

“Mas, untuk yang satu ini jangan Mas, aku tidak ingin merusak keutuhan perkawinanku..!” pintaku sambil meringkuk di atas tempat tidur, untuk melindungi buah dada dan vaginaku yang kini tanpa penutup.
“Ri.. apa.. kamu.. nggak kasihan padaku sayang.., aku sudah terlanjur terbakar.., aku nggak kuat lagi, sayang. Please, aku.. mohon,” kata Mas Roni masih dengan terbata-bata dan wajah yang memelas.

Entah karena aku tidak tega atau karena aku sendiri juga sudah terbakar birahi, aku diam saja ketika Mas Roni kembali menggarap tubuhku. Bibir dan salah satu tangannya menggarap kedua buah dadaku, sementara tangan yang satunya lagi mengusap-usap paha dan selangkangan kakiku. Mataku benar-benar merem-melek merasakan kenikmatan itu. Sementara napasku juga semakin terengah-engah.

Tiba-tiba saja Mas Roni beranjak dan dengan cepat melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Kini ia sama denganku telanjang bulat-bulat. Ya ampun, aku tidak dapat percaya, kini aku telanjang dalam satu kamar dengan lelaki yang bukan suamiku, ohh. Aku melihat tubuh Mas Roni yang memang atletis, besar dan kekar. Ia jauh lebih tinggi dan lebih besar dibanding suamiku yang berperawakan sedang-sedang saja.

Tetapi yang membuat dadaku berdegup lebih keras adalah benda di selangkangan Mas Roni. Benda yang besarnya hampir sama dengan lenganku itu berwarna coklat tua dan kini tegak mengacung. Panjangnya kutaksir tidak kurang dari 22 cm, atau hampir dua kali lipat dibanding milik suamiku, sementara besarnya sekitar 3 sampai 4 kali lipatnya. Sungguh aku hampir tidak percaya ada penis sebesar dan sepanjang itu. Perasaanku bercampur baur antara ngeri, gemas dan penasaran.

Kini tubuh telanjang Mas Roni mendekapku. Darahku seperti terkesiap ketika merasakan dada bidang Mas Roni menempel erat dadaku. Ada sensasi hebat yang melandaku, ketika dada yang kekar itu merapat dengan tubuhku. Ohh, baru kali ini kurasakan dekapan lelaki lain selain suamiku. Ia masih terus menciumi sekujur tubuhku, sementara tangannya juga tidak kenal lelah meremas-remas buah dadaku yang semakin kenyal. Sekali lagi, sebelumnya tidak pernah kurasakan sensasi dan rangsangan sedahsyat ini.

Aku tersentak ketika kurasakan ada benda yang masuk dan menggelitik lubang vaginaku. Ternyata Mas Roni nekat memasukkan jari tangannya ke celah vaginaku. Ia memutar-mutarkan telunjuknya di dalam lubang vaginaku, sehingga aku benar-benar hampir tidak kuat lagi menahan kenikmatan yang menderaku. Mendapat serangan yang luar biasa nikmat itu, secara refleks aku memutar-mutarkan pantatku. Toh, aku masih berusaha menolaknya.

“Mas, jangan sampai dimasukkan jarinya, cukup di luaran saja..!” pintaku.
Tetapi lagi-lagi Mas Roni tidak menggubrisku. Ia selanjutnya menelusupkan kepalanya di selangkanganku, lalu bibir dan lidahnya tanpa henti melumat habis vaginaku. Aku tergetar hebat mendapat rangsangan ini. Tidak kuat lagi menahan kenikmatan itu, tanpa sadar tanganku menjambak rambut Mas Roni yang masih terengah-engah di selangkanganku. Kini aku benar-benar telah tenggelam dalam birahi.

Ketika kenikmatan birahi benar-benar menguasaiku, dengan tiba-tiba, Mas Roni melepaskanku dan berdiri di tepi tempat tidur. Ia mengocok-ngocok batang penisnya yang berukuran luar biasa tersebut.
“Udah hampir setengah jam, dari tadi aku terus yang aktif, capek nih. Sekarang ganti kamu dong Ri yang aktif..!” kata Mas Roni.
“Aku nggak bisa, Mas. Lagian aku masih takuut..!” jawabku dengan malu-malu.
“Oke kalau gitu pegang aja iniku, please, aku mohon, Ri..!” ujarnya sambil menyodorkan batang penis besar itu ke hadapanku.

Dengan malu-malu kupegang batang yang keras dan berotot itu. Lagi-lagi dadaku berdebar-debar dan darahku berdesir ketika tanganku mulai memegang penis Mas Roni. Sejenak aku sempat membayangkan, bagaimana nikmatnya jika penis yang besar dan keras itu dimasukkan ke lubang vagina perempuan.

“Besaran mana dengan milik suamimu Ri..?” goda Mas Roni.
Aku tidak menjawab walau dalam hati aku mengakui, penis Mas Roni jauh lebih besar dan lebih panjang dibanding milik suamiku.
“Diapakan nih Mas..? Sumpah aku nggak bisa apa-apa,” kataku sambil menggenggam batang penis Mas Roni.
“Oke, biar gampang, dikocok aja, sayang. Bisakan..?” jawab Mas Roni lembut.

Dengan dada berdegup kencang, kukocok perlahan-lahan penis yang besar milik Mas Roni. Ada sensasi tersendiri ketika aku mulai mengocok buah zakar Mas Roni yang sangat besar tersebut. Gila, tanganku hampir tidak cukup menggenggamnya. Aku berharap dengan kukocok penisnya, sperma Mas Roni cepat muncrat, sehingga ia tidak dapat berbuat lebih jauh terhadap diriku.

Mas Roni yang kini telentang di sampingku memejamkan matanya ketika tanganku mulai naik turun mengocok batang zakarnya. Napasnya mendengus-dengus, tanda kalau nafsunya mulai meningkat lagi. Aku sendiri juga terangsang melihat tubuh tinggi besar di hadapanku seperti tidak berdaya dikuasai rasa nikmat. Tiba-tiba ia memutar tubuhnya, sehingga kepalanya kini tepat berada di selangkanganku, sebaliknya kepalaku juga menghadap tepat di selangkangannya. Mas Roni kembali melumat lubang kemaluanku. Lidahnya menjilat-jilat tanpa henti di rongga vaginaku. Sementara aku sendiri masih terus mengocok batang zakar Mas Roni dengan tanganku.

Kini, kami berdua berkelejotan, sementara napas kami juga semakin memburu. Setelah itu Mas Roni beranjak, lalu dengan cepat ia menindihku. Dari kaca lemari yang terletak di sebelah tempat tidur, aku dapat melihat tubuh rampingku seperti tenggelam di kasur busa ketika tubuh Mas Roni yang tinggi besar tersebut mulai menindihku. Dadaku deg-degan melihat adegan kami melalui kaca lemari itu. Gila, kini aku yang telanjang digumuli oleh lelaki yang juga sedang telanjang, dan lelaki itu bukan suamiku.

Mas Roni kembali melumat bibirku. Kali ini teramat lembut. Gila, aku bahkan tanpa malu lagi mulai membalas ciumannya. Lidahku kujulurkan untuk menggelitik rongga mulut Mas Roni. Mas Roni terpejam merasakan seranganku, sementara tangan kekarnya masih erat memeluk tubuhku, seperti tidak akan dilepaskan lagi.

Bermenit-menit kami terus berpagutan saling memompa birahi masing-masing. Peluh kami mengucur deras dan berbaur di tubuhku dan tubuh Mas Roni. Dalam posisi itu tiba-tiba kurasakan ada benda yang kenyal mengganjal di atas perutku. Ohhh, aku semakin terangsang luar biasa ketika kusadari benda yang mengganjal itu adalah batang kemaluan Mas Roni. Tibatiba kurasakan batang zakar itu mengganjal tepat di bibir lubang kemaluanku. Rupanya Mas Roni nekat berusaha memasukkan batang penisnya ke vaginaku. Tentu saja aku tersentak.

“Mas.. Jangan dimasukkan..! Jangan dimasukkan..!” kataku sambil tersengal-sengal menahan nikmat.
Aku tidak tahu apakah permintaanku itu tulus, sebab di sisi hatiku yang lain sejujurnya aku juga ingin merasakan betapa nikmatnya ketika batang kemaluan yang besar itu masuk ke lubang vaginaku.
“Oke.. kalau nggak boleh dimasukkan, kugesek-gesekkan di bibirnya saja, yah..?” jawab Mas Roni juga terengah-engah.

Kemudian Mas Roni kembali memasang ujung penisnya tepat di celah kamaluanku. Sungguh aku deg-degan luar biasa ketika merasakan kepala penis itu menyentuh bibir vaginaku. Namun karena batang zakar Mas Roni memang berukuran super besar, Mas Roni sangat sulit memasukannya ke dalam celah bibir vaginaku. Padahal, jika aku bersetubuh dengan suamiku, penis suamiku masih terlalu kekecilan untuk ukuran lubang senggamaku.

Setelah sedikit dipaksa, akhirnya ujung kemaluan Mas Roni berhasil menerobos bibir kemaluanku. Ya ampun, aku menggeliat hebat ketika ujung penis besar itu mulai menerobos masuk. Walaupun mulanya sedikit perih, tetapi selanjutnya rasa nikmatnya sungguh tiada tara. Seperti janji Mas Roni, penisnya yang berkukuran jumbo itu hanya digesek-gesekkan di bibir vagina saja. Meskipun hanya begitu, kenikmatan yang kurasa benar-benar membuatku hampir teriak histeris. Sungguh batang zakar besar Mas Roni itu luar biasa nikmatnya.

Mas Roni terus menerus memaju-mundurkan batang penis sebatas di bibir vagina. Keringat kami berdua semakin deras mengalir, sementara mulut kami terus berpagutan.
“Ayoohh.., ngoommoong Saayaang, giimaanna raasaanyaa..?” kata Mas Roni tersengal-sengal.
“Oohh.., teerruss.. Maass.. teeruuss..!” ujarku sama-sama tersengal.

Entah bagaimana awal mulanya, tiba-tiba kurasakan batang kemaluan yang besar itu telah amblas semua ke vaginaku. Blesss.., perlahan tapi pasti batang penis yang besar itu melesak ke dalam lubang kemaluanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh batang penis Mas Roni yang sangat-sangat besar itu.

“Lohh..? Mass..! Dimaassuukiin seemmua yah..?” tanyaku. “Taangguung, Saayang. Aku nggak tahhann..!” ujarnya dengan terus memompa vaginaku secara perlahan.

Entahlah, kali ini aku tidak protes. Ketika batang penis itu amblas semua di vaginaku, aku hanya dapat terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang kini semakin tertahankan. Begitu besarnya penis Mas Roni, sehingga lubang vaginaku terasa sangat sempit. Sementara karena tubuhnya yang berat, batang penis Mas Roni semakin tertekan ke dalam vaginaku dan melesak hingga ke dasar rongga vaginaku. Sangat terasa sekali bagaimana rasanya batang zakar menggesek-gesek dinding vaginaku.

Tanpa sadar aku pun mengimbangi genjotan Mas Roni dengan menggoyangkan pantatku. Kini tubuh rampingku seperti timbul-tenggelam di atas kasur busa ditindih oleh tubuh besar Mas Roni. Semakin lama, genjotan Mas Roni semakin cepat dan keras, sehingga badanku tersentak-sentak dengan hebat. Clep.., clep.., clep.., clep.., begitulah bunyi batang zakar Mas Roni yang terus memompa selangkanganku.

“Teerruss Maass..! Aakuu.. nggaak.. kuuaatt..!” erangku berulang-ulang.
Sungguh inilah permainan seks yang paling nikmat yang pernah kurasakan. Aku sudah tidak berpikir lagi tentang kesetiaan terhadap suamiku. Mas Roni benar-benar telah menenggelamkanku dalam gelombang kenikmatan. Persetan, toh suamiku sendiri sering berkhayal aku disetubuhi lelaki lain.

Tidak berapa lama kemudian, aku merasakan rasa nikmat yang luar biasa di sekujur tubuhku. Badanku menggelepar-gelepar di bawah gencetan tubuh Mas Roni. Seketika itu seperti tidak sadar, kucium lebih berani bibir Mas Roni dan kupeluk erat-erat.
“Mmaass.. aakkuu.. haampiirr.. oorrgaassmmee..!” desahku ketika aku hampir menggapai puncak kenikmatan.

Tahu kalau aku hampir orgasme, Mas Roni semakin kencang menghunjam-hunjamkan batang kejantanannya ke selangkanganku. Saat itu tubuhku makin meronta-ronta di bawah dekapan Mas Roni yang sangat kuat. Akibatnya, tidak lama kemudian aku benar-benar klimaks!
“Kaalauu.. uudahh.. orrgassme.. ngoommoong.. Saayaang.. biaarr.. aakuu.. ikuut.. puuaass..!” desah Mas Roni.
“Oohhh.. aauuhh.. aakkuu.. klimaks.. Maass..!” jawabku.
Seketika dengan refleks tangan kananku menjambak rambut Mas Roni, sedangkan tangan kiriku memeluknya erat-erat. Pantatku kunaikkan ke atas agar batang kemaluan Mas Roni dapat menancap sedalam-dalamnya.

Setelah kenikmatan puncak itu, tubuhku melemas dengan sendirinya. Mas Roni juga menghentikan genjotannya.
“Aku belum keluar, Sayang. Tahan sebentar, ya..! Aku terusin dulu,” ujarnya lembut sambil mencium pipiku.
Gila, aku bisa orgasme walaupun posisiku di bawah. Padahal jika dengan suamiku, untuk orgasme aku harus berposisi di atas dulu. Tentu ini karena Mas Roni yang jauh lebih perkasa dibanding suamiku, selain batangannya yang memang sangat besar dan nikmat luar biasa untuk vagina perempuan.

Meskipun kurasakan sedikit ngilu, kubiarkan Mas Roni memompa terus lubang vaginaku. Karena lelah, aku pasif saja ketika Mas Roni masih terus menggumuliku. Tanpa perlawanan, kini badanku yang kecil dan ramping benar-benar tenggelam ditindih tubuh besar Mas Roni. Clep.. clep.. clep.. clep. Kulirik ke bawah melihat kemaluanku yang tengah dihajar batang kejantanan Mas Roni. Gila, vaginaku dimasuki penis sebesar itu. Dan lebih gila lagi, batang zakar besar seperti itu ternyata nikmatnya tidak terkira.

Mas Roni semakin lama semakin kencang memompakan penisnya. Sementara mulutnya tidak henti-hentinya menciumi pipi, bibir dan buah dadaku. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu tiba-tiba nafsuku bangkit kembali. Kurasakan kenikmatan merambat lagi dari selangkanganku yang dengan kencang dipompa Mas Roni. Maka aku balik membalas ciuman Mas Roni, sementara pantatku kembali kuputar-putar mengimbangi penis Mas Roni yang masih perkasa menusuk-nusuk lubang kemaluanku.

“Kaamuu ingiin.. lagii.. Rii..?” tanya Mas Roni.
“Eehh..” hanya itu jawabku.
Kini kami kembali menggelepar-gelepar bersama.

Tiba-tiba Mas Roni bergulung, sehingga posisinya kini berbalik, aku di atas, Mas Roni di bawah.
“Ayoohh gaannttii..! Kaammuu yang di atass..!” kata Mas Roni.
Dengan posisi di atas tubuh Mas Roni, pantatku kuputar-putar, maju-mundur, kiri-kanan, untuk mengocok batang penis Mas Roni yang masih mengacung di lubang vaginaku. Dengan agak malu-malu aku juga ganti menjilat leher dan puting Mas Roni. Mas Roni yang telentang di bawahku hanya dapat merem-melek karena kenikmatan yang kuberikan.

“Tuuh.., biisaa kaan..! Kaatanya taa.. dii.. nggak.. bisaa..,” ujar Mas Ronie sambil balas menciumku dan meremas-remas buah dadaku.
Hanya selang lima menit setelah aku berada di atas, lagi-lagi kenikmatan luar biasa datang menderaku. Aku semakin kuat menghunjam-hunjamkan vaginaku ke batang penis Mas Roni. Tubuhku yang ramping semakin erat mendekap Mas Roni. Aku juga semakin liar membalas ciuman Mas Roni.

“Maass.. aakuu.. haampiir.. orgasmee.. laggii.. Maass..!” kataku terengah-engah.
Tahu kalau aku akan orgasme kedua kalinya, Mas Roni langsung bergulung membalikku, sehingga aku kembali di bawah. Dengan napas yang terengah-engah, Mas Roni yang telah berada di atas tubuhku semakin cepat memompa selangkanganku. Tak ayal lagi, rasa nikmat tiada tara terasa di sekujur tubuhku. Lalu rasa nikmat itu seperti mengalir dan berkumpul ke selangkanganku. Mas Roni kupeluk sekuat tenaga, sementara napasku semakin tidak menentu.

“Kalauu maau orgasmee ngomong Sayang, biaar leepass..!” desah Mas Roni.
Karena tidak kuat lagi menahan nikmat, aku pun mengerang keras.
“Teruss.., teruss.., akuu.. orgasmee Masss..!” desahku, sementara tubuhku masih terus menggelepar-gelepar dalam tindihan tubuh Mas Roni.

Belum reda kenikmatan klimaks yang kurasakan, tiba-tiba Mas Roni mendengus-dengus semakin cepat. Tangan kekarnya mendekapku erat-erat seperti ingin meremukkan tulang-tulangku. Ia benar-benar membuatku tidak dapat bergerak. Napasnya terus memburu. Genjotannya di vaginaku juga semakin keras dan cepat. Kemudian tubuhnya bergetar hebat.

“Rii.., akuu.. maauu.. keluuarr Sayang..!” erangnya tidak tertahankan.
Melihat Mas Roni yang hampir keluar, pantatku kuputar-putar semakin cepat. Aku juga semakin erat memeluknya. Crot.. croot.. croot..! Sperma Mas Roni terasa sangat deras muncrat di lubang vaginaku. Mas Roni memajukan pantatnya sekuat tenaga, sehingga batang kejantanannya benarbenar menancap sedalam-dalamnya di lubang kemaluanku. Aku merasakan lubang vaginaku terasa hangat oleh cairan sperma yang mengucur dari penis Mas Roni.

Gila, sperma Mas Roni luar biasa banyaknya, sehingga seluruh lubang vaginaku terasa basah kuyup. Bahkan karena saking banyaknya, sperma Mas Roni belepotan hingga ke bibir vagina dan pahaku. Berangsur-angsur gelora kenikmatan itu mulai menurun.

Untuk beberapa saat Mas Roni masih menindihku, keringat kami pun masih bercucuran. Setelah itu ia berguling di sampingku. Aku temenung menatap langit-langit kamar. Begitupun dengan Mas Roni. Ada sesal yang mengendap dalam hatiku. Kenapa aku harus menodai kesetiaan terhadap perkawinanku, itulah pertanyaan yang bertalu-talu mengetuk perasaanku.

“Maafkan aku, Ri. Aku telah khilaf dengan memaksamu melakukan perbuatan ini,” ujar Mas Roni lirih.
Aku tidak menjawab. Kami berdua kembali termenung dalam alam pikiran masing-masing. Bermenit-menit kemudian tidak sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami berdua.

Tiba-tiba Yani mengetuk pintu sambil berteriak, “Hee, sudah siang lho.., ayo pulang..!”
Dengan masih tetap diam, aku dan Mas Roni segera beranjak, berbenah lalu berjalan keluar kamar. Tanpa kata-kata pula Mas Roni mengecup keningku saat pintu kamar akan kubuka.
“Hayo, lagi ngapain kok pintunya pakai ditutup segala..?” kelakar Yani.
“Ah, nggak apa-apa kok, kita cuman ketiduran tadi.” jawabku dengan perasaan malu.
Sementara Mas Roni hanya tersenyum.

Perawan Liar

Saturday, December 27th, 2008

Sebut saja namaku Lila, umurku 16 tahun, kelas 2 SMA. Sebagai anak SMA, tinggiku relatif sedang, 165 cm, dengan berat 48 kg, dan cup bra 36B. Untuk yang terakhir itu, aku memang cukup pede. Walau sebenarnya wajahku cukup manis (bukannya sombong, itu kata teman-temanku…) aku sudah lumayan lama menjomblo, 1 tahun. Itu karena aku amat selektif memilih pacar… enggak mau salah pilih kayak yang terakhir kali.
Di sekolah aku punya teman akrab namanya Stella. Dia juga lumayan cantik, walau lebih pendek dariku, tapi dia sering banget gonta-ganti pacar. Stella memang sangat menarik, apalagi ia sering menggunakan seragam atau pakaian yang minim… peduli amat kata guru, pesona jalan terus!
Saat darmawisata sekolah ke Cibubur, aku dan dia sekamar, dan empat orang lain. Satu kamar memang dihuni enam orang, tapi sebenarnya kamarnya kecil bangeeet… aku dan Stella sampai berantem sama guru yang mengurusi pembagian kamar, dan alhasil, kami pun bisa memperoleh villa lain yang agak lebih jauh dari villa induk. Disana, kami berenam tinggal dengan satu kelompok cewek lainnya, dan di belakang villa kami, hanya terpisah pagar tanaman, adalah villa cowok.

“Lil, lo udah beres-beres, belum?” tanya Stella saat dilihatnya aku masih asyik tidur-tiduran sambil menikmati dinginnya udara Cibubur, lain dengan Jakarta.
“Belum, ini baru mau.” Jawabku sekenanya, karena masih malas bergerak.
“Nanti aja, deh. Kita jalan-jalan, yuk,” ajak Stella santai.
“Boljug…” gumamku sambil bangun dan menemaninya jalan-jalan. Kami berkeliling melihat-lihat pasar lokal, villa induk, dan tempat-tempat lain yang menarik. Di jalan, kami bertemu dengan Rio, Adi, dan Yudi yang kayaknya lagi sibuk bawa banyak barang.
“Mau kemana, Yud?” sapa Stella.
“Eh, Stel. Gue ama yang lain mau pindahan nih ke villa cowok yang satunya, villa induk udah penuh sih.” Rio yang menjawab. “Lo berdua mau bantu, nggak? Gila, gue udah nggak kuat bawa se-muanya, nih.” Pintanya memelas.
“Oke, tapi yang enteng ajaaa…” jawabku sambil mengambil alih beberapa barang ringan. Stella ikut meringankan beban Adi dan Yudi.
Sampai di villa cowok, aku bengong. Yang bener aja, masa iya aku dan Stella harus masuk ke sana? Akhirnya aku dan Stella hanya mengantar sampai pintu. Yudi dan Adi bergegas masuk, sementara Rio malah santai-santai di ruang tamu. “Masuk aja kali, Stel, Lil.” Ajaknya cuek.
“Ngng… nggak usah, Yud.” Tolakku. Stella diam aja.
“Stella! Sini dong!” terdengar teriakan dari dalam. Aku mengenalinya sebagai suara Feri.
“Gue boleh masuk, ya?” tanya Stella sambil melangkah masuk sedikit.
“Boleh doooong!!” terdengar koor kompak anak cowok dari dalam. Stella langsung masuk, aku tak punya pilihan lain selain mengikutinya.

Di dalam, anak-anak cowok, sekitar delapan orang, kalo Rio yang diluar nggak dihitung, lagi asyik nongkrong sambil main gitar. Begitu melihat kami, mereka langsung berteriak girang, “Eh, ada cewek!! Serbuuuuu!!” Serentak, delapan orang itu maju seolah mau mengejar kami, aku dan Stella langsung mundur sambil tertawa-tawa. Aku langsung mengenali delapan orang itu, Yudi, Adi, Feri, Kiki, Dana, Ben, Agam, dan Roni. Semua dari kelas yang berbeda-beda.
Tak lama, aku dan Stella sudah berada di antara mereka, bercanda dan ngobrol-ngobrol. Stella malah dengan santai tiduran telungkup di kasur mereka, aku risih banget melihatnya, tapi diam aja. Entah siapa yang mulai, banyak yang menyindir Stella.

“Stell… nggak takut digrepe-grepe lu di atas sana?” tanya Adi bercanda.
“Siapa berani, ha?” tantang Stella bercanda juga. Tapi Kiki malah menanggapi serius, tangannya naik menyentuh bahu Stella. Cewek itu langsung mem*kik menghindar, sementara cowok-cowok lain malah ribut menyoraki. Aku makin gugup.
“Stell, bener ya kata gosip lo udah nggak virgin?” kejar Roni.
“Kata siapa, ah…” balas Stella pura-pura marah. Tapi gayanya yang kenes malah dianggap seb-agai anggukan iya oleh para cowok. “Boleh dong, gue juga nyicip, Stell?” tanya Dio.
Stella diam aja, aku juga tambah risih. Apalagi pundak Feri mulai ditempelkan ke pundakku, dan entah sengaja atau tidak, tangan Agam menyilang di balik punggungku, seolah hendak merangkul. Bingung karena diimpit mereka, aku memutuskan untuk tidak bergerak.
“Gue masih virgin, Lila juga… kata siapa itu tadi?” omel Stella sambil bergerak untuk turun dari kasur. Tapi ditahan Roni. “Gitu aja marah, udah, kita ngobrol lagi, jangan tersinggung.” Bujuknya sambil mengelus-elus rambut Stella. Aku tahu Stella dulu pernah suka sama Roni, jadi dia membi-arkan Roni mengelus rambut dan pundaknya, bahkan tidak marah saat dirangkul pinggangnya.
“Lil, lo mau dirangkul juga sama gue?” bisik Agam di telingaku. Rupanya ia menyadari kalau aku memperhatikan tangan Roni yang mengalungi pinggang Stella. Tanpa menunggu jawaban, Agam memeluk pinggangku, aku kaget, namun sebelum protes, tangan Feri sudah menempel di pahaku yang terbungkus celana selutut, sementara pelukan Agam membuatku mau tak mau berbaring di dadanya yang bidang. Teriakan protes dan penolakanku tenggelam di tengah-tengah sorakan yang lain. Rio bahkan sampai masuk ke kamar karena mendengar ribut-ribut tadi.
“Gue juga mau, dong!” Yudi dan Kiki menghampiri Stella yang juga lagi dipeluk Roni, sementara Adi, Ben, dan Rio menghampiriku. Berbeda denganku yang menjerit ketakutan, Stella malah kelihatan keenakan dipeluk-peluki dari berbagai arah oleh cowok-cowok yang mulai kegirangan itu.
“Jangan!” teriakku saat Rio mencium pipi, dan mulai merambah bibirku. Sementara Ben menjilati leherku dan tangannya mampir di dada kiriku, meremas-remasnya dengan gemas sampai aku ke-gelian. Kurasakan genggaman kuat Feri di dada kananku, sementara Adi menjilati pusarku. Terny-ata mereka telah mengangkat kaosku sampai sebatas dada. Aku menjerit-jerit memohon supaya mereka berhenti, tapi sia-sia. Kulirik Stella yang sedang mendapat perlakuan sama dari Roni, Yudi, dan Kiki, bahkan Dana telah melucuti celana jins Stella dan melemparnya ke bawah kasur.
Lama-kelamaan, rasa geli yang nikmat membungkus tubuhku. Percuma aku menjerit-jerit, akhir-nya aku pasrah. Melihatnya, Agam langsung melucuti kaosku, dan mencupang punggungku. Feri dan Rio bahkan sudah membuka seluruh pakaian mereka kecuali celana dalam. Aku kagum juga melihat dada Feri yang bidang dan harumnya khas cowok. Aku hanya bisa terdiam dan meringis nikmat saat dada bidang itu mendekapku dan menciumi bibirku dengan ganas. Aku membalas ciu-man Feri sambil menikmati bibir Adi yang tengah mengulum payudaraku yang ternyata sudah terl-epas dari pelindungnya. Vaginaku terasa basah, dan gatal. Seolah mengetahuinya, Rio membuka celanaku sekaligus CDku sehingga aku langsung bugil. Agak risih juga dipandangi dengan begitu liar dan berhasrat oleh cowok-cowok itu, tapi aku sudah mulai keenakan.
“Ssshh…. aaakhh…” aku mendesis saat Adi dan Ben melumat payudaraku dengan liar. “Mmmh, toket lo montok banget, Liiiil…” gumam Ben. Aku tersenyum bangga, namun tidak lama, karena aku langsung menjerit kecil saat kurasakan sapuan lidah di bibir vaginaku. “Cihuy… Lila emang masih perawan…” Agam yang entah sejak kapan sudah berada di daerah rahasiaku menyeringai. “Akkkhh… jangan Gam…” desahku saat kurasakan kenikmatan yang tiada tara.

“Gue udah kebelet, niih… gue perawanin ya, Lil…” Tak terasa, sesuatu yang bundar dan keras menyusup ke dalam vaginaku, ternyata penis Agam sudah siap untuk bersarang disana. Aku men-desah-desah diiringi jeritan kesakitan saat ia menyodokku dan darah segar mengalir. “Sakiiit…” erangku. Agam menyodok lagi, kali ini penisnya sudah sepenuhnya masuk, aku mulai terbiasa, dan ia pun langsung menggenjot dan menyodok-nyodok. Aku mengerang nikmat.
“Ssshh… terusss… yaaa, akh! Akh! Nikmat, Gam! Teruuss… sayang, puasin gue… Akkkhh…”
Sementara pantat Agam masih bergoyang, cowok-cowok lain yang sudah telanjang bulat juga mulai berebutan menyodorkan penis mereka yang sudah tegang ke bibirku.
“Gue dulu ya, Lil… nih, lu karaoke,” ujar Rio sambil menyodokkan penisnya ke dalam mulutku. Aku agak canggung dan kaget menerimanya, tapi kemudian aku mulai mengulumnya dan mempe-rmainkan lidahku menjelajahi barang Rio. Ia mendesah-desah keenakan sambil merem-melek. Sementara Ben masih menikmati buah dadaku, Adi nampaknya sudah mulai beranjak ke arah Stella yang dikerubuti dan digenjot juga sama sepertiku. Bedanya, kulihat Stella sudah nungging, ala doggy style, penis Dana tengah menggenjot vaginanya dan toketnya yang menggantung sedang dilahap oleh Kiki, sementara mulutnya mengoral penis Yudi. Stella nampak amat menikm-atinya, dan cowok-cowok yang mengerumuninya pun demikian. Beberapa saat kemudian, kulihat Dana orgasme, dan kemudian Rio yang keenakan barangnya kuoral juga orgasme dalam mulutku, aku kewalahan dan hampir saja memuntahkan cairannya.
Mendadak, kurasakan vaginaku banjir, ternyata Agam sudah orgasme dan menembakkan sper-manya di dalam vaginaku, cowok itu terbaring lemas di sampingku, untuk beberapa menit, kukira ia tidur, tapi kemudian ia bangun dan menciumi pusarku dengan penuh nafsu. Kini, vaginaku suda-h diisi lagi dengan penis Beni. Penisnya lebih besar dan menggairahkan, sehingga membuat mata-ku terbelalak terpesona. Beni menyodokkan penisnya dengan pelan-pelan sebelum mulai mengg-enjotku, rasanya nikmat sekali seperti melayang. Kedua kakiku menjepit pinggangnya dan bongka-han pantatku turut bergoyang penuh gairah. Kubiarkan tubuhku jadi milik mereka.
“Akkkhh…. ssshh… terus, teruuusss sayaaang… akh, nikmat, aaahhh…” erangku keenakan. Tok-etku yang bergoyang-goyang langsung ditangkap oleh mulut dan tangan Rio. Ia memainkan puting susuku dan mencubit-cubitnya dengan gemas, aku semakin berkelojotan keenakan, dan meracau tidak jelas, “Akkkhh… teruuuss… entot gue, entooott gue teruuss! Gue milik luu… aakhh…!!”
“Iya sayyyaangg… gue entot lu sampe puasss…” sahut Ben sambil mencengkeram pantatku dan mempercepat goyangan penisnya. Rio juga semakin lahap menikmati gunung kembarku, menjilat, menggigit, mencium, seolah ingin menelannya bulat-bulat, dan sebelum aku sempat meracau lagi, Agam telah mendaratkan bibirnya di bibirku, kami saling berpagutan penuh gairah, melilitkan lidah dengan sangat liar, dan klimaksnya saat gelombang kenikmatan melandaku sampai ke puncaknya.
“Aaakkhh…. gue mau…!” Belum selesai ucapanku, aku langsung orgasme. Ben menyusul beber-apa saat kemudian, dan vaginaku benar-benar banjir. Tubuh Ben langsung jatuh dengan posisi penisnya masih dalam jepitan vaginaku, ia memeluk pinggangku dan menciumi pusarku dengan lemas. Sementara aku masih saja digerayangi oleh Agam yang tak peduli dengan keadaanku dan meminta untuk dioral, dan Rio yang menggosok-gosokkan penisnya di toketku dengan nikmat.
Beberapa saat kemudian, Agam pun orgasme lagi. Agam jatuh dengan posisi wajah tepat di sampingku, sementara Rio tanpa belas kasihan memasukkan penisnya ke vaginaku, dan mengge-njotku lagi sementara aku berciuman penuh gairah dengan Agam. Selang beberapa saat Rio org-asme dan jatuh menindihku dengan penis masih menancap, ia memelukku mesra sebelum kemud-ian tertidur. Aku sempat mendengar erangan nikmat dari arah Stella, sebelum akhirnya benar-benar tertidur kecapekan, membiarkan Beni dan Agam yang masih menciumi sekujur tubuhku.

Selama tiga hari kami disana, kami selalu melakukannya setiap ada kesempatan. Sudah tak ter-hitung lagi berapa kali penis mereka mencumbu vaginaku, namun aku menikmati itu semua. Bahk-an, bila tak ada yang melihat, aku dan Stella masih sering bermesraan dengan salah satu dari mereka, seperti saat aku berpapasan dengan Agam di tempat sepi, aku duduk di pangkuannya sementara tangannya menggerayangi dadaku, dan bibirnya berciuman dengan bibirku, dan penis-nya menusuk-nusukku dari bawah. Sungguh pengalaman yang mendebarkan dan penuh nikmat—tubuhku ini telah digauli dan dimiliki beramai-ramai, namun aku malah ketagihan.

Dewi oh Dewi

Friday, December 26th, 2008

Aku terbangun dari tidurku di atas sebuah ranjang ukuran king size. Tubuhku telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Di kedua payudaraku masih tersisa air mani pria yang lengket di kulitku. Di samping kiriku, kulihat
Andre juga dalam keadaan bugil sedang tidur tertelungkup. Di kananku, Tommy yang juga bugil tidur dalam posisi miring dengan kaki agak tertekuk.

Kudengar suara orang menggerakkan badannya agak jauh. Aku duduk di atas tempat tidurku, dan kulihat Dewi dengan tubuh mulusnya yang telanjang bulat sedang membalikkan badan, dan meneruskan tidurnya. Di sampingnya ada Donny yang tidur telanjang bulat dalam posisi terlentang, dan mm..ini pemandangan yang menggairahkanku, batang kemaluannya dalam posisi tegang mengacung ke atas.

Aku turun dari tempat tidur, dan menuju ke arah Donny. Tanganku mulai nakal mengocok-ngocok batang kemaluannya. Donny mulai bereaksi, tanpa sadar pinggulnya ikut irama naik-turun. Aku mempercepat kocokan tanganku di batang kemaluannya. Donny terbangun dan tersenyum melihatku.

“Wow, Sus, enak banget kocokan kamu, terus sayang.. oh.. oh,” Donny berkata padaku sambil mulai terengah-engah.
Aku kemudian bangkit dan menaiki tubuh Donny. Kuarahkan batang kemaluannya yang telah besar dan menegang itu ke lubang kemaluanku. Kumasukkan pelan-pelan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluanku, dan aku mulai bergerak naik turun di atas tubuh Donny. Nikmatnya memang luar biasa sekali, aku merasakan batang kemaluan Donny menusuk-nusuk rahimku. Donny kini mulai mengimbangiku. Dia pun asyik memainkan pinggulnya, sementara kedua tangannya memegang erat pinggangku. Lidahnya mulai bermain mengisap dan menjilati payudaraku.

“Don, tetekku ‘kan masih ada bekas pejunya,” aku memperingatkan.
“Ah, cuek,” kata Donny sambil terus menjilati dan mengisap puting payudaraku.
Lalu dengan kecepatan luar biasa, Donny membalik tubuh kami berdua tanpa melepaskan batang kemaluannya dari lubang kemaluanku. Kini Donny yang di
atas, dia yang bergerak aktif memasukkeluarkan batang kemaluannya.
“Ah.., ah.., awww.., sstt.., ah..,” mulutku mulai mendesis berulangkali karena rangsangan yang ditimbulkan Donny.

Sedang asyiknya aku dan Donny bersenggama, Dewi yang tidur di sebelah kami terbangun. Dia melihat kami sedang asyik bersenggama, lalu ikut bergabung bersama kami. Dewi menyodorkan payudaranya yang luar biasa besar berukuran 38D ke mulut Donny. Lidah Donny segera menjilati payudara Dewi dan kemudian mulutnya asyik mengisap puting payudara Dewi berulangkali. Melihat itu, tanganku mulai nakal. Kususupkan jari telunjuk dan tengah tangan kananku ke lubang kemaluan Dewi. Aku asyik memainkan jari-jariku ke luar masuk lubang kemaluan Dewi. Dewi membiarkan saja, malah dia semakin lebar mengangkangkan kedua pahanya, sehingga jari-jariku bisa leluasa keluar masuk lubang kemaluannya.

Aku sendiri sudah dua kali mencapai orgasme karena tak kuasa menahan nikmat yang ditimbulkan kocokan batang kemaluan Donny di lubang kemaluanku. Namun Donny tampaknya belum lelah, dia masih asyik menyetubuhiku sambil mulutnya mengisap payudara Dewi. Andre yang terbangun melihat kami bertiga di lantai ikut bergabung. Andre meminta Dewi mengisap batang kemaluannya, dan Dewi tak menolaknya. Di sebelahku, Dewi mengisap batang kemaluan Andre dengan penuh gairah. Tiba-tiba kulihat Tommy juga terbangun. Dia pun bergabung bersama kami. Tommy segera menyodorkan batang kemaluannya ke depan mulutku, dan aku segera membuka mulutku dan mengisap batang kemaluan lelaki yang tadi telah beberapa kali menyetubuhiku.

Kini, kami kembali berpesta orgy sex. Sebelumnya, kami sudah melakukan itu, dan karena lelah, kami semua tertidur. Setelah terbangun, rupanya kami – termasuk aku – masih belum puas, dan sekali lagi melanjutkan pesta orgy sex kami. Nikmatnya memang berbeda dibandingkan hanya bersenggama antara satu pria dan satu wanita saja. Kalau orgy sex rasanya lebih nikmat, karena aku yang wanita bisa merasakan berbagai batang kemaluan pria dan juga berbagai macam gaya dan posisi seks.

Donny tiba-tiba mempercepat goyangannya, rupanya dia sudah hampir sampai klimaksnya, dan tak berapa lama kemudian, Donny menyemprotkan air mani dari batang kemaluannya di dalam lubang kemaluanku. Tommy mencabut batang kemaluannya dari mulutku, dia mengambil tissue, membersihkan lubang kemaluanku sekedarnya saja, dan segera memasukkan batang kemaluannya yang sudah tegang membesar ke dalam lubang kemaluanku.

Kini, Tommy yang menggoyang-goyangkan pinggulnya dan menyetubuhiku. Aku lagi-lagi mencapai orgasmeku, sementara kulihat Andre juga telah mencapai klimaksnya dan menyemprotkan air mani dari batang kemaluannya di dalam mulut Dewi. Sebagian air mani itu meleleh keluar mulut Dewi, sementara Dewi masih terus mengisap kuat-kuat batang kemaluan Andre agar seluruh air mani Andre tertumpah habis dari batang kemaluannya. Andre kemudian mencabut batang kemaluannya dari mulut Dewi, lalu Dewi menyeka sisa-sisa air mani Andre dengan tangannya dan tangannya yang penuh dengan sisa-sisa air mani Andre disekanya ke payudaranya.

“Biar tetek gue makin asyik kalau sering kena peju cowo,” ujar Dewi bergurau sambil tertawa.
Tapi aku tak sempat memperhatikan lagi kelanjutannya, karena bersamaan aku mencapai orgasmeku yang kesekian kalinya, Tommy juga mencapai klimaksnya dan menyemprotkan air maninya di dalam lubang kemaluanku. Namun Tommy dengan sigap mencabut batang kemaluannya dari lubang kemaluanku, lalu menyodorkannya ke depan mulutku.
“Susi, isep dong, sayang,” pintanya.

Aku segera memasukkan batang kemaluan Tommy ke dalam mulutku dan mengisapnya kuat-kuat. Kurasakan Tommy masih beberapa kali menyemprotkan air maninya yang tersisa di dalam mulutku. Wah, rasanya air mani Tommy banyak sekali sampai meleleh keluar mulutku.

Yeni Budak Nafsu

Thursday, December 25th, 2008

Yeni ditugaskan sebagai pimpinan unit sebuah bank BUMD di sebuah kabupaten. untuk itu maka ia harus berpisah dengan suaminya yang bekerja sebagai dosen dan pengusaha di kota. Yeni menyewa sebuah kamar paviliun yang dihuni oleh seorang wanita tua yang anak-anaknya pada ke kota semua.

Pada hari pertama ia bertugas, banyak sekali kesan yang dapat di terimanya dari para bawahannya di kantor. Yeni pulang pergi ke kantor selalu menumpang bendi (delman) yang dimiliki oleh tetangganya yang bernama Udin, kebetulan Udin telah kenal baik dengan Mak Minah pemilik rumah yang ditempati Yeni. Udin seorang duda yang berumur kurang lebih 45 tahun, cerai dan tidak memiliki anak. Jarak rumah Udin dan Yeni memang jauh sebab di desa itu antara rumah dibatasi oleh kebun kelapa. Karena terlalu sering mengantar jemput Yeni, maka secara lambat laun ada perasaan suka Udin terhadap Yeni namun segala keinginan itu di buang jauh-jauh oleh Udin karena ia tahu Yeni telah mempunyai suami dan setiap minggu suami Yeni selalu datang, tingkah suami istri itu selalu membuat Udin tidak enak hati, namun ia harus pasrah bagaimanapun sebagai suami istri layaklah mereka berkumpul dan bermesraan untuk mengisi saat kebersamaan.

Udin setiap hari selalu melihat sosok keelokan tubuh Yeni tapi bagaimana caranya menaklukannya, sedang birahinya selalu minta dituntaskan saat bersama Yeni diatas bendinya. Kemudian timbullah pikiran licik Udin dengan meminta pertolongan seorang dukun, ia berkeinginan agar Yeni mau dengannya. Atas bantuan dukun itu, Udin merasa puas dan mulailah ia mencoba pelet pemberian dukunnya.

Siang saat Yeni menumpang bendi, Udin melihat paha Yeni yang putih mulus itu, kejadian itu membuat birahi Udin naik dan kejantanannya berdiri saat itu ia mengenakan celana katun yang longgar sehingga kejantanannya yang menonjol terlihat oleh Yeni, Udin malu dan berusaha membuang muka, sedang Yeni merasa tidak enak hati dan menutupkan pahanya, wajahnya bersemu merah ia merasakan bahwa batang kemaluan Udin itu memang besar dan panjang tidak seperti milik suaminya. Ia tahu pasti kalau bercinta dengan Udin akan dapat memberikan anak baginya serta kepuasan yang jauh berbeda saat bercinta dengan suaminya, memang saat akhir-akhir ini frekwensi hubungan seks dengan suaminya agak berkurang dan suaminya cepat selesai, telah 2 tahun menikah belum ada tanda-tanda ia hamil ini semakin membuat ia uring-uringan dan kepuasan yang dia harapkan dari suaminya tidak dapat Yeni nikmati. Sedang kalau ia melihat sosok Udin tidaklah sebanding dengannya karena status sosial dan intelektualnya jauh dibawah suaminya ditambah face-nya yang tidak masuk katagorinya di tambah lagi kehidupan Udin yang bergelimang dengan kuda kadang membuatnya jijik, namun semua itu dibiarkannya karena Yeni butuh bantuan Udin mengantar jemput, ditambah Udin memang baik terhadapnya.

Kalau dilihat sosok Yeni, ia seorang wanita karier berusia 27 tahun dan ia telah bekerja di bank itu kurang lebih 4 tahun, ia menikah dengan Beni, belun dikaruniai anak, tingginya 161 cm, rambut sebahu dicat agak pirang, kulit putih bersih dan memiliki dada 34B sehingga membuat para lelaki ingin dekat dengannya dan menjamah payudaranya yang montok dan seksi.

Dengan berbekal pelet yang diberikan gurunya, Udin mendatangi rumah Yeni. Malam itu gerimis dan Udin mengetuk pintu rumah Yeni. Kebetulan yang membukakan pintu adalah Yeni yang saat itu sedang membaca majalah.
“Eee.. Bang Udin tumben ada apa Bang?” tanya Yeni.
“Ooo.. saya ingin nonton acara bola sebab saya tidak punya televisi apa boleh Bu Yeni?” jawab Udin.
“Ooo.. boleh.. masuklah.. Bang.. langsung aja ke ruang tengah, televisi disitu..” Yeni menerangkan sambil ia menutup pintu. Diluar hujan mulai lebat.
“Sebentar ya Bang?” Yeni ke belakang, membuatkan minum untuk Udin. Udin duduk diruangan itu sambil melihat televisi.

Tidak berapa lama Yeni keluar membawa nampan berisi segelas air dan makanan kecil, sambil jongkok ia menyilakan Udin minum. Saat itu Udin sempat terlihat belahan dada Yeni yang mulus sehingga Udin berdesir dadanya karena kemulusan kulit dada Yeni. Sambil minum Udin menanyakan, “Mak Minah mana Bu, kok sepi aja?”
“Ooo Mak Minah sudah tidur,” jawab Yeni.
“Bagaimana kabarnya Bang?” Yeni membuka pembicaraan. “Baik-baik saja,” jawab Udin sambil melafalkan mantera peletnya. Sambil menonton Udin berulang-ulang mencoba manteranya, saat itu Yeni sedang asyik membaca majalah. Merasa manteranya telah mengenai sasaran, Udin berusaha mengajak Yeni bicara tentang rumah tangga Yeni dan suaminya, diselingi ngomong jorok untuk membuat Yeni terangsang.

Bu, sudah berapa lama Ibu kawin dan kenapa belum hamil?” tanya Udin.
“Lho malu saya Bang, soalnya suami saya sibuk dan saya juga sibuk bekerja bagaimana kami mau berhubungan dan suami saya selalu egois dalam bercinta.” jawab Yeni menjelaskan.
“Oh begitu? bagaimana kalau suami ibu jarang datang dan ibu butuh keintiman?” tanya Udin.
“Jangan ngomong itu dong Bang, saya malu masa rahasia kamar mau saya omongin ama Abang?” jawab Yeni.
“Bu Yeni, saya tau Ibu pasti kesepian dan butuh kehangatan lebih-lebih saat hujan dan dingin saat ini apa Ibu nggak mau mencobanya?” Udin berkata dengan nada terangsang.
“Haa.. dengan siapa?” jawab Yeni, “Sedang Beni suamiku di kota,” timpalnya.
“Dengan saya..” jawab Udin.
“Haa gila! masa saya selingkuh?” Yeni menerangkan sambil mengeser duduknya. Udin merasa yakin Yeni tidak menolak jika ia memegang tangannya.

“Jangan lah Bang, nanti dilihat Mak Minah.” Yeni mengeser duduknya.
“Oooh.. Mak Minah udah tidur tapi..?” jawab Udin memegang tangan Yeni dan mencoba memeluk tubuh mulus itu. Sambil mencoba melepaskan diri dari Udin Yeni beranjak ke kamar, ia memang berusaha menolak namun pengaruh dari pelet Udin tadi telah mengundang birahinya. Ia biarkan Udin ikut ke kamarnya. Saat berada di kamar, Yeni hanya duduk di pingir ranjangnya dan Udin berusaha membangkitkan nafsu Yeni dengan meraba dada dan menciumi bibir Yeni dengan rakus sebagaimana ia telah lama tidak merasakan kehangatan tubuh wanita. Udin berusaha meremas dada Yeni dan membuka blous tidur itu dengan tergesa-gesa, ia tidak sabar ingin menuntaskan birahinya selama ini. Sementara mulutnya tidak puas-puasnya terus menjelajahi leher jenjang Yeni turun ke dada yang masih ditutupi BH pink itu. Sementara Yeni hanya pasrah terhadap perbuatan Udin, ia hanya menikmati saat birahinya ingin dituntaskan.

Kemudian tangan Udin membuka tali pengikat BH itu dari belakang dan terlihatlah sepasang gunung kembar mulus yang putingnya telah memerah karena remasan tangan Udin. Dengan mulutnya, Udin menjilat dan mengigit puting susu itu sementara tangan Udin berusaha membuka CD Yeni dan mengorek isi goa terlarang itu. Udinpun telah telanjang bulat lalu ia meminta Yeni untuk mengulum batang kemaluannya, Yeni menolak karena batang kejantanan Udin panjang, besar dan baunya membuat Yeni jijik. Dengan paksa Udin memasukan batang kejantanannya ke mulut Yeni dengan terpaksa batang kejantanan itu masuk dan Yeni menjilatnya sambil memainkan lidah di ujung meriam Udin. Udinpun tidak ketinggalan dengan caranya ia memainkan lidahnya di liang kewanitaan Yeni, lebih-lebih saat ia menemukan daging kecil di belahan liang kewanitaan itu dan dijilatinya dengan telaten sampai akhirnaya setelah berualng-ulang Yeni klimaks dan menyemburkan air maninya ke mulut Udin. Saat lebih kurang 20 menit Udinpun memuncratkan maninya ke mulut Yeni dan sempat tertelan oleh Yeni.

Kemudian Udin mengganti posisi berhadap-hadapan, Yeni ditelentangkannya di ranjang dan di pinggulnya diletakkan bantal lalu ia buka paha Yeni dengan menekuk tungkai Yeni ke bahunya. Sambil tangannya merangsang Yeni kedua kalinya Udinpun meremas payudara Yeni dan mengorek isi liang kewanitaan Yeni yang telah memerah itu, lalu Yeni kembali dapat dinaikkan nafsunya sehingga mudah untuk melakukan penetrasi. Bagi Udin inilah saat-saat yang di tunggu-tunggunya, paha yang telah terbuka itu ia masukkan batang kejantanannya dengan hati-hati takut akan menyakiti liang kewanitaan Yeni yang kecil itu. Berulang kali ia gagal dan setelah sedikit dipaksakan akhirnya batang kejantanannya dapat masuk dengan pelan dan ini sempat membuat Yeni kesakitan. “Ouu.. jangan keras-keras Bang, ntar berdarah,” kata Yeni. “Sebentar ya.. Yen sedikit lagi,” kata Udin sambil mendorong masuk batang kejantanannya ke dalam liang kewanitaan sempit itu. Dengan kesakitan Yeni hanya membiarkan aksi Udin itu dan mulutnya telah disumbat oleh bibir Udin supaya Yeni tidak kesakitan. “Ooouu.. ahh.. ahh.. aahh..” hanya itu yang terdengar dari mulut Yeni dan itu berlangsung lebih kurang 17 menit dan akhirnya Udin menyemburkan air kenikmatannya dalam liang kewanitaan Yeni sebanyak-banyaknya dan ia lalu rebah di samping Yeni hingga pagi.

Permainan mesum itu berlangsung tiga kali dan membuat Yeni serasa dilolosi tulang benulang hingga ia merasa harus libur ke kantor karena ia tidak kuat dan energinya terkuras oleh Udin malam itu.

Sejak kejadian itu hampir setiap kesempatan mereka selalu melakukan hubungan gelap itu, karena Yeni telah berada dibawah pengaruh pelet Udin dan saat suaminya datang Yeni pandai mengatur jadwal kencannya sehingga tidak membuat curiga suami dan masyarakat di desa itu, mereka kadang-kadang melakukan hubungan seks di gubuk Udin yang memang agak jauh dari rumah penduduk lainnya. Yenipun rajin menggunakan pil KB karena ia juga takut hamil karena hubungan gelapnya itu dan suatu hari ia terlupa dan ia positif hamil, ia amat gusar dan karena pintarnya Yeni memasang jadwal dengan suaminya maka suaminya amat suka cita dan padahal Udin tahu benih itu adalah anaknya karena hampir tiap ada kesempatan ia melakukanya dengan Yeni sedang dengan suaminya Yeni hanya sekali 20 hari dan tidak rutin. Akhirnya anak Yeni lahir di kota karena saat akhir kehamilannya, Yeni pindah ke kota sesuai permintaan suaminya, tidak ada kemiripan anaknya denagn Beni yang ada hanya mirip Udin. Sejak Yeni berada di kota, secara sembunyi-sembunyi Udin menyempatkan diri untuk berkencan dengan Yeni karena Yeni sudah tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh pelet Udin.

Mbak Dian Pembantu Seksi

Wednesday, December 24th, 2008

Kriteria pembokat gue dengan postur body menantang toket ukuran 36 B plus bokong yang bak bemper yang padet, tinggi badannya kira kira 160 dan berkulit putih…. karena pembantu gue ini orang asal Kota Bandung, umurnya sekarang kira kira 29 tahun. silakan bayangkan gimana bodynya, gue aja kalo liat dia lagi ngepel langsung otomatis dede yang di dalem celana langsung mengeliak saat bongkahan dadanya memaksa keluar dari celah kerah bajunya.

Terkadang di pikiran gue terlintas pemikiran kapan yang bisa nyicipin tubuh montok pembokat gue yang aduhai itu… udah naga bonar gak bisa di ajak kompromi lagi, liat sedikit aja langsung bangun dari tidurnya…
Pernah suatu hari gue lagi mau ganti baju di dalam kamar pas waktu itu gue lupa ngunci pintu… tiba tiba gue kaget pembokat gue masuk tanpa ngetuk ngetuk lagi, mungkin dia pikir udah lama kerja sama keluarga gue n udah kenal gue dari gue masih SD…
“Eh…, lagi ganti baju ya… Donn” kata pembantu gue sambil buka pintu kamar gue tanpa ada rasa kegelisahan apa apa saat liat gue gak pake apa apa… cuma tinggal CD aja yang belom gue lepas.
“Mbak, ketok dulu dong kalo mau masuk kamar Donny… gimana kalo pas masuk Donny lagi telanjang…” celetuk gue sama dia
“Emangnya kenapa sih Donn, saya kan udah lama kerja di keluarga Donny… ,lagian’kan waktu masih SD juga kamu suka pake CD aja kalo di rumah…”. Kata Dian sama gue yang kayaknya acuh terhadap posisi gue yang telanjang.
“Mbak… itu’kan dulu, waktu saya masih SD. Sekarang’kan saya sudah besar… Mbak memang gak malu yah liat saya kalo telanjang bulat gak pake apa apa…” celetuk asal keluar dari mulut.
“Iiiihhh…. malu gapain… lagian saya juga gak mau liat… yah udah sana kalo mau ganti baju, mbak mau beresin kamar kamu nih yang berantakan mulu tiap hari kayak kandang sapi…”
Karena dia menjawab dengan rasa yang tidak keberatan kalo gue ganti baju disaat ada dia. Dengan santai gue mulai turunin CD gue yang nutupin kont*l gue yang udah mulai agak kenceng dikit…
Tanpa sengaja gue tangkap lirikan matanya yang memandang ke arak selangkangan gue yang di tumbuhin rambut yang lebat…

“Nah… tuh ngeliatin mulu… katanya tadi mbak Dian gak mau liat, sekarang liat mulu…”
“Siapa yang liat… wong saya lagi beresin sprei yang berantakan ini kok…” bantah dia karena malu mungkin kepergok ngelihat kearah selangkangan gue.
AKhirnya gue tinggal dia di dalam kamar gue yang sedang beresin kamar gue yang berantakan itu, di luar gue jadi teringat gimana yah caranya buat bisa nikmatin tubuh pembantu gue yang bahenol ini… dan gue rasa dia juga kayaknya penasaran sama kont*l gue yang gede ini… buktinya beberapa kali gue pergokin dia ngelirik terus kearah gue.

Pas suatu hari libur, hari minggu keluarga gue pada pergi ke rumah kerabat gue yang mau nikahin anaknya.
“Donny… kamu mau ikut gak. Mama semuanya mau pergi ke pesta pernikahan anaknya tante Henny di Bandung…”. Tanya Mama gue.
“Kapan pulangnya Ma,…” Jawab gue sambil ngucek ngucek mata karena baru bangun…
“Mhhhmmm,… mungkin 2 hari deh baru pulang dari Bandung, kan capek dong Donn… kalo langsung pulang…
kamu tanya kapan pulang, kamu mau ikut gak… atau mau di rumah saja” tanya mamaku kembali…
“Kayaknya dirumah aja deh Ma… abis capek ah, jauh… lagian besok Donny ada acara sama teman teman Donny…” jawab
ku seraya kembali membenamkan kepalaku kembali ke bantal…
“Yah udah… mama mau berangkat jalan kamu baik baik yah jaga rumah… mau apa minta aja sama Mbak dian…”
“Dian… Dian… Dian…” panggil Mamaku
“Iyah Nyah…, Maaf saya lagi nyuci. Kurang denger tadi Nyonya panggil. Kenapa Nyah…” Jawab Mbak Dian
Sambil datang dari belakang yang ternyata sedang cuci baju… baju yang dikenakan sebetulnya tidaklah menantang, namun
karena terkena air sewaktu mencuci menjadi bagian paha dan dadanya seakan transparan menantang…
“Dian… kamu jaga rumah yah selama saya dan tuan pergi ke Bandung”
“Iyah Nyah… ,” jawab kembali pembokat gue itu ke mama gue…

Setelah kira kira selang beberapa jam setelah keberangkatan mamaku… akhirnya aku keluar dari kamar hendak buang air kecil.
Perlu Bro Bf ketahui jarak antara tempat pembantu gue nyuci sama kamar mandi deket banget… waktu gue jalan ke kamar mandi, gue liat pembantu gue yang lagi nyuci baju dengan posisi duduknya yang buat naga di dalam cd gue bangun…
Pembantu gue pake T shirt putih yang tipis karena dah lama di tambah lagi kaosnya kena air, secara langsung keliatan jelas banget BH krem yang dipake pembantu gue berserta paha mulusnya yang udah agak terbuka karena duduknya hingga keliatan CD putihnya…
“Anjriiit, mulus juga nih pembantu gue meskipun udah janda anak satu tapi dari paha dan teteknya masih keliatan kenceng, kayak cewek yang belum pernah kesentuh sama laki laki”.oceh gue dalam hati sambil kencing trus ngelirik ke pahanya yang mulus itu.
Sambil kencing gue mikir gimana caranya buka omongan sama pembantu gue, biar gue bisa agak lamaan liat CD dan teteknya yang aduhai itu… pantes banyak tukang sayur selalu suka nanyain Mbak Dian mulu kalo tiap pagi…
“Mbak gimana kabar Ani, sekarang udah umur berapa… Mbak Dian kok bisa sampai cerai sih sama suaminya”Iseng gue tanya seputar hubungan dia sama mantan suaminya yang sekarang udah cerai, dan kenapa bisa sampai cerai… gugup juga sih gua waktu nanyanya kayak gue nih psikolog aja…

“Kok tiba tiba Donny tanya tentang itu sih sama Mbak… ”
“Gak pa pa kan Mbak… ”
“Anak mbak sekarang udah umur lima tahun, mbak cerai sama suami mbak karena dia pengangguran… mau nya enak doang.
Mau bikinnya tapi gak mau besarin. Yah… lebih baik mbak minta cerai aja. masa sih mbak sendiri yang banting tulang cari uang,
sedangkan suami mbak cuman bangun, makan, main judi sampai subuh… males Donn punya suami pengangguran, lebih baik
sendiri… sama aja kok” Jawab pembantu ku panjang lebar, seraya tangannya tetap membilas baju yang sedang ia cuci.

Ini dia masuk ke dalam dialog yang sebenarnya… akhirnya pembicaraan yang gue maksud agar gue arahin pembicaraan hingga tentang persoalan hubungan intim.

“Lah… bukannya enakan punya suami, mbak… daripada gak ada…”
“Enak dari mananya Donn… punya suami sama gak punya sama aja ah…”
“Loh beda dong mbak…”
“Beda dari mananya Donn… coba jelasin, aah kamu ngomongnya kayak kamu dah pernah ngerasain menikah aja sih Donn…”
tanya pembantuku sambil bercanda kecil.
“Yah beda lah mbak… dulu kalo masih ada suami kan kalo lagi pengen tinggal minta sama suami mbak… sekarang udah cerai
pas lagi pengen… mau minta sama siapa…” Jawab gue sambil menjuruskan kalimat kalimat yang gue tuju ke hal yang gue
inginin.
“Maksud Donny apa sih… mau apa. Ngomongnya jangan yang bikin mbak bingung dong Donn…”
“Gini mbak, maksudnya apa mbak gak pernah pengen atau kangen sama ini nya laki laki…” waktu gue ngomong gitu sambil gue turunin dikit celana pendek gue, trus gue keluarin punya gue ngadep ke depan mukanya…

“Iiih gede banget punya kamu Donn… punya mantan suami mbak sih gak begitu gede kayak gini…” Jawab mbak dian sambil melotot ke kont*l gue yang udah Super tegang, karena dari tadi udah minta di keluarin.
“Kangen gak sama Kont*l laki laki mbak…” tanya kembali saya yang sempat membuyarkan pandangan mbak dian yang dari
setadi tak lepas memandang kont*lku terus.
“…… waduh mbak gak tahu deh Donn…, kalo punya mbak dimasukin sama punya kamu yang gede kayak gini. Gimana rasanya
mbak gak bisa ngebayangin…”
“Loh… mbak saya kan gak tanya apa rasanya di masukin sama punya saya yang lebih gede dari punya mantan suami mbak. Saya kan cuman tanya apa mbak gak kangen sama punyanya laki laki”Padahal didalam hati gue udah tahu keinginan dia yang pengen ngerasain kont*l gue yang super size ini…
“mmmmhhhhh… maksud mbak dian sih… yah ada kangen sama punya laki laki… tapi kadang kadang mbak tahan aja, abis
mbak kan dah cerai sama suami… ” jawab mbak dian yang keliatan di pipinya merona karena merasa jawabannya ngawur
dari apa yang gue tanyain ke dia”
“Mbak… boleh gak saya pegang tet*k mbak ”
“Iiihh… Donn kok mintanya sama mbak sih, minta dong sama pacar Donny… masa sama mbak…”
“Yah… gak pa pa sih, saya mau ngerasain begituan sama mbak dian… gimana sih begitu sama ce yang udah pernah punya
anak… boleh yah mbak… ” kata gue sambil mendekatkan kont*l gue lebih dekat ke mulutnya…
“iiih donny… punya kamu kena mulut mbak nih… memangnya kamu gak malu gituan sama mbak dian…” jawab mbak dian sambil merubah posisi duduknya sambil menghadap ke kont*l gue dan ngelepasin baju yang sedang dia bilas…
“Yah gak lah kan gak ada yang tahu… lagian kan gak ada yang tahu, kan sekarang gak ada orang selain mbak dian sama saya”
jawab gue sambil yakinin ke dia, biar di mau kasih yang gue pengen.
“Tapi jangan keterusan yah… trus kamu mau di apain sama mbak…”
“Mbak mulutnya di buka dikit dong, saya mau masukin punya saya ke dalam mulut mbak dian…”
“Iih… gak ah jijik… masa punya kamu di masukin ke dalam mulut mbak… mbak gak pernah lakuin kayak gini sama mantan
suami mbak, gak ahh… ” tapi posisi tangannya sekarang malah megang kont*l gue sambil ngocok ngocok maju mundur.
“Cobain dulu mbak enak loh… anggap aja mbak dian lagi kemut permen lolipop atau es krim yang panjang” rayu gue ngarep
mbak dian mau masukin kont*l gue ke dalam mulutnya yang mungil itu.

Akhirnya permintaan gue diturutin tanpa banyak ngomong lagi mbak dian majuin mukanya kearah kont*l gue yang udah
super tegang itu kedalam mulutnya yang mungil… sementara dia kemut kont*l gue maju mundur yang terkadang di selingin jilatan jilatan yang bikin gue pegang kepalanya trus gue tarik maju hingga kepala kont*l gue mentok sampe kerongkongan mbak dian.
“Ooooooh… mbak emut truuuus mbak…. ennnnak banget” sambil tangan gue mulai turun megang tet*knya yang mengoda itu.
Tangan gue masuk lewat kerah kaosnya, trus langsung gue remes kera tet*knya… Tangan mbak dian juga kayaknya gak mau
kalah sama gue. Dia malah makin ngedorong pantat gue dengan tangannya hingga hidungnya nempel sama jembut gue…

Karena tempatnya kurang tepat untuk bertempur lalu gue ajak mbak dian ke ruangan tengah sambil ngemut kont*l gue jalan ke ruangan tengah. Perlu di ketahui mbak dian merangkak seperti anjing yang haus sex gak mau lepas dari kont*l gue, merangkak berjalan ngikutin langkah kaki gue yang mundur ke arah ruang tengah.
Gue liat mulutnya yang mungil sekarang terisi kont*l gue… tangannya sambil remas remas buah dadanya sendiri…
” Mbak dian lepasin dulu dong kont*l saya, buka dulu baju mbak dian. Entarkan mbak juga nikmatin sepenuhnya punya saya…”
” Donnn…. punya kamu enak banget… mbak kira dari dulu jijik kalo liat ce ngemut punyanya cowok… ehh ternyata nikmatnya
bener bener bikin ketagihan Donn…”

Dengan cepat cepat mbak dian membuka seluruh baju dan roknya yang tadi basah karena kena air… Wooow, sungguh pemandangan yang sangat indah… kini di hadapan gue telah ada seorang wanita yang telanjang tanpa tertutup sehelai benang… berjalan menghampiri gue dengan posisi doggie style mbak dian kembali memasukkan kont*l gue ke dalam mulutnya yang mungil itu.
Dengan jels bisa gue liat buah dada yang gelantungan dan bongkahan pantat yang begitu padat, yang slama ini udah banyak bikin kont*l gue penasaran pengen di selipin diantara bongkahan itu…
nafas suara mbak dian semakin lama semakin membara terpacu seiringin dengan birahi yang selama ini terkubur di dalam dirinya. Sekarang terbangun dan mendapatkan suatu kepuasan seks yang selama ini ia tahan tahan.
Sementara mbak dian ngemut kont*l gue, gue remas tet*knya yang menantang itu terkadang gue pegang MQ nya yang ternyata udah banjir oleh cairan kenikmatan.
Gue tusuk tusuk jari tengah gue ke dalam mem*knya hingga mbak dian ngeluarin desahan sambil meluk pantat gue…

” Mmmmhhhhh….. ooooooohhhhhh……” desahannya begitu menambah gue buat semakin cepat menusuk nusuk liang kenikmatannya semakin cepat.
“Donnn…..OOooooohhhh…. Donnn… enak donnn… enak….” Desahan mbak dian benar benar membuat semakin terangsang…
tusukan jari yang gue sodok sodok pun semakin gencar…

” Aaaaaahhhh…. Donnnyyyyyy…. OOOhhhhh Dooooonnn… mbakkkkk….. mmmmbb….. klllluuuaar… ” bersamaan dengan desahan mbak Dian yang panjang, akhirnya mbak Dian telah mencapai puncak kenikmatannya yang terasa di jari tengah yang
gue sodok sodok ke lubang MQ nya waktu mbak Dian menyemprot cairan kenikmatannya….
Karena mbak Dian telah mengalami organismenya yang pertama, maka Gue pun tak mau kala. Irama sodokkan kont*l gue percepat kedalam mulut mbak Dian berkali kali hingga desahan panjang gue pun mulai keluar yang menandakan sperma gue akan muncrat… [IMG]file:///D:/PRIVE/kmpln%20carita/pembantu%20dian_files/anuanuan.gif[/IMG]

” Mbak Donny mau kkkkelllluaaar…. aaaaahhhh…. sedot mbak… sedot peju Donny…. ” kata gue sama Mbak Dian sambil menahan kepalanya untuk memendamkan kont*l gue hingga masuk ke tenggorokannya. Namun Mbak Dian meronta ronta tidak menginginkan sperma gue keluar di dalam mulutnya… sia sia rontahan mbak Dian Sperma gue akhirnya keluar hingga penuh di dalam mulutnya.
Crroooot…. Crooot… crooot… [IMG]file:///D:/PRIVE/kmpln%20carita/pembantu%20dian_files/crotz.gif[/IMG] akhirnya Gue semburkan berkali kali peju gue di dalam mulut mbak Dian. Meskipun pada saat Mbak Dian tidak ingin menelan Sperma gue namun gue memaksanya untuk menelannya dan menikmati Sperma gue yang segar itu.

Posisi mbak Dian masih sama seperti sebelumnya, namun sekarang kakinya seperti kehilangan tenaga untuk menahan berat badannya mengalami kenikmatannya… dari sela sela bibirnya mengalir sisa spermaku yang di jilat kembali. Tubuh mbak Dian kini terkapar tak berdaya namun menampilkan sosok wajah penuh dengan kepuasan yang selama ini tak ia dapatkan.
Melihat expresi wajahnya membuat gue kembali semakin nafsu… karena dari tadi gue anggap hanyalah pemanasan.

Gue berjalan mendekat ke tubuh mbak dian yang sedang lemes… trus menelentangkan posisi tubuhnya dan gue rengangkan kedua belah pahanya. Dengan tangan sebelah kanan gue genggam kont*l gue yang udah tegang terus menerus mengesek gesekan kepala kont*l gue di atas permukaaan Mem*k mbak dian yang udah licin, basah karena cairan kenikmatan milik mbak dian. Saat Gue mau menjebloskan kont*l gue yang udah menyibak bibir mem*knya, tiba tiba mbak dian menahan dada gue dan berharap gue gak masukin kont*l gue ke dalam mem*knya yang sudah lima tahun gak pernah terisi sama kont*l laki laki…

Karena saat itu nafsu gue udah sampe otak, gue dah gak perduli lagi sambil tetap ngeliat ke bawah tempat dimana kont*l gue sekarang akan menembus liang kenikmatan yang sungguh sungguh mengiurkan…

“Tenang mbak tahan dikit… saya ngerti mungkin kont*l saya terlihat terlalu besar dibandingkan mem*k mbak. Tapi nanti disaat
udah masuk kedalam mem*k mbak… nikmatnya akan 10x lipat nikmat yang pernah mbak dian rasain sama mantan suami
mbak…” gue bisa liat di matanya takut saat detik detik gue akan menghujang basoka yang besar ini kedalam mem*knya yang terbilang sempit…
” Dooonnnn….. peeellllannn… mbak ngeri liat punya kamu yang besar banget itu…. ” kata mbak Dia sambil melirik ke arah basoka rambo yang siap mengaduk gaduk isi mem*knya.
” Iya… Donny coba pelan pelan masukin nya… mbak tahan dikit yah… mungkin karena dah lama aja mbak kali mbak… ” kataku kembali kepada mbak Dian seraya meyakinkan hatinya.

Sambil kembali menaikkan kembali libidonya, gue gesek gesek kepala kont*l gue tepat diatas bibir mem*knya yang mulai kembali basah sama cairan kewanitaannya. Terkadang gue selipin sedikit demi sedikit ke dalam liang mem*knya mbak Dian, lalu gue tarik kembali dan mengesekkan kembali ke itil nya yang merah segar itu.
sleep…sleep… sleeep… mungkin sangkin basahnya mem*k mbak Dian hingga mengakibatkan suara seperti itu….
” hhmmmmm… eeee… ssstttt….. Donnn… Donnn… Kamu apain punya mbak Dian. ” tanya mbak Dian sambil matanya terpejam mengigit bibir bawahnya sendiri…
” Donn… udah dong… jangan bikin mbak Dian kayak gini trus…. masukkin aja Donn ”
” Mbak mohon kasihan kamu… entot*n mbak… mbak gak tahan lagi… ooohhh… eemmmm… ” rengge mbak Dian sama gue mengharap segera kont*l gue masuk ke dalam mem*knya dan memompa dia.

” Tahan mbak yah… ” lalu tanpa menunggu jawaban selanjutnya ku tancapkan seluruh batang kont*l gue yang udah dari tadi mau mengobok gobok isi mem*knya.
” Doooooonn…… ” sahut mbak Dian di saat pertama gue terobos mem*knya, tangannya langsung merangkul leher gue. Seperti orang yang mengantungkan setengah badannya.
” Pelan… pelan… Donn… nyeri… bannngeet …”

Namun gue gak sahutin ucapan mbak Dian, karena gue lagi nikmatin sesuatu yang memijit kont*l gue yang terkadang menyedot yedod kont*l gue ini. Rasanya begitu nikmat hingga gue tanjap lagi lebih dalam sampai terasa kont*l gue mentok di dasar rahim mbak Dian yang motok ini.
Desahan liar mbak Dian pun semakin tak karuan… terkadang dengan tangannya sendiri mbak Dian memelintir puting susunya yang udah mengeras…

” Gimana Mbak masih sakit… sekarang rasanya apa… enak gak mbak… ” tanya ku kepada mbak Dian setelah gue liat raut mukanya yang penuh dengan expresi kenikmatan. Gerakkannya dan goyangan pinggulnya yang mengikuti irama enjotan gue pun semakin lama semakin liar. Kadang kadang pantatnya di hentakkan ke atas yang berbarengan dengan sodok sodokkan yang gue hujam ke mem*knya.
” Donnn… Donnn… kamu hebat banget… Donnnn….”
” Donnn… mmmmmaaauuu… mmmmmbbbaaakk keluar lagi nih… OOOOOoooooohhh ” Cengkraman tangannya di punggungku dan lipatan kedua kakinya pada pinggangku bersamaan dengan erangan panjang yang menandai bahwa mbak
Dian akan menyemburkan air maninya untuk kedua kalinya…

Karena gue masih ngaceng dan semakin bertambah bernafsu setelah ngeliat raut muka seorang janda beranak satu ini merasa kepuasaan, lalu tanpa banyak buang waktu lagi.
Gue langsung membalikkan tubuh mbak Dian dan memintanya untuk menungging, ternyata mbak Dian tanpa bertanya kembali ia menuruti permintaan gue yang ingin cepat cepat menghajar kembali mem*knya…
” Donnn, kamu memang hebat Donn… mbak baru pertama kali di ent*t sama laki laki lain selain mantan suami mbak sendiri ”
” Donnn, sekarang kamu mau apain aja mbak ikutin aja… yang penting mbak bisa ikut nikmatin peju kamu Donn… ” kata mbak Dian sambil mempersiapkan mem*knya dengan membersihkan mem*knya dari cairannya sendiri yang mengalir hingga di kedua pangkal pahanya. Beberapa kali ia seka mem*knya sendiri hingga bersih dan terlihat kering kembali… dan siap untuk di santap kembali.

Sekarang di hadapan gue mbak Dian sudah siap dengan 2 pasang bongkahan pantatnya yang masih kenceng, dengan posisi kepalanya lebih rendah dari pada pantatnya. Liang kewanitaannya seakan akan menantang Kont*l gue untuk memompa mem*knya mbak Dian kembali…
Jelas terlihat belahan bibir mem*knya yang membuka sedikit mengintip dari celah daging segar karena barusan gue ent*t.
Dengan tangan sebelah kanan gue pegang batang kont*l gue dan tangan sebelah kirinya gue membuka belahan pantatnya yang mulus sambil terkadang gue usap permukaan mem*knya yang tandus bukan karena suka di cukur namun memang sudah keturunan, setiap wanita dikeluarga tidak akan memiliki bulu/jembut pada mem*k. Sungguh indah sekali pemandangan yang terpampang, mem*k yang mengiurkan terjepit oleh dua bongkahan pantatnya yang bahenol itu.
Kumajukan kont*l gue hingga menempel di permukaan mem*k mbak Dian, mengorek gorek permukaan mem*knya dengan kepala kont*l gue. Ternyata apa yang gue lakukan ini sangat dinikmati oleh mbak Dian sendiri… yang terkadang selalu mendesah setiap kali bibir mem*knya tersibak karena gesekan kepala kont*l gue.

Lalu dengan gerakan perlahan gue tusuk mem*k mbak Dian perlahan biar sesasi yang timbul akan semakin nikmat disaat itilnya ikut masuk bersama dengan dorongan kont*l gue yang mulai terpendam.
” Geli banget Donn rasanya… tapi lebih enak Donn rasanya daripada sebelumnya… ”
” Donn… lebih keras…. Donn… entot*n mbak… puasin mbak Donn… ” pinta mbak Dian sembari memeras buah dadanya sendiri.
” Donn… lagiii… laggiii… Donn… lebiiihhh.. kencenggg lagi… ” pinta kembali mbak Dian sambil mulutnya yang ter engap engap seperti ikan yang baru saja keluar dari air.

Hujangan kont*l ku kini semakin cepat dan semakin gencar ke dalam mem*knya… hingga menimbulkan suara suara yang terjadi karena sodokan sodokan kont*l gue itu. Tingkat aktivitas yang gue lakukanpun kini semakin gencar. Tangan gue memeras buah dada mbak Dian hingga erangan mbak Dian pun semakin menjadi tak kala hentakan kont*l gue yang kencang mengesek dinding liang kewanitaannya.
Cukup lama juga gue mengent*t*n mbak Dian dengan style doggie ini, hingga gue menyuruh mbak Dian berganti variasi seks. Posisi mbak dian sekarang tidur terlentang namun kakinya menimpa pada kaki sebelahnya dan badannya agak miring, dengan posisi ini mem*knya yang terhimpit terlihat seakan membentuk belahan mem*k.
Lalu kembali lagi gue masukin kont*l gue yang masih keras ini kedalam mem*k mbak Dian, dengan tangan sebelah gue menahan di pinggulnya. Kali ini dengan mudah kont*l gue masuk menerobos liang kewanitaannya, enjotan gue kali ini benar benar nikmat banget karena sekarang posisinya kont*l gue serasa di jepit sama pantatnya.
Setiap dorongan kont*l gue menimbulkan sensasi yang lebih di raut muka mbak Dian. Mukanya mendahak ke arah gue sambil memegang lengan tangan sebelah kiri sambil mulutnya terbuka seperti pelacur yang haus kont*l kont*l para pelanggan setianya.

” Mbak… enak gak… kont*l Donn… ” tanya gue sama mbak Dian dengan nafas yang telah terengah engah.
” Enaaaak… Donnn …. Truuus …. Donnn…. jgan brenti… ”
” Ngomong mbak Dian kalo mulai saat ini mbak memang pelacur Donn… mbak suka banget sama kont*l Donn…” Suruh gue ke mbak Dian buat niru ucapan gue.
” Mbak memang pelacur Donnny… kapan aja Donnny mau… mbak layani… sssstt… Dooonn… ”
” Mbak suka bngeeeeet… koooont*l Donnnnyyy… ennnntot*n mbak Diannn tiap hari Donnnn… entot*n… entot*n…. trussss ”

Mendengar seruan mbak Dian yang tertahan tahan karena nafsu yang besar kini sudah menyelubungi seluruh saraf ditbuhnya, menambah birahi gue semakin memuncak. Menambah gue semakin cepat dan cepat mengent*t*n mbak Dian, sampai sampai goyangan buah dadanya seiringan dengan dorongan yang gue berikan ke dalam mem*k…

Akhirnya mbak Dian kembali mencapai puncaknya kembali, sambil memasukan jarinya kedalam lubang anusnya sendiri…
” Donnnn… mbak.. mmmmau… kllllluaaar laaagi…. ooooooohhh…Doooonnn…. ” erang mbak Dian yang hendak memuncratkan air semakin membuat ku terangsang karena mimik mukanya yang sungguh sungguh mengairahkan.
Dengan badan yang telah lunglai, mbak Dian terkapar seperti orang yang lemah tak berdaya. Namun pompaan kont*l gue yang keluar masuk tetap gak berhenti malah semakin lama semakin cepat.

Tiba tiba gue ngerasain sesuatu yang berdenyut denyut disekitar pangkal kont*l gue. Dengan keadaan mbak Dian yang sudah tidak berdaya aku terus mengent*t*n mem*knya tanpa memperdulikan keadaan mbak Dian yang sekujur tubuhnya berkeringat karena kelelahan setelah gue entot*n dari setadi.

” Mbaaaak… Dooonnn…nyyy mmmaaau.. kkklarrrr… Aaaahhhh…. ” Seruku disaat sesuatu hendak mau menyembur keluar dan terus menerus memaksa.
Crrrooot… Crrrooot… CCrooot… akhirnya gue tersenyum puas dan mencabut kont*l gue dari dalam mem*k mbak Dian dan menghampiri mbak Dian dan memangku kepalanya dan meminta mbak Dian membersihkan bekas bekas peju gue yang bececeran di selangkangan gue…

Gak pernah gue sia sia in saat berdua dirumah… setiap saat gue mau, langsung gue ent*t mbak Dian. Saat mbak Dian lagi ngegosok baju tiba tiba gue sergap dia dari belakang dan langsung buka celananya dan gue ent*t mbak Dian dalam keadaan berdiri dan slalu gue keluarin di dalam mem*knya dan yang terkadang gue suruh mbak Dian sepong kont*l gue lalu gue keluarin di dalam mulutnya serta langsung di nikmatin peju gue itu… katanya nikmat manis…
Hari hari yang sangat sungguh indah selama beberapa hari gue selalu ent*tin mbak Dian dengan berbagai variasi seks… hingga sampai mbak Dian sekarang hebat dalam mengemut kont*l gue… Mbak Dian pun gak pernah menolak saat gue membutuhkan mem*knya karena dia juga sudah ketagihan sodokan kont*l gue. Sering malam malam mbak Dian suka masuk ke kamar gue dan suka sepongin kont*l gue hingga gue bangun dan langsung gue ent*t mbak Dian.

Terjebak Nafsu

Tuesday, December 23rd, 2008

Namaku Yani, seorang istri berumur 25 tahun. Selama dua tahun perkawinanku dgn Awang, 28 tahun penuh dengan kebahagiaan dan ketentraman hati, apalagi setelah lahir buah cinta kami menambah suka cita bagi kami. Namun kebahagiaan yang sampai sebelum itu terjadi adalah milik kami berdua, harus terbagi antara suami dengan Tatang yang tak lain adalah teman suamiku semenjak kuliah di suatu perguruan tinggi negeri ternama di kota malang. Kejadian itu bermula dari keisengan suamiku yang suatu ketika mengajukan ide yang sekiranya membuatku terhenyak. Disuatu malam disaat setelah menidurkan si kecil, kami berbincang-bincang ringan dengan tangannya yang sambil memeluk pinggangku dengan hangatnya.
“ Sayang, kamu punya obsesi liar ndak” Tanya suamiku suatu ketika dengan tiba-tiba.

“ Obsesi liar apa nih maksudnya, Mas?” Heran dengan penuh selidik dariku.

“ Maksudku obsesi liar ya…yang pastinya berhubungan dengan Sex” Jawabnya seketika itu juga.

“ Ndak juga tuh, semua yg udah kuterima darimu sangatlah sempurna bagiku” Bantahku saat itu .

“ Ehm…bagaimana kalo km mendapatkan dari orang lain, bukan dari aku?”Tanyanya kemudian.

“ Maksudnya, apa mas. Km kok aneh gini sih?” Sungguh, pertanyaan itu sangat menggelitikku untuk tahu.

“ Yach..itu, aku kok punya obsesi terpendam dari dulu. Aku merasa bernafsu sekali tiap memikirkan kamu, seandainya aku melihat km disetubuhi oleh orang lain. Kalau seumpama kita wujudkan bagaimana menurutmu?” Ucapnya dengan tatapan memilu kepadaku.

Setelah mendengar itu, kuberdiam beberapa saat sambil mengira-ngira apakah ini benar-benar ucapan dari suamiku tercinta. Sungguh tidak kukira andai suamiku memintaku untuk selingkuh. Uh..sungguh jauh sekali dari yang aku kira, selama ini dihatiku ga da yang mampu mengalahkan cintaku ke suamiku. Ga terbersitpun dari diriku tuk berniat selingkuh. Namun setelah kucoba mencerna kegelisahan hatiku, aku pun bertanya padanya dengan pelan-pelan.
“ Mas, apakah km bercanda tentang hal ini?” Apakah kamu sadar dah memintaku tuk selingkuh?” sungutku menandakan tak setuju atas tawarannya.

“ Iya sayang, aku menyadari apa yang barusan aku tawarin kekamu. Sungguh, aku merasa bergairah banget bila membayangkan hal itu. Please, andai kusuruh milih kamu pingin sama siapa sayang?” tekatnya semakin menjadi-jadi.

Terus terang, secara iseng dengan tujuan mengikuti canda suamiku dan ingin menguji seberapa kuatnya dia mencoba mewujudkan ide gilanya itu, kujawab sekenanya. Disatu pikiranku hanya terbersit nama Tatang, yach selama aku dan suamiku berpacaran seringkali aku melihat sosok yang cukup tampan dan atletis ditempat kosnya, yang pada akhirnya kuketahui dari suamiku dia bernama Tatang, teman sekampus suamiku saat itu. Aku merasa ada rasa sedikit suka padanya, bagaimana tidak dengan postur tegap ditunjang tampan juga kelihatan tidak sombong. Terlihat dari sikapnya yang kerapkali menyapaku meskipun aku tidak melihatnya suatu ketika saat ketemu disuatu tempat. Hal itulah yang terkadang membuatku sedikit banyak merasa kagum kepadanya.
“ Ehm, boleh aja wujudin ide km asal cowoknya Tatang” ujarku dengan mantap sambil mewaspadai perubahan ekspresi dari suamiku.

Ternyata benar-benar terlihat perubahan ekspresinya” Apa, Tatang…Maksudmu Tatang temen sekampusku dulu?” tanyanya dengan rasa kaget.

“Hehehe, rasain tuh gimana kalo aku ikutin permainanmu sayang” ujarku dalam hati menyambut kemenangan.
“ Iya betul, Tatang teman sekampusmu itu mas, kalau ama dia aku mau aja, tapi mainnya satu-satu ya”Jawabku seketika itu. Kulihat agak diam sesaat suamiku sebelum menjawab. Aku kira dia bakalan ga setuju, apalagi setelah dia mengetahui saat dulu Tatang terlihat sering mencuri pandang padaku. “Wah, akhirnya selesai juga neh permainan ini” batinku sambil berdoa. Namun ternyata pikiranku salah.

“ Ok, baik aku coba deh menghubungi dia” Jawabnya dengan seketika memupuskan kemenanganku.

“Oh tidak, kenapa dia menyutujui gurauanku ini ?” sesalku dalam hati. Sungguh meskipun dalam batinku aku menolaknya, namun pada dasarnya ada juga sedikit kesenangan atau lebih tepatnya rasa penasaran yang aku rasakan andai aku bisa mewujudkan obsesi itu.
“Wah tampaknya aku mulai terhanyut ama perasaan ini.” “Oh Tuhan, kenapa aku jadi bimbang begini”batinku saat itu juga.

“Kamu serius sayang, mau wujudkan obsesi ini?”ujarnya tuk menyakinkan pernyataanku barusan.
Dengan agak ragu-ragu kuiyakan pertanyaanya. “Iya, benar tapi apa dia mau juga?” tanyaku. Mengingat aku dah pernah melahirkan anak kami, pastinya bodiku sedikit banyak pasti berubah. Memang sih sebelum si kecil lahir, bodiku terbilang montok menggairahkan, itu kata suamiku lho hehehe.., dengan tinggi 160 cm, berat 48 kg, Bra 34C pastinya terlihat asyik tuk melihatnya. Namun saat ini yang sedikit berbeda adalah ukuran Bra-ku yang semakin besar dengan ukuran 38A makin menambah ,montok dadaku ini. Tetapi yang sedikit bermasalah adalah berat badanku yang masih berkisar 53 kg, membuatku kawatir akan hal ini terasa jauh dari ideal.

Tetapi secepat kilat suamiku mengetahui kekawatiranku, dan langsung menenangkanku dengan berujar “Jangan kuatir akan penampilanmu, menurutku km jauh lebih mempesona sekarang dibanding saat kita pacaran dulu”. Ujarnya berusaha menyakinkanku.

“Masak seh?”bantahku. “Aku khan tambah gendut, coba liat nih perutku”yakinku berulang kali. Namun setiap kali ku debatin mengenai penampilanku, tiap kali itu pula suamiku menenangkanku, dan memang benar akupun akhirnya merasa tenang dan PD. Mungkin karena itu juga, akhirnya pelabuhan terakhirku ke suamiku ini, dia adalah tipe cowok yang sangat mampu menyenangkan perempuan. Yang akhirnya perdebatanku ditutup dengan percumbuan yang hangat dengan persetubuhan alami yang mungkin bisa dikatakan terakhir kalinya kita melakukannya berdua.

Beberapa hari berikutnya semenjak percakapan malam itu, tepatnya saat sepulang kantor suamiku, aku diberitahukan tuk siap-siap weekend di Hotel Santika Malang keesokan harinya. “ Memangnya ada kepentingan apa Mas, kok tumben kita weekend di hotel?” ujarku penuh tanda tanya.

“Masak sih lupa ama obsesiku?” jawabnya dengan singkat.
“Oh..tidak dalam hatiku, jadi benar dia mau mewujudkan hal itu.” Batinku dalam hati.” Jadi km serius Mas, ngelakuin itu?”. “Memangnya dengan siapa cowoknya itu?”tanyaku kemudian.

“Ya..sesuai dengan permintaanmu kemarin sayang”ujarnya dengan sambil lalu memasukkan beberapa bajunya ke dalam koper.

“Maksudmu dengan Tatang,Mas?”tanyaku penuh dengan selidik. Sungguh perasaan dihatiku sangat kacau, antara mengharap kehadiran Tatang dengan menjaga keutuhanku sebagai wanita bersuami. Namun dalam benakku apakah perselingkuhan ini dinilai wajar dimana suamiku sendiri yang memperbolehkannya. “Ini bener-bener gila, rasanya sungguh membingungkan”Jeritku dalam hati. Namun apa daya, aku ingin melihat seberapa kuatnya suamiku melihat istrinya sendiri digauli oleh orang lain didepan matanya sendiri. Dengan harapan, disaat sebelum melakukan suamiku bakal langsung membatalkan hal itu. “Uh..ok akan kubuat km menyesal Mas?”ujarku dalam hati.

Dengan wajah yang berseri-seri suamiku berkata” Ya pastilah dengan Tatang, memangnya kamu minta yang laen?”. “Ya sudah pokoknya malem ini km persiapkan baju tidurmu, pilih lingerie hitam ama merah saja ya sayang” tambahnya dengan penuh semangat.

Malem itu kulalui dengan perasaan yang tidak tenang, banyak sekali yang berkecamuk dalam batinku antara mengikuti nafsu suamiku, nafsuku sendiri yang sedikit banyak agak terpengaruh, serta menolak ajakan itu. Pikirku kemudian toh ini hal ini bakal menyenangkan suamiku dan terjadi sekali aja. Namun ternyata aku keliru…

Paginya, setelah aku menitipkan anakku pada kedua orangtuaku, segera saja kubergegas memasukkan tas ke mobil Sidekick ’99 warna hijau metalik. “Mengenang honey moon,Ma”ujarku singkat ke orangtuaku disaat ditanya alasanku menginap dihotel. Kemudian mobilpun mengantarkan kami ke tempat itu. Tak berapa lama kemudian kami sampai dilobi hotel buat reservasi kamar, yang ternyata suamiku dah memesannya sebelumnya.
Dalam perjalanan menuju kamar, tangan suamiku melingkarkan ke pinggangku sambil berujar “Kamu siap khan sayang, ini pasti menjadi pengalaman yang mengasyikkan buat kita”.
” Uh..kok dia ga membatalkan ini ya..apakah memang dia dah siap melihat istrinya disetubuhi oleh Tatang” dalam batinku berharap. Yang pasti akan kulihat seberapa jauh permainan ini.

Sekitar 45 menit berlalu aku dan suamiku menunggu di kamar hotel itu. Selama itu pula tak henti-hentinya Awang, suamiku melihat arloji yang terpasang dipergelangan tangan kanannya seraya berharap Tatang bisa cepat datang.

“Mas, kamu yakin Tatang akan datang, jangan-jangan dia hanya mempermainkanmu saja” tanyaku ke dia dengan harapan bisa segera dibatalkan. Namun ternyata tak berapa lama kemudian ada dering telepon ke hanphone suamiku, dan ternyata yang telpon adalah Tatang, dan dia sudah ada dilobi hotel. “Oh, Tuhan akhirnya hal itu akan terjadi disini”batinku dalam hati. Rasa deg-degan semakin kencang mana kala Tatang segera menuju ke kamar ini.

Tak berapa lama kemudian, suara bel kamar berbunyi. Langsung saja Awang,suamiku beringsut menuju pintu tuk membuka dan memastikan kalo yang datang adalah Tatang. Benar juga, dilihat dari teriakan gembira kecil suamiku, aku pastikan kalau itu adalah Tatang. Deg..dadaku terasa semakin tidak berirama dan semakin cepat manakala Tatang mulai memasuki kamar ini. Kulihat dia melemparkan senyum manisnya kediriku sambil menyapa “Bagaimana kabarmu,Yan? ujarnya ramah.
“Baik,bagaimana denganmu?”balasku ke dia.
“Baik juga, oh ya kamu terlihat sexy ya sama seperti terakhir kita ketemu dulu”ujarnya merayuku.
“Ah,..kamu ada-ada saja, biasa aja lagi” ujarku dengan tersipu malu. Jujur, rasanya aku mulai menikmati permainan ini. Yach, bisa dibilang Tatang sekarang lebih terlihat tampan daripada dulu, aku sungguh-sungguh dibuatnya panas dingin dengan penuh rasa tidak percaya bakal bertemu dengannya lagi. Namun, itu tak berlangsung lama setelah suamiku memecahkan kebisuanku dengan memintaku tuk berganti baju. Segera saja kupenuhi dengan menuju kamar mandi. Disana aku memilih lingerie yang warna hitam, dengan kainnya yang tipis sehingga apapun yang ditutupi akan tersetak dan terlihat jelas, ditambah jenis celana dalamnya yang sangat mini, bisa dikatakan hanyalah penghias karena celana itu ga sepenuhnya menutupi vaginaku ini.
Segera saja, dengan perasaan berdebar-debar keberanikan diriku melangkah menuju Tatang dan suamiku yang sedang berbincang-bincang. Saat mereka menyadari kehadiranku dengan pakaian ini, terlihat sekali ekspresi Tatang yang telihat kaget penuh nafsu memandangku.
Serta merta dia beringsut dari tempat duduknya menujuku. Dengan pelan dan penuh penghayatan, dia memberanikan diriku memelukku dengan hangatnya. Kulirik suamiku, ternyata dia memperhatikan kami dengan seksama. Tak kulihat ada raut muka ketidak setujuannya terhadap perlakuan tatang kepadaku. Hal itu memberiku keberanian tuk mencium bibir Tatang. “ehm..muach…oohh..” rintihku disaat bibirku dibalas dengan pagutannya yang melumat bibirku ini dengan ganasnya. “Kamu sungguh sexy sekali yani”ujarnya kepadaku. Tak Cuma itu saja, kedua tangannya yang semula memelukku mulai berani mempermainkan buah dada dan vaginaku. Gesekan demi gesekan yang dilakukannya padaku menambah birahiku semakin tinggi. Aku sangat menikmatinya, sampai ta kusadari aku berdesis penuh kenikmatan. Oh, Tatang..ehmm..ohh enak Tang..”ujarku lirih disaat dia mulai memainkan bibir dan lidahnya ke payudaraku. Sungguh ga kukira aku bisa menikmatinya seperti ini. Satu persatu bajunya dia copot dengan ta sabarnya tuk ingin merengkuhku lebih. Segera saja dia mulai menuntunku ke tempat tidur dengan menyisakan celana dalam saja yang dia pakai. Kemudian dengan pintarnya sambil mengulum payudaraku, tangan satunya telah memainkan klitorisku dengan hebatnya. “oh..Tatang, sayang..hmm..oochh..enak sekali, terusss..sayaaang”pintaku tuk jangan menghentikan aktivitasnya. Terasa bawah vaginaku telah mengalir cairan bening dengan derasnya. Sambil bersungkut dan senyum kepadaku, dia melepaskan celana dalamku. “Oh..apakah persetubuhan ini akan terjadi”batinku dalam hati.

Antara menikmati dan bimbang aku beranikan diri memegang penisnya yang sudah dari tadi tegak berdiri. Kuelus-elus batang penis itu. “Oh tuhan, inikah penis Tatang?”ujarku dalam hati. Sungguh penisnya sangat kokoh, keras, dan kulihat sangat menabjubkan. Meskipun kurang lebih sama dengan punya suamiku, namun penis tatang punya kekhasan yaitu agak bengkok kesamping dengan kepala penisnya yang besar dan merah saat kulihat seksama. Dengan naluriah kucium dan kukulum penisnya sambil kujilati scrotum-nya. “Oh..enak banget Yan, aku dah memimpikan hal ini sejak lama”ujarnya kepadaku. Ternyata semenjak aku pacaran ama suamiku dulu, aku adalah fantasi sex baginya. Kurang lebih 5 menit aku mengulum penisnya sampai akhirnya dia mendorongku tuk berbaring di tempat tidur. Kemudian giliran dia yang meng-oral vagina ini. Sangat ga kusangka, dia belajar dimana bisa mengoral seenak ini. Pertama dia sapukan lidahnya dari bawah ke atas, kemudian memutar2kan beberapa saat dibagian atas yang kemudian dilanjutkan ketengah. Begitu saja terus menerus dia lakukan hal itu. Sampai akhirnya..”ochh..Tang..aku mau KELUAAARR” erangku sambil menggapit kepalanya dengan kedua pahaku sambil menjambak rambutnya. “OOhh…sstttss..ohh enaknya sayang…”erangku lagi mengiringi orgasmeku yang pertama. Beberapa lamanya aku dibiarkannya tuk menikmati orgasmeku, yang kemudian dengan lembutnya dia membuka pahaku kesamping. Oh..rasanya persetubuhan ini akan terjadi. Saat kulirik ke suamiku, tampak dia dah mulai menggosok-gosokkan penisnya dengan tangan. Ada rasa kagum tersendiri dan begitu sexy sekali diriku disaat bisa orgasme didepan suami dan tentunya Tatang pastinya.

Kemudian mulai Tatang menindihku dengan menggosok-gosokkan penisnya ke vaginaku. Wah, sensasi ini sungguh amat sangat menyiksa batinku. Belum usai kenikmatan atas orgasme yang barusan kudapatkan harus merasakan kenikmatan gesekannya. “OOcchh..Ach..Hmm..Achh.enak banget..masukin cepat Tang..Achh?!”ujarku ta sabar menerima penisnya dalam vaginaku. Segera setelah itu, dia mengarahkan penisnya ke vaginaku. Bless..Ochh, enak banget apalagi disaat dia mulai memaju mundurkan penisnya itu. Tangannyapun ta ketinggalan dengan meremas-remas kedua payudaaraku ini sungguh ta terbayangkan rasanya.Ta berapa lama kemudian”Occhhh..ahh..Ochhh..aku kellluuaaarr laagiii”. “ Achhh..”jeritku sambil merengkuh tubuh Tatang dengan eratnya. Benar-benar nikmatnya, ternyata benar adanya hal ini membuat kenangan tersendiri buat kami. Segera sesudahnya Tatang memintaku tuk posisi jongkok. Disini aku dah tau apa yang dimauinya, karena aku dan suamiku sering melakukan posisi ini. Kemudian mulai lagi pergulatan kami, dengan nafas dan keringat yang bercucuran pada diri kami masing-masing, Tatang tetap mempertahankan posisi itu dengan menyodok berulang-ulang. Tampak terlihat dari mukanya dia begitu suka dengan posisi ini. Begitu juga denganku, bagi para wanita posisi ini memberikan stimulasi maksimum pada liang vagina yang sudah dalam fase nikmat. Hingga akhirnyaa…” Acchh..aku keluar Yani…OOchh…..crott..croot..crott..” dia muntahkan spermanya di pantatku. Hingga beberapa lamanya dia diam membisu dengan mata terpejam coba menikmati semaksimum mungkin orgasmenya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar