Rabu, 18 Agustus 2010

ratna dumila Super Mom ??..

Super Mom ??..

Saya selalu terkesima dan takjub tiap kali melihat foto sosok selebriti wanita Hollywood yang ada di halaman majalah life style sedang menggendong atau menggandeng putra/putri kecilnya. Sebagian besar digambarkan di situ, sang ibu sedang mengenakan pakaian modis lengkap dengan kacamata hitam lebar, tas besar di bahu kanan, dan sang anak menggelayut di bahu sebelahnya. Terkadang mereka hanya berjalan berdua namun tak jarang lengkap dengan sang ayah yang juga dari kalangan selebriti. Pokoknya keren deh!! Dan selalu ada selipan kalimat : “She is super mom..”

Super mom.., ya super mom..

~

Belakangan ini saya merasa bahwa waktu untuk Alya terasa sangat mahal. Tidak ada yang berubah dengan jadwal jam kantor semua masih sama dan rasional, 9 jam/hari. Namun ini lebih pada respon Alya yang mulai beranjak besar dan sadar tentang keberadaan mamanya. Jika beberapa bulan yang lalu ia lebih konsen dengan Baby TV dan Telletubbies ketika mamanya berangkat kerja maka tidak dengan sekarang. Ia akan mengikuti hingga mobil saya keluar garasi dan menantikan pintu penumpang depan dibuka. Si manis ini rupanya ingin ikut ibunya bekerja. Sesekali jika waktu tidak terlalu mepet saya sempatkan untuk mengajaknya putar kompleks rumah, namun lain waktu saya harus acuhkan permintaannya itu. lalu apa yang terjadi? ia akan menangis, air matanya membasahi pipi gembilnya, matanya memerah, suaranya meronta. “Jangan nangis dong, Alya. Mama khan mau kerja cari uang buat beli susu sama biar Alya mandi bola lagi besok…”. Bujukan itu tak mempan, ia tetap menangis. Dan dalam perjalanan ke kantor, teguh saya luluh dan berujar dalam hati…”tega benar saya ini…”.

Pulang kantor juga akan ada aksi susulan. Jika si Ita, baby sitter membuka pintu garasi maka tak lama kemudian Alya dengan langkah tunak-tunuk-nya akan mengikuti dari belakang. Ia akan memamerkan senyumnya dan tangannya akan memeluk kaki saya tanda ingin minta digendong. Namun ketika saya ajak masuk ke rumah, Ia menangis. Manis saya ini agaknya ingin diajak jalan-jalan. Mungkin ia bosan di rumah terus menerus sepanjang hari, dan kemudian berharap dapat hiburan meski sekedar dengan keliling naik mobil atau mampir ke Indomaret dekat rumah. Sekali saya turuti, namun lain waktu juga tidak.

Ketika pagi memulai hari, saat Alya masih terlelap usai shubuh saya langsung online khan internet. Sekedar check email, facebook, YM dan menjenguk beberapa situs berita untuk tahu apa yang terbaru. Lalu tak lama ketika Alya terbangun, biasanya saya akan menyambutnya dengan kecupan di pipi dan berkata ”Good morning, cantik.. selamat pagi”. Butuh waktu beberapa menit untuk dia connect dengan sadar dan saya pun kembali konsen dengan internet. Tapi ketika ia mulai menyadari keberadaan saya dan meminta diajak main, saya justru mengacuhkan atau menanggapi dengan konsentrasi sekenanya. Ah, saya malu sekali menulis pengakuan ini. Tapi saya ingin membuat pengakuan dosa kali ini.

Maka inilah saya dan Alya.

~

Pagi ini saya mengajak Alya ke mall. Kami singgah di tempat bermain anak karena memang ini tujuan utamanya. Ada fasilitas arena mandi bola dengan tarif Rp30.000/ jam. Saya tinggalkan alya dan baby sitternya di sana sementara saya dan ayahnya memilih untuk pergi ke toko buku. Sesampainya di toko buku, saya menuju ke bagian buku ibu dan anak. Sebuah buku merah muda menarik perhatian saya. Lupa saya judulnya, kalau tidak salah ; ”ayo bercerita..”. Saya buka sekilas halaman demi halaman. Buku itu secara garis besar menegaskan betapa pentingnya bercerita pada anak sebelum tidur termasuk meski anak usianya masih sangat kecil. Saya balik lagi halaman buku itu dan ada beberapa contoh cerita pengantar tidur. Entahlah, tiba-tiba saya terasa tertampar dengan isi buku di tangan saya. Bercerita sebelum tidur? Pernahkah saya melakukannya untuk Alya? Saya rasa iya, tapi sudah lama sekali dan saya hentikan kebiasaan itu karena saya pikir toh Alya belum tahu apa yang saya bicarakan. Tapi bukan itu masalahnya.. saya kemudian tersadar bahwa keegoisan kesibukan saya selama ini membuat melupakan sosok Alya yang seharusnya jadi bintang di hidup saya. Sudah berapa lama saya tak lagi meluangkan waktu berdua untuk ngobrol “serius” dan tak sekedar basa-basi padanya? Sudah berapa lama saya tidak mencurahkan 100% perhatian pada sosok malaikat kecil saya ini?

Saya terlalu angkuh dan berpuas diri dengan merasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Saya dengan sombongnya sembunyi di balik kalimat : “mama pergi kerja cari uang buat Alya..” padahal saya terkadang lupa siapa itu sosok Alya dalam kehidupan hari-hari saya.

Maka butuh waktu untuk menata hati atas perasaan bersalah yang saya sadari pagi ini. Sebuah buku cerita anak saya bawa pulang dalam kantong belanja dan saya ingin segera menyusul Alya di arena bermain. Menciumnya dan bilang maaf.. maaf yang sangat sungguh.

~

Saya penuhi janji saya hari ini. Sengaja saya tak online kan internet di rumah hingga Alya terlelap. Selepas magrib, saya ajak dia jalan kaki puter kompleks rumah. Ia berjalan dengan riang dan berceloteh dengan bahasa yang ia tahu sendiri tapi tetap saya tanggapi seakan paham. Ia berjalan meninggalkan saya lalu menunggu mamanya menyusul. Sesekali ia di belakang lalu ketika saya bilang “dada Alya…ayo ke sini…”, dia berlari mengejar dan memeluk kaki saya. Tawanya bersahutan dengan tawa saya. Ia membaca ketulusan saya malam ini.

Sebuah cerita karangan saya tentang “putri mandi bola” menjadi pengantar tidurnya. Ia terlelap dalam senyum.

Maka malam ini dan malam selanjutnya, saya akan berusaha bacakan cerita pengantar tidur untuknya. Untuk menebus hilangnya waktu kami yang seharusnya mutlak milik bintang mungil saya..

Semoga seterusnya dan tak lagi saya ingkar…

~

Ah Alya.., mama memang bukan super mom.. Tapi sayang.., mama akan lakukan yang terbaik untuk Alya,. Tiba-tiba malam ini saya teringat suatu hari di bulan Mei 2008, ketika pertama kali perut saya di USG. Sebuah titik berdetak tampak dalam layar monitor di ruang praktek dokter kandungan. ”Bu Ratna, selamat ya.. Ibu hamil..”. Tangan saya mengelus perut dan pipi saya basah air mata haru..

NB: saya menulis cerita ini saat Alya tidur..

Tak menggugat sempurna …
August 1st, 2010 by Ratna Dumila

terkadang manusia tersesat

tak tahu arah pulang

dan berjejal dengan kepura-puraan

lalu hampa sendiri

terkadang manusia sendiri

tak tahu kemana harus bersandar

menaruh punggung tak kunjung tegak

tak selamanya kokoh…

berdamai dengan masa lalu

ada nyaman di sana

tak perlu ku menjadi matahari

karena ia akan menerimaku meski hanya bintang

tak perlu ada yang kututupi

karena akan menerima apa adanya

tak akan menggugat sempurnaku

ia tahu lemah kurangku

aku pulang ke rumah

aku beranjak ke hangat asal muasalku

aku disadarkan sejatinya jiwa

aku tanggalkan resahku..

selamanya aku di sini..

tak ingin menggurat resah

tak ingin hilang lagi

aku kenal dia..

aku pulang…

Murung..

July 31st, 2010 by Ratna Dumila

Malam ini dalam perjalanan pulang ..

Kusaksikan bulan menggantung di pelataran langit hitam

Belum bulat sempurna, masih ada sebagiannya gelap

Kutangkap ada pesan.. bulan malam ini murung..

Maka tampaklah sinarnya muram

Tak ada gairah, tak ada marah, tak pula damai

Bulan hanya menjalankan tugasnya, tanpa nama

Hanya berbekal resah

Maka aku sekenanya mendampingi bulan

Kutanya kenapa malam ini ia lara

Makin redup cahayanya,

Makin mengiris jiwa

Tak bisa kupaksa bulan malam ini gagah sebagai penguasa malam

Ia tak ubahnya pria yang terluka

Selamat malam..

Maaf tak bisa ku hapus dukamu

Beristirahatlah..

Tak lama lagi tugasmu berganti matahari..

Tapi janji..

Besok bertemu kembali..

Jangan murung, sayang..

Hambar

July 23rd, 2010 by Ratna Dumila

(Jumat, 23 Juli 2010 – 23.10 )

kurasa hangat perlu selimuti tubuhku

secangkir teh manis hangat saran yang baik..

kuseduh dengan air panas..

kubiarkan asapnya menggumpal lalu berurai di udara

dan aroma teh samar menari-nari di penciumanku…

kurasa aku bisa damai dengan memutar-mutar cangkir ini

kuruapi makna di sini..

ada banyak harap..

tapi entah mengapa saat ini..

teh hangatku hambar..

rasa gula dan pahit dan asamnya bias..

tak ada makna, tak ada kesan, tak ada gairah seperti yang sebelumnya..

tak sentuh lidah, tak pula sampai hati..

tak seperti biasanya..

mungkin ku jenuh..

atau aku tak jujur atau dia teh ini yang tak jujur padaku..

bisa jadi aku ada dendam, atau penuh dengan kepura-puraan

tak tulus untuk menerima isi cangkir ini apa adanya..

terkadang aku membandingkan dengan yang lain..

berbeda dengan nuansa sebelumnya..

kurasa hambar..

entah mengapa ketika harapku besar..

Mengertilah..

July 13th, 2010 by Ratna Dumila

Teruntuk sahabatku di sana,

Selasa dini hari ini kusempatkan menulis surat untukmu. Bagiku terlalu penat untuk terus memikirkan pertikaian kita yang tengah berjalan. Ketika akhirnya kau memutuskan persahabatan kita dengan cara tiba-tiba, kurasai sebuah belati tajam menghunus dadaku. Aku berusaha bernafas panjang, namun dekap erat amarah dan sakit terlanjur membuat pengap udara. Kuingat kata-katamu saat itu :”kita berhenti di sini. Cukup.. sekali aku mengucapkan kalimat ini pantang aku cabut kembali”..

Sahabat..,

Mengertikah kau tentang perasaan sayangku padamu. Bahwa terlalu banyak kekagumanku tentangmu. Bahwa terlalu melimpah banggaku dengan pintarmu. Bahwa terlalu tinggi aku berharap kau menjadi seseorang suatu hari kelak. Bahwa besar harapanku tentang tunas baikmu untuk menjadi pohon besar rindang keberhasilan. Aku selalu mendukungmu, kawan..

Maka wajarlah jika aku selalu ada di sampingmu, di belakangmu, dimanapun kau berada, di sela doa-doa sholatku. Namun sahabat agaknya tak tepat jika aku terus membuaimu dengan pujian dan juga selalu kata sepakat. Agaknya kau harus belajar tentang beda pendapat, tentang caci maki, tentang pertentangan, tentang pro kontra. Maka saat itu kucoba untuk berada di posisi itu. Bukankah kita dua kepala sahabat yang tak selalu sejalur dalam aral yang sama? Bukankah tak selamanya pula kau akan selalu menemui orang seperti aku? Sahabatku sayang, mengertilah alasanku.. buang dulu prasangka bencimu padaku.

Lalu kau mengapa kau begitu marah? Mengapa kau pelihara keras hati dan keras kepalamu? Aku tahu kau pasti akau makin membenciku dengan kalimat itu, tapi kurasa aku juga punya hak bicara kawan. Jangan terlalu subur kau cintai egoismu, mungkin juga aku sama denganmu. Kita benturkan sifat kita yang sama sama keras. Namun kukira tidak dengan cara ini..

Sahabat.., tak ingin ku mencelakaimu. Sebenci apapun itu..Kau adalah salah satu bagian penting hidupku. Aku akui akupun juga tak sepenuhnya lapang dada mengingat kau. Ada butiran dendam , kesal, amarah yang tersisa. Tapi kukira aku tak ingin memperpanjang pertikaian ini. Kau tahu kenapa? Karena ini sangat menyiksa.. sangat amat sangat menyiksa..

Sahabat.., kenanglah waktu kita bersama. Kita pernah manis berdua. Jangan lagi kau ingat jelekku karena tak akan habis kau mendustai sayangmu. Semoga itu bisa redakan egomu. Aku pun ingin mengguyur panas dendam ini dengan perdamaian.

Kurasa ilmumu tak mendidikmu untuk menjadi seorang pemarah dan pemegang prinsip keliru yang sejati. kukira gurumu dulu juga pernah mengajarkanmu tentang tak baik menyimpan benci berlama-lama. Kukira etika mu yang tinggi tak lantas membuatmu gagah dengan terus menuai angkara. Toh kita telah sama-sama dewasa. tak lantas putus akal, karena satu pertengkaran lalu usai semuanya.

Jauh dalam hatiku.., tulus kusayangimu sahabat. Jangan tunggu waktuku berakhir.

Bicaralah kawan.. mulai kita dengan awal yang baru sebagai seorang sahabat ya …seorang sahabat..

Aku menunggu ..

Ketika esok kau ingat aku..

July 8th, 2010 by Ratna Dumila

Kurasa kau akan kecewa padaku. Aku tak punya minat yang sama denganmu untuk menghabiskan sisa waktu keliling dunia. Kuakui aku adalah manusia lemah karena tak punya mimpi muluk sepertimu. Tak juga punya ruang yang cukup untuk menampung rumus, ensiklopedi, ilmu baru layaknya otakmu yang selalu berputar tiap detiknya tanpa henti.

Aku mungkin termasuk orang-orang yang pasrah. Hanya sederhana, sangat sederhana. Maka, aku bertanya padamu, mungkinkah menerimaku yang jauh berbeda denganmu? Jangan kau jawab, Sayang. Nanti..nanti..

Mungkin saat ini kita punya rel yang berbeda. Tapi entahlah firasatku yakin suatu saat rel itu akan bersinggungan dan bertemu pada satu titik. Hela nafasmu akan seirama dengan hela nafasku. Ritmemu akan seiring dengan hentakan nadiku.

Lalu berlarilah kau dengan sejuta rencanamu. Rencana rencana hebatmu. Yang aku tahu hanya beberapa dan itulah yang membuatku selalu kagum dan tersenyum padamu. Lalu kau kemari padaku kemudian kau akan berlari lagi..

Tak apa kau lupa mengirim kabar dan menulis surat padaku. Aku yakin Tuhan memberimu umur panjang. Dan sangat kuat teguhku bahwa kau akan kembali lagi menjumpai aku..

Berlarilah mengejar layang layangmu yang meliuk membelah angkasa. Berkejaranlah kau dengan kereta yang akan membawamu ke ujung dunia. Berlarilah mengejar pintu gerbang mimpi yang terbuka. Berlarilah kau mengejar bahagiamu saat ini, besok, lusa, nanti, dan di masa depanmu.

`

Jangan dulu kau risau tentangku. Seperti janjiku, aku menunggumu di sini, Sayang. Kapan pun kau cari, kau masih ingat tentang tempat ini bukan?

Seperti ku katakan padamu dahulu. Mimpiku tidak muluk, Sayang. Aku ingin tinggal di rumah sederhana sekitaran kaki Gunung Merapi. Sebuah petak sawah untukku belajar bertani. Satu bukit kecil untukku menyiangi rumput. Sebuah gelas kopi tubruk dan pisang goreng di kala senja menjemput. Lalu bergemalah langgam jawa, yang menyadarkan aku bahwa aku memang bagian dari komunitas ini.

Akan lepas semua beban dan kepura-puraanku selama ini.

~

Ya sayang, aku menantimu di sini. Jika ingatanmu lekat padaku, maka kau akan ingat bahwa inilah mimpi yang selalu membayangiku selama ini. Dan ketika kau kembali menemuiku dan akhiri semua petulanganmu, kemarilah ke sini. Akan aku habiskan waktuku bersamamu hingga tak pernah kau merasa sendiri. Menulislah apa yang ada terbetik dalam pikiranmu, aku menemanimu. Berceritalah padaku, maka aku simak. Menyanyilah.., mungkin kau suka menyanyi? ..

Semuanya semuanya.., kau lakukan di sini.. Karena inilah perhentian terakhirku, mungkin perhentian terakhirmu juga..

Hingga berakhirnya waktuku, sungguh aku ingin tenang di sini. Merawatmu dan juga dirawatmu..

Berjanjilah.., suatu saat kelak jika rodamu berhenti.. Bersua kita di Yogyakarta..

Maka izinkanlah malam ini aku menangis..

June 20th, 2010 by Ratna Dumila

Tuhan, selamat malam..

Di tengah keegoisanku, kali ini aku menghadap

Aku ingin kita berbincang sejenak

Ah, seharusnya aku tahu bahwa Kau seharusnya aku ajak bicara setiap saat

Tidak hanya di kala aku sedang bodoh seperti ini..

Terkadang manusia begitu angkuhnya

Merasa paling kuat dari beringin tua sekalipun

Merasa tak akan lapuk dengan zaman

Merasa kokoh dan maha ..

Maka izinkanlah malam ini aku menangis..

Menangis di tengah keterpurukanku..

Menangisi kebodohanku yang tak kunjung habis sumbunya

Menangisi ketegaranku yang luruh..

Menangisi keputusanku yang salah..

Menangisi ketidakberdayaanku..

Maka malam ini izinkanlah aku menangis..

Menangisi bahwa benar aku bukan yang sempurna..

Menangisi karena aku tak tahan lagi menyimpan getir dalam senyum..

Menangisi karena tak ada lagi yang bisa aku singgahi..

Menangisi bahwa ke tempat aku harus berlari pun, aku tak temukan jiwa..

Menangisi ketersesatan yang tak berakhir..

Menangisi semua hampa kosong..

Menangisi karena tak ada seutas tali pun yang bisa diraih dan dipegang ujungnya..

Menangisi penyesalan penyesalan kosong..

Menangisi berada di jalan yang salah dan tak bisa berbalik..

Menangisi karena tak tahu lagi harus berlari kemana untuk sembunyi dan mengambil nafas..

Menangisi bahwa usahaku untuk mempertahankan apa yang aku pikir baik adalah sia sia..

Bahwa dengan sekuat jiwa ragaku aku tak mampu mendaulat apapun untuk bisa menjadi pelita..

Tuhan, sibukkah Kau malam ini?

Ah lagi-lagi aku menganggapMu jauh dariku..

Bencikah Kau padaku Tuhan?

Ah terserah jawabMu.. aku toh tak bisa mengubah ketetapanMu..

Kuharap Kau sedikit beri aku dispensasi untuk bisa memberiku sayangMu lagi..

Boleh aku minta sesuatu?

Malam ini dan seterusnya beradalah di sampingku, berjanjilah tidak lagi pergi..

Jangan beri aku mimpi apapun..

Aku hanya ingin kita berdua saja..

Saint and Cinnamons

June 8th, 2010 by Ratna Dumila

Ikutlah denganku

Malam ini aku ingin menculikmu

~

Duduklah di sudut café kopi itu

Aku akan memesan vanilla latte dan tiramisu

Kau.., pesanlah sesuai maumu

Lihatlah keluar

Hujan rintik di sana

Perciknya bercermin di kaca jendela

Ku harap kau menyukainya ..

Mengalunlah selarik merdu

Bukan lagu kita, tapi cobalah nikmati ..

Kali ini aku beranikan menatap mata itu

Aku membeli waktumu

Berkisahlah melagu

Lepaskanlah beban, ego, gengsi ..

Ceritakan tentang kita, tentang pekerjaan,

tentang anak, tentang rumah, tentang sekolah,

tentang baju, tentang sepak bola, tentang masa lalu..

Semuanya..semuanya..

Waktu ini begitu mahal

Jangan muda terbenam

Seruput pelan kopimu..

Jangan terburu dulu

Sekali lagi ku tegaskan..

Waktu ini sangat mahal..

Yang raib hingga jadi jurang

Antara kau dan aku..

Di Saint and Cinnamons..

Kita bertemu..

stasiun terakhir..

June 5th, 2010 by Ratna Dumila

Bahwa hidup adalah kereta

Yang selalu mencari persinggahan terakhir

beristirahat lelah menderu lintas waktu

yang ku cari, Kau..

stasiun pertama telah ku singgahi

tak senyaman yang ku cari..

stasiun kedua telah ku lintasi

tak temu tenang berada..

stasiun ketiga, keempat dan kelima..

hanya jeda nafas terengah sementara..

kulintasi selanjutnya, selanjutnya, selanjutnya..

hanya hampa rasa..

aku mengumpat dalam..,

kenapa selalu tertuju persinggahanmu..

bukan yang lain

lelah merasa dan mencoba..

terbentang waktu panjang,

perjalanan terjal dan melorong.

Berdengung sengau telinga..

sunyi dalam ramai..

Percaya..,

Beberapa depa lagi stasiun terakhirku

Ku singgahi selamanya..

Tunggu sampaiku..

..

June 4th, 2010 by Ratna Dumila

Ingin aku petik bulan..

Ku simpan rapat di dalam sini

Tak bisa dibuka lagi

Tak boleh pergi

Lalu mata tajam milikmu bertanya

Kenapa bulan itu tak boleh pergi

Haruskah dibalas dengan kata

Maka jika terus waktu berdetik..

Kelak kau akan tahu

Kenapa ku harus tega monopoli bulan..

Karena matahari telah redup

Guncangkan gravitasi hidup

Sejenak aku bergedup dalam gelap..

Ada yang menyadarkanku..,

Bulan masih bisa terang meski temaram

Namun kelak yakinku ia bisa jadi matahari..

Bahkan dengan semburat bintang di lingkarnya..

Lalu.., masihkah matamu menanyakan jawab??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar