Kamis, 26 Agustus 2010

Sri Janda Kembang Penuh Nafsu

Sri Janda Kembang Penuh

Kumpulan Cerita Dewasa.Telah belasan tahun berpraktek aku di kawasan kumuh ibu kota, tepatnya di kawasan Pelabuhan Rakyat di Jakarta Barat. Pasienku lumayan banyak, namun rata-rata dari kelas menengah ke bawah. Jadi sekalipun telah belasan tahun aku berpraktek dengan jumlah pasien lumayan, aku tetap saja tidak berani membina rumah tangga, sebab aku benar-benar ingin membahagiakan isteriku, bila aku memilikinya kelak, dan kebahagiaan dapat dengan mudah dicapai bila kantongku tebal, simpananku banyak di bank dan rumahku besar.

Namun aku tidak pernah mengeluh akan keadaanku ini. Aku tidak ingin membanding-bandingkan diriku pada Dr. Susilo yang ahli bedah, atau Dr. Hartoyo yang spesialis kandungan, sekalipun mereka dulu waktu masih sama-sama kuliah di fakultas kedokteran sering aku bantu dalam menghadapi ujian. Mereka adalah bintang kedokteran yang sangat cemerlang di bumi pertiwi, bukan hanya ketenaran nama, juga kekayaan yang tampak dari Baby Benz, Toyota Land Cruiser, Pondok Indah, Permata Hijau, Bukit Sentul dll.

Dengan pekerjaanku yang melayani masyarakat kelas bawah, yang sangat memerlukan pelayanan kesehatan yang terjangkau, aku memperoleh kepuasan secara batiniah, karena aku dapat melayani sesama dengan baik. Namun, dibalik itu, aku pun memperoleh kepuasan yang amat sangat di bidang non materi lainnya.

Suatu malam hari, aku diminta mengunjungi pasien yang katanya sedang sakit parah di rumahnya. Seperti biasa, aku mengunjunginya setelah aku menutup praktek pada sekitar setengah sepuluh malam. Ternyata sakitnya sebenarnya tidaklah parah bila ditinjau dari kacamata kedokteran, hanya flu berat disertai kurang darah, jadi dengan suntikan dan obat yang biasa aku sediakan bagi mereka yang kesusahan memperoleh obat malam malam, si ibu dapat di ringankan penyakitnya.

Saat aku mau meninggalkan rumah si ibu, ternyata tanggul di tepi sungai jebol, dan air bah menerjang, hingga mobil kijang bututku serta merta terbenam sampai setinggi kurang lebih 50 senti dan mematikan mesin yang sempat hidup sebentar. Air di mana-mana, dan aku pun membantu keluarga si ibu untuk mengungsi ke atas, karena kebetulan rumah petaknya terdiri dari 2 lantai dan di lantai atas ada kamar kecil satu-satunya tempat anak gadis si ibu tinggal.

Karena tidak ada kemungkinan untuk pulang, maka si Ibu menawarkan aku untuk menginap sampai air surut. Di kamar yang sempit itu, si ibu segera tertidur dengan pulasnya, dan tinggallah aku berduaan dengan anak si ibu, yang ternyata dalam sinar remang-remang, tampak manis sekali, maklum, umurnya aku perkirakan baru sekitar awal dua puluhan.

“Pak dokter, maaf ya, kami tidak dapat menyuguhkan apa apa, agaknya semua perabotan dapur terendam di bawah”, katanya dengan suara yang begitu merdu, sekalipun di luar terdengar hamparan hujan masih mendayu dayu.
“Oh, enggak apa-apa kok Dik”, sahutku.
Dan untuk melewati waktu, aku banyak bertanya padanya, yang ternyata bernama Sri.

Ternyata Sri adalah janda tanpa anak, yang suaminya meninggal karena kecelakaan di laut 2 tahun yang lalu. Karena hanya berdua saja dengan ibunya yang sakit-sakitan, maka Sri tetap menjanda. Sri sekarang bekerja pada pabrik konveksi pakaian anak-anak, namun perusahaan tempatnya bekerja pun terkena dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Saat aku melirik ke jam tanganku, ternyata jam telah menunjukkan setengah dua dini hari, dan aku lihat Sri mulai terkantuk-kantuk, maka aku sarankan dia untuk tidur saja, dan karena sempitnya kamar ini, aku terpaksa duduk di samping Sri yang mulai merebahkan diri.

Tampak rambut Sri yang panjang terburai di atas bantal. Dadanya yang membusung tampak bergerak naik turun dengan teraturnya mengiringi nafasnya. Ketika Sri berbalik badan dalam tidurnya, belahan bajunya agak tersingkap, sehingga dapat kulihat buah dadanya yang montok dengan belahan yang sangat dalam. Pinggangnya yang ramping lebih menonjolkan busungan buah dadanya yang tampak sangat menantang. Aku coba merebahkan diri di sampingnya dan ternyata Sri tetap lelap dalam tidurnya.

Pikiranku menerawang, teringat aku akan Wati, yang juga mempunyai buah dada montok, yang pernah aku tiduri malam minggu yang lalu, saat aku melepaskan lelah di panti pijat tradisional yang terdapat banyak di kawasan aku berpraktek. Tapi Wati ternyata hanya nikmat di pandang, karena permainan seksnya jauh di bawah harapanku. Waktu itu aku hampir-hampir tidak dapat pulang berjalan tegak, karena burungku masih tetap keras dan mengacung setelah ’selesai’ bergumul dengan Wati. Maklum, aku tidak terpuaskan secara seksual, dan kini, telah seminggu berlalu, dan aku masih memendam berahi di antara selangkanganku.

Aku mencoba meraba buah dada Sri yang begitu menantang, ternyata dia tidak memakai beha di bawah bajunya. Teraba puting susunya yang mungil. dan ketika aku mencoba melepaskan bajunya, ternyata dengan mudah dapat kulakukan tanpa membuat Sri terbangun. Aku dekatkan bibirku ke putingnya yang sebelah kanan, ternyata Sri tetap tertidur. Aku mulai merasakan kemaluanku mulai membesar dan agak menegang, jadi aku teruskan permainan bibirku ke puting susu Sri yang sebelah kiri, dan aku mulai meremas buah dada Sri yang montok itu. Terasa Sri bergerak di bawah himpitanku, dan tampak dia terbangun, namun aku segera menyambar bibirnya, agar dia tidak menjerit. Aku lumatkan bibirku ke bibirnya, sambil menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Terasa sekali Sri yang semula agak tegang, mulai rileks, dan agaknya dia menikmati juga permainan bibir dan lidahku, yang disertai dengan remasan gemas pada ke dua buah dadanya.

Setalah aku yakin Sri tidak akan berteriak, aku alihkan bibirku ke arah bawah, sambil tanganku mencoba menyibakkan roknya agar tanganku dapat meraba kulit pahanya. Ternyata Sri sangat bekerja sama, dia gerakkan bokongnya sehingga dengan mudah malah aku dapat menurunkan roknya sekaligus dengan celana dalamnya, dan saat itu kilat di luar membuat sekilas tampak pangkal paha Sri yang mulus, dengan bulu kemaluan yang tumbuh lebat di antara pangkal pahanya itu.

Kujulurkan lidahku, kususupi rambut lebat yang tumbuh sampai di tepi bibir besar kemaluannya. Di tengah atas, ternyata clitoris Sri sudah mulai mengeras, dan aku jilati sepuas hatiku sampai terasa Sri agak menggerakkan bokongnya, pasti dia menahan gejolak berahinya yang mulai terusik oleh jilatan lidahku itu.

Sri membiarkan aku bermain dengan bibirnya, dan terasa tangannya mulai membuka kancing kemejaku, lalu melepaskan ikat pinggangku dan mencoba melepaskan celanaku. Agaknya Sri mendapat sedikit kesulitan karena celanaku terasa sempit karena kemaluanku yang makin membesar dan makin menegang.

Sambil tetap menjilati kemaluannya, aku membantu Sri melepaskan celana panjang dan celana dalamku sekaligus, sehingga kini kami telah bertelanjang bulat, berbaring bersama di lantai kamar, sedangkan ibunya masih nyenyak di atas tempat tidur.

Mata Sri tampak agak terbelalak saat dia memandang ke arah bawah perutku, yang penuh ditumbuhi oleh rambut kemaluanku yang subur, dan batang kemaluanku yang telah membesar penuh dan dalam keadaan tegang, menjulang dengan kepala kemaluanku yang membesar pada ujungnya dan tampak merah berkilat.

Kutarik kepala Sri agar mendekat ke kemaluanku, dan kusodorkan kepala kemaluanku ke arah bibirnya yang mungil. Ternyata Sri tidak canggung membuka mulutnya dan mengulum kepala kemaluanku dengan lembutnya. Tangan kanannya mengelus batang kemaluanku sedangkan tangan kirinya meremas buah kemaluanku. Aku memajukan bokongku dan batang kemaluanku makin dalam memasuki mulut Sri. Kedua tanganku sibuk meremas buah dadanya, lalu bokongnya dan juga kemaluannya. Aku mainkan jariku di clitoris Sri, yang membuatnya menggelinjang, saat aku rasakan kemaluan Sri mulai membasah, aku tahu, saatnya sudah dekat.

Kulepaskan kemaluanku dari kuluman bibir Sri, dan kudorong Sri hingga telentang. Rambut panjangnya kembali terburai di atas bantal. Sri mulai sedikit merenggangkan kedua pahanya, sehingga aku mudah menempatkan diri di atas badannya, dengan dada menekan kedua buah dadanya yang montok, dengan bibir yang melumat bibirnya, dan bagian bawah tubuhku berada di antara kedua pahanya yang makin dilebarkan. Aku turunkan bokongku, dan terasa kepala kemaluanku menyentuh bulu kemaluan Sri, lalu aku geserkan agak ke bawah dan kini terasa kepala kemaluanku berada diantara kedua bibir besarnya dan mulai menyentuh mulut kemaluannya.

Kemudian aku dorongkan batang kemaluanku perlahan-lahan menyusuri liang sanggama Sri. Terasa agak seret majunya, karena Sri telah menjanda dua tahun, dan agaknya belum merasakan batang kemaluan laki-laki sejak itu. Dengan sabar aku majukan terus batang kemaluanku sampai akhirnya tertahan oleh dasar kemaluan Sri. Ternyata kemaluanku cukup besar dan panjang bagi Sri, namun ini hanya sebentar saja, karena segera terasa Sri mulai sedikit menggerakkan bokongnya sehingga aku dapat mendorong batang kemaluanku sampai habis, menghunjam ke dalam liang kemaluan Sri.

Aku membiarkan batang kemaluanku di dalam liang kemaluan Sri sekitar 20 detik, baru setelah itu aku mulai menariknya perlahan-lahan, sampai kira-kira setengahnya, lalu aku dorongkan dengan lebih cepat sampai habis. Gerakan bokongku ternyata membangkitkan berahi Sri yang juga menimpali dengan gerakan bokongnya maju dan mundur, kadangkala ke arah kiri dan kanan dan sesekali bergerak memutar, yang membuat kepala dan batang kemaluanku terasa di remas-remas oleh liang kemaluan Sri yang makin membasah.

Tidak terasa, Sri terdengar mendasah dasah, terbaur dengan dengusan nafasku yang ditimpali dengan hawa nafsu yang makin membubung. Untuk kali pertama aku menyetubuhi Sri, aku belum ingin melakukan gaya yang barangkali akan membuatnya kaget, jadi aku teruskan gerakan bokongku mengikuti irama bersetubuh yang tradisional, namun ini juga membuahkan hasil kenikmatan yang amat sangat. Sekitar 40 menit kemudian, disertai dengan jeritan kecil Sri, aku hunjamkan seluruh batang kemaluanku dalam dalam, kutekan dasar kemaluan Sri dan seketika kemudian, terasa kepala kemaluanku menggangguk-angguk di dalam kesempitan liang kemaluan Sri dan memancarkan air maniku yang telah tertahan lebih dari satu minggu.

Terasa badan Sri melamas, dan aku biarkan berat badanku tergolek di atas buah dadanya yang montok. Batang kemaluanku mulai melemas, namun masih cukup besar, dan kubiarkan tergoler dalam jepitan liang kemaluannya. Terasa ada cairan hangat mengalir membasahi pangkal pahaku. Sambil memeluk tubuh Sri yang berkeringat, aku bisikan ke telinganya, “Sri, terima kasih, terima kasih..”

Archive for the ‘Setengah Baya’ Category

Ngentot Mama Lina Seksi

Wednesday, May 20th, 2009

Kumpulan Cerita Dewasa.Nama ku Rendi, telah beristri, bekerja di sebuah Perusahaan Swasta, Istriku cukup lumayan, cantik dan bahenol, namun yang akan aku ceritakan ini bukan soal hubungan seks ku dengan istri ku, tapi soal hubungan ku dengan seorang setengah baya, yang setatusnya adalah tante, tapi kami sekeluarga memanggilnya dengan kata Mama, hal ini wajar, agar bisa lebih akrab dan dekat.

Mama Lina, itulah sebutan dan nama dari tante istriku, Mama Lina adalah Istri dari Paman Istriku, maaf beliau (Mama Lina) adalah Istri kedua dari Paman Istriku, Cantik, tidak terlalu tinggi, wajar sebagaimana pribumi, kulitnya terbilang putih, mulus, walau bersetatus tante atau lebih tua dari istriku tapi belum terbilang tua, karena dia istri kedua dari Paman Istriku, semua lekuk tubuh sensualnya masih mengencang, mulai dari payudaranya, masih terangkat keatas dan bulat menonjol menggairahkan, putingnya juga masih seperti milik seorang gadis, perutnya belum mengendor, begitu juga pinggul dan pantatnya masih menonjol.

Anda tahu apa sebabnya ? ialah karena Mama Lina tidak pernah hamil dan ternyata selama 9 tahun berumah tangga dengan Paman Istriku, boleh dikatakan hanya 1 tahun dia digauli sebagaimana layaknya seorang istri, selebihnya selama 8 tahun selanjutnya, hanya dia bisa nikmati dengan sentuhan tangan suaminya, Itu semua dia alami Karena Sang suami memiliki penyakit Jantung kronis, dan sudah tiada.

Singkat ceritanya ialah Mama Lina sudah lebih kurang 1 tahun menjanda, sebatang kara, tidak punya anak, apalagi cucu, tidak bekerja dan juga tidak memiliki usaha, peninggalan suami pas-pasan, oleh karenanya aku bersama istri sudah berniat untuk membelanjakan atau memberikan nafkah kepada Mama Lina, mulai dari urusan bayar telepon, Listrik, sampai urusan belanja dapur. Hidupnya sehari-hari ditemani dengan seorang pembantu rumah tangga, yang juga menjadi tanggungan kami.

Setiap dua minggu sekali istriku selalu datang menemui Mama Lina untuk menjenguk sekaligus membawanya belanja keperluan dapur ke Supermarket, aku paling hanya telepon dan paling sebulan sekali menjenguknya. Semua ini kami lakukan hitung-hitung balas budi, karena sewaktu suaminya masih ada dan kondisi kehidupan kami belum mapan kami banyak dibantunya.Suatu ketika istriku tidak dapat pergi untuk menjenguk Mama Lina, padahal sudah jadualnya untuk belanja keperluan dapur Mama Lina, istriku kurang enak badan, terpaksa aku menggantikannya, dan hal ini bukan yang pertama kali sudah sering hampir 4-5 kali, namun yang kali ini suatu hal yang luar biasa.

Aku sudah tidak canggung lagi dengan Mama Lina, karena sudah biasa bertemu dan bahkan sudah seperti Ibu ku sendiri. Soal tidur, kami sering tidur bertiga, Aku, Istriku dan Mama Lina, bahkan pernah suatu siang kami, Aku dan Mama Lina tidur berdua dikamar, jadi tidak ada hal yang aneh, namun kali ini kejadiannya tidak terencana dan sangat mengagetkan.Selesai jam kerja di sore hari, aku langsung menuju kerumah Mama Lina, untuk menggantikan istriku menemani Mama Lina belanja keperluan dapur sebagaimana rutinnya, Setibanya di rumah Mama Lina aku langsung memarkirkan mobil ku di depan garasi rumahnya.

“Sore Ma……!” Sapa ku sambil menghampiri Mama Lina yang sedang tiduran di sofa sambil menonton TV, kucium tangannya dan kedua pipinya, hal ini adalah kebiasaan di keluarga kami kalau bertemu dalam satu keluarga.

“Dengan siapa kamu Ren …?” Mama Lina bertanya sambil melirik kearah pintu utama dan melihat ku dengan kening dikerut.

“Ya dengan Mobil Ma …..!” Jawab ku santai dan berbalik ke arah Lemari Es untuk mengambil segelas air dingin.

“Jangan bercanda …., Mama Tanya beneran “

“Rendy tidak bercanda Ma…., Rendy jawab benaran “ sekarang aku duduk di bangku tamu didepan sofanya, sambil ikutan menonton TV.

“Maksud Mama, Eva tidak ikut ?” Eva adalah Istri ku.

“Eva lagi tidak enak badan, jadinya Rendy yang kesini” Jawab ku sambil mengalihkan pandangan dari pesawat Televisi kearah Mama Lina, namun pandanganku terhenti di kedua panggkal pahanya yang sedang dilipat dan saling bertindihan.Kusadari Mama Lina tidak sadar kalau dasternya tersingkap atau dia tahu tapi karena hal ini sudah biasa maka tidak ada masalah bagi kami.

Kali ini aku merasakannya agak aneh, kog aku merasa terangsang dengan pandangan ini. Aku sadar sehingga kualihkan secepatnya pandanganku lagi kearah pesawat televisi, tapi perasaan ku menggoda, sehingga aku mencoba mecuri pandang dengan melirik kearah paha tadi, hati semakin tidak tenang, pikiranku mulai tidak normal. Kucoba membuang fikiran yang sudah mulai tidak menentu arah.

“Ma….. !`” sapaan ku berhenti, aku ingin menggajak nya bicara tapi pada saat aku menyapa sacara bersamaan aku memalingkan pandangan ku lagi kearah wajah Mama Lina, tapi pandangan ku berhenti di bagian dada Mama lina yang terlihat gundukannya dikarenakan belahan dastrernya pada bagian dada melorot kesamping, karena pada saat itu posisi tidur Mama Lina disofa miring.

” Ada apa Ren … ” Tanya nya mengagetkan ku, aku segera memalingkan pandanganku kewajahnya.

” Ayo Ma…, rapi-rapi, sudah hampir jam 7 nich, nanti Supermaket tutup”

” Ren…, badan Mama rasanya lemes, kurang bersemangat, bagaimana kalau besok aja kita belanjanya”

” Yah … Mama ….., Rendy udah sampai disini, lagi pula besok Rendy ada kerja lembur, dan iya kalau Eva sudah enakkan dan bisa kesini. ”

“Ya udah kapan kapan aja “ sambutnya lagi,

“Enggak ah Ma… sekarang aja, nanti kalau ditunda-tunda jadi enggak jadi kayak dulu”

“Kamu memang orangnya keras kepala Ren, kalau ada maunya tidak bisa ditunda”

“Ya sudah Mama salin dulu, tapi kalau nanti Mama jadi sakit kamu yang repot juga”

Akhirnya dengan malas dia bangun dari sofanya menuju kamar, akupun melanjutkan menonton Televisi. Selang beberapa menit aku menunggu dengan tidak sabar, akupun melirik kearah pintu kamar, dan tiba tiba mata ku terperanjat melihat pandangan didalam kamar, kulihat Mama Lina membelakangi pintu kamar dengan hanya menggunakan celana dalam tanpa BH, sayangnya posisinya juga membelakangi ku sehingga aku hanya bisa menikmati lekukan tubuhnya dari belakang, dan cukup indah masih seperti anak remaja, semuanya serba ketat dan gempal. Aku semakin kacau.

Kuperhatikan terus dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, rambut yang terurai semakin menggairahkan ku. Kulihat Mama lina sedang memakai Baju Kemeja putih berenda, wah rupanya dia tidak memakai BH, setelah itu dia pakai celana Jean ketat panjangnya tiga-per-empat, dan langsung berbalik kearah pintu kamar, aku dengan cepat juga memalingkan muka kearah Televisi seolah-olah tidak tahu apa yang terjadi tadi di kamar.

“Ayo Ren …. Kita jalan “, sapa Mama Lina yang sudah keluar dari kamarnya, dan akupun meraih remote TV untuk mematikan TV, sambil bangun dari sofa yang aku duduki.

“Kalau nanti Mama sakit, kamu harus tanggung ya Rend !” Mama Lina membuka lagi pembicaraan setelah beberapa menit kami meninggalkan rumahnya dan Mama lina sedang menikmati jalan sambil duduk disebelahku. Aku sambil memegang setir mobil menjawab dengan santai dan manja.

” Ya …. Iya dong Ma…., siapa lagi yang ngurus Mama kalau bukan Rendy.”

” Mama sambil rebahan ya Ren ?” pintanya sambil merebahkan sandaran jok mobil yang didudukinya.

” Boleh kan Ren ?” pintanya lagi sambil memegang tangan kiriku, tapi saat ini posisi Mama Lina sudah rebah dan terlentang, seolah-olah memerkan dadanya yang menonjol menggairahkan itu.

Aku menoleh kesamping kearah Mama Lina sambil mengangguk, tapi lagi-lagi pandanganku terhenti didada Mama Lina, yang terlihat samar lekukannya dari balik bajunya yang sengaja tidak dikancing pada bagian atasnya. Kuarahkan lagi pandangan ku kejalan raya agar tidak terjadi apa-apa.Setibanya di Supermarket mobil aku parkirkan ditempatnya dan kami pun berjalan menuju kedalam supermarket sambil bergandengan, Mama lina mengait tanganku untuk digandolinya, hal ini sudah biasa bagi kami, tapi kali ini darah ku berdesar-desar saat bergandengan tangan dengan Mama Lina, bagaimana tidak berdesar, yang sedari tadi dalam fikiran ku terlintas terus lekukan buah dada Mama Lina kini tersenggol-senggol mengenai siku kiri ku seirama dengan gerakan langkah kami selama menuju kedalam Supermarket.

Setibanya didalam supermarket aku langsung menyambar lorry yang berada disisi pintu masuk supermarket, dan kami pun bergandengan lagi menuju ke barisan etalase keperluan Rumah tangga. Satu persatu barang keperluan dapur dipilih dan diambil oleh Mama Lina, akupun asik dengan kegiatan ku sendiri memperhatikan lekukan badan Mama lina yang masih mengencang yang bergerak terus kadang merunduk dan berdiri lagi sambil ia memeriksa barang yang terdapat dietalase. Khayalan ku terhenti karena sapaannya.

” Rend coba kamu lihat labelnya ini, apakah jangka waktunya masih berlaku tidak “ pintanya sambil jongkok dan dan tanpa melihatku kebelakang dengan tangan memegang sebuah makanan kaleng memberikan kepada ku.Kemudian aku bergerak mendekati Mama Lina dan berdiri tepat disampingnya yang sedang jongkok, kuambil makanan kaleng yang ada ditangannya dan kuperhatikan dengan seksama label masa berlaku yang dimaksud.

” Masih lama nih Ma……” Jawab ku sambil mengembalikan makanan kaleng tadi kepada Mama Lina, yang saat ini posisinya sedang membungkuk memperhatikan barang-barang yang lain.

Aku terperanjat melihat dua buah gunung yang menempel di dada Mama Lina, terlihat jelas karena posisinya yang membungkuk sehingga bajunya menggantung kebawah.Buah dada yang indah, masih mengencang, dan memiliki putting yang masih kencang dan tidak terlalu besar, maklum karena Mama Lina belum pernah menyusui bayi. Bentuknya masih bagus, tanpa keriput sedikitpun di sekitar putingnya, putih mulus dan terawat dengan baik. Ada sekitar sepuluh detik aku memperhatikannya, terhenti karena Mama lina berdiri dan bergeser posisi.Kini akupun tetap berada disampingnya, dengan maksud untuk mendapatkan kesempatan memandang seperti tadi, dan benar Mama lina sebentar-bentar menunduk, dan kesempatan itu tidak aku lewati dengan langsung mengincar pandangan buah dada yang indah itu. Sudah lebih kurang setengah jam kami mengitari etalase demi etalase, tiba-tiba dari posisi jongkok Mama Lina meraih tangan kiriku yang sedang berada disebelahnya. Sambil menggandul ditanganku Mama Lina berdiri dan merapatkan badannya disisi badan ku langsung meletakkan wajahnya di bahu kiri ku sambil bergumam

” Mama pusing Ren.. Mama udah enggak kuat lagi” Kemudian tangan kiri ku mengait pinggul Mama Lina setengah memeluk dan berkata,

“Ya.. sudah Ma, kita pulang aja, kalau masih ada yang kurang belanjaannya bisa dibeli di warung dekat rumah aja” Tanpa menunggu jawaban Mama Lina, sambil tetap merangkulnya tangan kanan ku meraih kereta dorong belanjaan dan berjalan menuju Kasir.

Selesai membayar semua belanjaan aku pun meminta petugas kasir untuk membantu membawakan barang ke Mobil, sementara aku berjalan didepan sambil merangkul Mama Lina. Yang kurasakan sekarang buah dada Mama Lina menempel di rusuk kiri ku, dan nafasnya yang wangi sangat terasa disisi pipi ku. Setibanya di Mobil aku pun membukakan pintu dan membimbing Mama Lina masuk ke Mobil, perlahan aku dudukan dan kurebahkan ke kursi yang berada disebelah supir, dan sambil kedua tangan ku menahan badan Mama Lina rebah, tersenggol lah kedua sisi buah dadanya oleh tangan ku, aduh… alangkah kerasnya tuh buah dada.

Diperjalanan pulang kutanyakan apakah perlu diperiksa ke dokter, tapi Mama Lina mengatakan tidak perlu, karena dia hanya merasa pusing biasa, mungkin masuk angin. Aku pun menyetujui dan langsung mengarahkan mobil ke rumah Mama Lina. Kusempatkan memegang kening Mama Lina dengan tujuan memeriksa apakah badannya panas atau tidak. Kupalingkan pandangan ku sekali sekali kearah Mama Lina yang tiduran disamping.

“Masih pusing Ma….., Tanyaku.

“Sedikit ….. ” jawabnya singkat.

“Ntar juga sembuh Ma …….”.

Pembicaraan kami terhenti dan diam beberapa saat.Mobil aku parkir didepan rumah, dan dengan bergegas aku turun terus menghampiri sisi pintu kiri mobil untuk membukakan pintu bagi Mama Lina, pintu pun ku buka, kulihat Mama Lina terasa berat mengangkat badannya dari Jok Mobil.

“Bantu Mama dong Ren…., dasar tidak bertanggung jawab ” hardiknya manja.

Akupun langsung merangkul pinggulnya turun dari Mobil dan langsung memapah kedalam rumah. Setibanya didepan pintu masuk Mbok Atik pembantu Mama Lina membukakan pintu dan aku sambil membopong Mama Lina memerintahkan Mbok Atik untuk menurunkan barang serta menguncil kembali mobilnya.

“Mama mau tiduran di Sofa atau dikamar?”

“Dikamar aja Rend” Kami pun menuju kamar, dan aku langsung membaringkan Mama Lina terlentang di tempat tidur. Mama Lina pun berbaring sambil memegang kepalanya.

“Rendy balur minyak kayu putih dulu ya.. perut Mama, setelah itu Rendy pijit kepala Mama” Pintaku.

Mama Lina diam saja, dan aku mengartikan dia setuju, akupun langsung beranjak mengambil minyak kayu putih yang tersedia di tempat obat. Kuangkat sedikit baju kemeja bagian bawah Mama Lina sampai batas rusuk bawahnya, dan akupun membalurkan minyak kayu putih tadi, dengan lembut aku lakukan.

“Ma … Kancing celana Mama di lepas ya… biar lega bernafas” Aku tahu dia pasti tidak menjawab dan aku pun langsung melepas kancing celana nya.

Selesai aku membalur bagian perutnya dan tanpa meminta ijin aku membalur bagian dada atasnya, saat itu Mama lina kuperhatikan sedang memejamkan matanya sambil kedua tangannya memegangi kepala. Dan aku duduk diatas tempat tidur disisi kanan Mama Lina. Sesuai janji ku, selesai membalur akupun mulai memijit kepala Mama Lina, perlahan kutarik kedua tangannya kebawah, dan tanpa kusadari tangan kanannya jatuh diatas pangkal paha ku hampir mengenai punya ku.

Perlahan aku pijit dengan lembut kepalanya, dia pun menikmatinya, tiba-tiba aku teringat pemandangan yang indah sewaktu di supermarket tadi, dua gundukan daging yang menggairahkan, seketika itu juga pandangan ku berpindah ke dada Mama Lina, tapi sial yang terlihat hanya bagian atasnya, bajunya hanya terkuak sedikit pada saat aku membalurkan minyak kayu putih pada bagian dada tadi.

“Ren …. Jangan pulang dulu…, temani Mama sampai enakan” Aku terkejut dengan suara tadi dan akupun memalingkan muka ku kearah wajah Mama Lina, sambil mengangguk.

Pijitan ku terus pada kepala Mama Lina, dan Dia pun kembali memjamkan matanya.Terasa capek karena posisi ku memijit agak membungkuk, akupun pindah duduk di lantai karpet. Sekarang posisi memijit ku sambil duduk dilantai dengan kepala aku tidurkan ditempat tidur, pas berada disamping karena buah dada Mama Lina.Karena mungkin terlalu capek, akupun tertidur pulas, ada mungkin 15 menit, dan aku terbangun karena tekanan buah dada sebelah Kanan Mama Lina pada ubun-ubun kepala ku.

Kuangkat kepala ku, kudapatkan Mama Lina sedang tidur miring kekanan menghadap ku, dan tanpa kusadari sekarang pipi ku menempel langsung pada bagian atas buah dada kanan Mama Lina. Aku tidak berani bergerak, kudiamkan saja pipi ku menempel, tapi barang ku mulai bergerak mengeras. Ada lebih kurang satu menit aku terdiam pada posisi ini, dan tiba-tiba Mama Lina memindahkan tangan kirinya yang sedari tadi di atas paha nya ke bahu ku tepat dibawah leher, seolah-olah memeluk ku. Gerakan Mama Lina tadi menyebakan bajunya yang terkuak nyangkut di dagu ku dan tertarik kebawah, sehingga makin terbuka lebar buah dada yang terbuka, dan kepala ku juga ikut terdorong kebawah dengan posisi tidur Mama Lina masih miring dan yang menyenangkan bagi ku ialah putting susu kanan yang kecil mungil tadi berada satu centimeter diujung bibir ku.

Aku heran dan gemeter, apakah ini sengaja dilakukan oleh Mama Lina, dan apakah dia benar-benar tidur sehingga tidak mengetahui keadaan ini. Sementara fikiran ku bertanya-tanya tanpa kusadari lidah ku sudah mulai menjilati pinggiran putting yang kecil mungil dan halus itu, terus aku jilati sepuas ku dan perlahan aku geser kepala ku sedikit agar lebih dekat dan dapat mengisap serta mengulumnya. Kini aku isap putting yang menggairahkan itu.

Mama lina masih memejamkan matanya, entah tidur atau tidak tapi aku sudah tidak perduli lagi dan perlahan aku buka satu lagi kancing baju atasnya, agar aku bisa lebih leluasa menjilati buah dada yang indah ini. Tiba-tiba ada gerakan pada kaki Mama Lina, dan dengan segera aku lepas kuluman bibir ku di putting Mama Lina dan aku ber pura-pura tidur, wah bener Mama Lina menggerakkan badannya dan berpindah posisi miring membelakangi ku.

Untuk beberapa saat aku terdiam sambil memperhatikan punggung Mama Lina, namun fikiran ku terus merayap mencari akal agar aku dapat menikmati buah dada yang montok tadi, maklum nafsu ku sudah mulai tidak bisa dibendung, untuk pulang kerumah menyalurkannya perlu waktu lagi, sementara disini sudah mulai dapat kesempatan, apalagi aku tahu Mama Lina sudah bertahun-tahun tidak pernah di sentuh barang sakti, pasti vaginanya sudah mulai rapat dan ketat lagi.Akhirnya aku putuskan untuk memberanikan diri naik ketempat tidur dan berbaring disebelah Mama lina dengan posisi miring menghadap punggung Mama Lina.

Untuk beberapa saat aku merfikir memulainya dari mana, aku bingung, tapi akhirnya aku putuskan untuk memeluk Mama Lina dari belakang dengan melingkarkan tangan kanan ku ketengah dadanya. Perlahan ku tempelkan telapak tangan ku bagian atas buah dada kiri Mama Lina, wah…. benjolannya masih keras, pelan ku gerakkan tangan ku turun ke bagian tengah buah dadanya, sekarang posisi tangan ku sedang mempermainkan putting buah dada Mama Lina sambil sebentar - sebentar meremasnya.

Kurasakan badan Mama Lina bergerak dan akupun berhenti dalam permainan ku sejenak dalam posisi masih memeluk Mama Lina dan tangan ku masih berada diatas gundukan buah dada Mama Lina. Bersamaan akan aku mulai lagi permainan ku tadi, karena aku anggap Mama Lina sudah pulas lagi, ku dengar suara serak dan parau dari sebelah ku.

“Ren dari tadi Mama tahu kalau Rendy mimik, dan sekarang pegangi susu Mama “ suara ini datangnya dari Mama Lina. Aku sangat terkejut dan kaku sekujur tubuh ku, takut dan bersalah.

“Ma …..” belum selesai aku berbicara tiba–tiba tangan ku yang berada diatas buah dada Mama Lina dipegangnya dan ia berkata

“Tidak apa-apa Ren……., kalau kamu masih belum puas teruskan aja, asal kamu bisa memberi kesenangan pada Mama”

Tanpa menunggu aba-aba lagi dari Mama Lina, aku segera menarik badan Mama Lina sehingga pada posisi telentang, dan karena kancing bajunya sudah terbuka setengah maka terkuak lah buah dada yang aku remas -remas tadi.

“Rendy akan memberikan kepuasan yang telah lama hilang dari Mama malam ini” selesai berkata demikian, aku langsung menerkam dan melumat bibir mungil yang dihadapan ku.

Permainan bibir berjalan sangat panjang, kami saling bertukar menghisap bibir atas dan bawah, saling mempermainkan lidah, bagaikan dua orang yang sudah lama tidak berciuman.Permainan bibir dan ciuman kuhentikan dan aku berkata lembut sambil memandangi mata Mama Lina yang sudah mulai layu.

“Mama sudah puas ciuman Ma ……..” dia tersenyum dan mengangguk.

“Sekarang Mama nikmati ya……., Mama diam dan nikmatilah, Rendy akan memberikan kesenangan yang Mama minta”

Perlahan aku pelorotkan badan ku yang ada diatas Mama Lina turun kebawah, sehingga muka ku persis diatas dada Mama Lina. Ku ciumi lembut leher kirinya dan perlahan berputar ke leher sebelah kanan, setelah puas dengan ciuman di leher, ciuman aku pindahkan kebagian atas dada Mama lina.

Pertama aku ciumi dan aku jilati gundukan kedua dadanya, dan bergeser kebagian tengah, kini aku kitari keliling gundukan buah dada yang kanan dan sekarang yang kiri. Perlahan ku rambatkan juluran lidah ku keatas puting susu kiri Mama lina dan kuisap sedikit-sedikit sambil menggigit halus. Kuraskan kedua tangan Mama Lina mulai mendekap badan ku, dan kurasakan juga Mama Lina mulai menggerak-gerakkan pinggulnya yang kutahu dia sedang mencari ganjalan agar menekan tepat dibibir vaginanya. Aku pindahkan lagi kuluman dan permainan bibir ku ke putting susu Mama Lina yang sebelah kanan, Mama lina makin bergerak agak cepat, dia mulai terangsang penuh.

“Enak Ma….., ???Mama Senang .??…..”sambung ku lagi.

“Ren …. Mama senang, Mama Puas….., Kamu pinter, kamu lembut …….anak manis, …… Mama sudah lama sekali tidak merasakan ini, Mama ….mau kalau setiap ketemu Kamu cium dan mimik Mama………”“Ren ……, lagi nak ……., jangan terlalu lama ngobrolnya, teruskan aja apa yang kamu mau lakukan, Mama pasti senang”.

“Cium lagi Ren ….., Mimik lagi anak manja …..’”

Aku pun meneruskan permainan lidah ku di kedua susu yang mentul dan keras itu. Perlahan ciuman dan jilatan ku turun ebawah sambil aku melorotkan lagi badan ku, kini kaki ku sudah menyentuh lantai. Ku ciumi perlahan perut Mama lina terus kebawah sambil membuka resliting celana Mama lina.Sekarang posisi ciuman ku sudah berada dibagian bawah pusar Mama Lina, kira-kira satu centi lagi diatas klitoris Mama lina.

Badannya mulai bergerak tidak menentu, pinggulnya naik turun seakan ingin segera ujung lidah ku menyentuh belahan yang sudah mulai membasah ini, sesekali kudengar suara desis dari bibir mungil Mama Lina dan nafas yang sudah mulai tidak menentu.

“ahhkk…. Hek …….ehhhh, yaa…hhhh Ren……”

Perlahan kutarik dan lepaskan celana jean dan sekaligus celana dalam Mama lina, badan dan kakinya ikut dilenturkan agar mudah aku melepaskan celana yang menutupi vaginanya.Sekarang celananya sudah terlepas tidak ada lagi yang menutupi kulit mulus Mama Lina dari pusar kebawah, sementara kancing baju yang dipakainya sudah kubuka semua dan telah terbuka lebar.Aku terdiam sejenak dan memandangi tubuh mulus Mama Lina yang sedang telentang pasrah sambil memejamkan matanya. Kupandangi dari kedua buah dadanya sampai ketengah selangkangannya yang menjepit vagina yang ditumbuhi bulu halus dan pirang, Berulang kali aku pandangi, akhirnya aku terkejut oleh suara Mama Lina.

“Anak manja …….., apa sudah selesai kamu puaskan Mama, …..atau Mama cukup kamu pandangi saja seperti itu??”

“Tentu tidak Mama sayang ……, Mama akan mendapatkan kepuasan yang belum pernah Mama dapatkan sebelumnya,. …..tapi Rendy tidak akan menyia-nyiakan pemandangan yang langka ini, jadi Rendy puas-puaskan dulu memandangi Mama….”

“Ayo lah Ren…., mama sudah tidak sabar lagi merasakan kepuasan yang kamu janjikan….., kamu bisa memandang Mama kapan saja dan dimana saja nanti, Mama pasti kasih asal kamu selesaikan dulu sekarang”

Tanpa menjawab apa-apa lagi aku pun berlutut diujung kakinya du tengah kedua kakinya. Perlahan aku elus dengan kedua tangan ku kedua kaki Mama Lina mulai dari bawah betisnya sampai kepangkal pahanya ber-ulang kali naik turun sambil kedua ujung jari ku menyentuh sekali-sekali bibir kiri dan kanan Vaginannya. Rangsangan mulai dirasakan Mama Lina, kaki dan pinggulnya mulai bergerak dan kejang-kejang. Melihat hal itu aku langsung membungkuk dan menjilati sekeliling bibir Vagina Mama Lina.

Tercium aroma khas vagina yang terawat dan basah….., dan aku yakin kalau vaginan ini sudah bertahun-tahun tidak disentuh benda keras, kelihatan rapat dan tidak berkerut seperti genjer ayam, satu keuntung besar aku dapatkan. Permainan lidah ku berlangsung semakit lincah dan sembari menggigit dan menghisap bagian klitoris yang benar sensitive itu.

“Ren…. Enak sekali Rennnn ……., kamu benar ……, Mama belum pernah merasakan jilatan seperti ini …… sungguh sayang …., ahhhkkk Ren …..ahhhh ehhhhhhhlk kkk….. “ sambil bergumam Mama lina menarik rambut ku dengan kedua tangannya agar aku merapatkan dan menekan bibir ku kuat ke Vaginannya.

“Jangan berhenti Ren ….. , Mama puas…., Mama ahhkk…. Mam….., Mama menikmatinya Ren ……. Uhhh…..”

“Kamu apain Ren……, Tobat anakku….., ampun … Mama ……..ahkkkkk ahhhhhhh enak Ren……,”Aku tidak perdulikan ocehannya, terus aku jilati vaginanya yang semakin basah, kutahan pinggulnya dengan kedua belah tangan ku agar tidak menggangu permainan ku dengan rontakan nya.

Tiba - tiba aku rasakan kepala ku diangkat keatas dan kulihat Mama Lina sudah duduk dihadapan ku, dengan cepat kedua tangan Mama Lina meraih ikat pinggang dan kancing celana ku, dan membuka resliting celnaa ku. Kurasakan darah ku mengalir cepat dan bulu roma ku berdiri pada saat tangan kanan Mama Lina menelusup masuk kedalam celanaku dan mengelus batang kemaluan ku.

Ku diamkan saja apa Maunya. Mama lina terus mengelus sembari meremas remasa kelamin ku. Dengan tidak sabar di pelorotinya celana ku, dan karena posisi kuberdiri dengan lutut diatas tempat tidur dihadapan Mama Lina, sehingga gerakan tanganya melorotkan celanaku dan celana dalam ku berhenti di lutut ku, tapi itu semua sudah cukup untuk membuat kemaluan ku tidak tertutup lagi

“Ren ….. besar sekali kamu punya “ di berkata sambil mengelus-ngelus batang dan kantong biji kemaluan ku.

“Ren apa tidak sakit Ren …., Mama kan sudah lama tidak dimasuki ……”

“Tidak Ma….., Nanti Rendy akan pelan - pelan dan Mama akan merasakan nya nikmat..”

Dan ahhhhhk….., tersentak nafasku, Mama Lina sudah mengulunm ujung batang kemaluan ku, dihisapnya dan sambil memaju dan memundurkan kepalanya aku rasakan setengah batang kemaluan ku sudah masuk kerongga mulut Mama Lina. Aku biarkan dia menikmatinya sambil membuka baju ku, setelah itu, aku membuka baju Mama Lina yang sudah terlepas kancingnya tadi.

Sambil Mama Lina menikmati Batang kemaluanku, kedua tanganku juga meremas-remas buah dadanya dan sekali mengelus punggungnya dan yang lainnya. Pokoknya hampir seluruh badannya aku elus. Ciuman Mama Lina di batang kemaluan ku berhenti dan kedua tangan ku diraihnya, dan ditariknya sambil Mama Lina merebahkan kembali Badan nya, maka badan ku pun tertarik merebah menimpa diatas badannya.

” Mama sudah tidak sabar lagi kepengen meraskan batang milik anak Mama yang besar itu Ren ..”

“Iya … Sayang …. “ Sambut ku sambil menyambar bibir mungil Mama Lina.

Sembari mencium, pinggulku ku gerak-gerakan untuk mengarahkan Batang sakti ku masuk ke mulut Vagina Mama Lina yang sudah sempit lagi itu. Kurasakan Batang ku sudah menempel di Vaginanya, dan aku rasakan Mama lina mengangkat pinggulnya untuk menekan rapat kebatang kemaluanku.Kuangkat pantat ku dan pelan kuarahkan ujung batang kemaluan ku tepat di tengah lubang yang basah ini, kutekan pelan-pelan dan ahkkkk tersentak badan Mama Lina.

“Sakit Ma ……??”, Tanya ku dan Mama Lina tidak menjawab dia hanya mendesih…. Ehhhhhhh. Aku terus menekan sedikit demi sedikit, masuk sudah setengah kepala batang kemaluan ku…..Kutekan terus dan sekarang seluruh kepala kemaluan ku sudah masuk di lobang nikmat ini…… Kutekan terus per lahan dan pelan dan masuk lah setengah Batang ku tapi Mama Lina berteriak…..

“Aduhhhhhh … ahhkkk…”Aku hentikan gerakan menekan ku dan akubertanya :

“Sakit Ma……,??”Dia mengangguk tapi kedua tangannya memegang pinggul ku seakan tidak membolehkan aku mencabut batang ku dari vaginanya.

Aku berfikir, baru setengah sudah sakit dan terasa terjepit. Memang Batang ku cukup besar diatas normal sementara Mama Lina tipikal tubuh badan pribumi yang mungil dan memiliki barang yang sempit, aku jadi penasaran dan ingin merasakan nikmatnya kalau seluruh batang ku masuk. Perlahan kugerakan lagi pantatku menekan kedalam, lembut sekali dan sangat perlahan.

“Ehh… ahhh…, Ren…. Ahhhhh…. Iya ehhhh ahh …. Ren …..,” itu lah suara yang keluar dari mulut Mama Lina seiring gerakan ku naik turun yang menyebabkan barang ku keluar masuk.

Sedikit -sedikit gerakan menekan kedalam aku tambah sehingga batang ku yang masuk semakin dalam. Aku rasakan diujung batang ku seperti di hisap-hisap, alangkah nikmatnya, aku hampir tidak tahan. Aku perkirakan semua batang ku sudah ambles kedalam karena terasa hangat dan nikmat. Dengan lembut aku rapatkan selangkangan ku sambil kedua tangan ku menguak dan mengangkat kedua kaki Mama Lina. Ku tekan rapat-rapat dan ku gerakkan memutar pinggul ku dengan pahaku menempel rapat dan semua batang ku telah masuk.

“Ren ….. nikmat sekali ren, sudah lama sekali Mama tidak merasakan seperti ini, kamu pandai bermain seks … Nak… Mama … bisa ketagihan Ren….”Aku terus memutar pinggul ku dan menciumi lehernya sambil merapatkan badan ku.

“Mama bisa minta kapan saja ….., Mama tinggal telepon dan Rendy pasti melayani Mama ……”

“Ma ….. punya Mama masih enak, rapat dan menghisap …., Rendy menikmatinya Ma…..”

“Ahhhkk Ren …., goyang ehhhhh, goyangnya lebih cepat sayang ….., Mama kayaknya mau dapat “

“ahhkkkk Ren ,,,, ya…. Uhhhh ……hekkk .. Ren……”Aku hentikan sejenak goyangan ku dan kuperbaiki posisi ku dengan sedikit menarik dengkul ku agak menekuk agar pada saat dapat nanti aku bisa leluasa mengankat dan menekan pantat ku dengan leluasa.

“Jangan berhenti sayang …..”

“tenang Ma…. Kita dapatnya bareng, … pada saat dapat nanti Rendy akan keluar masuk kan punya Rendy biar Mama lebih nikmat lagi…. Kalau dapat Mama bilang Ya…..” aku sudah mulai menggoyang pinggul ku dengan merapatkan panggkal paha ku.

“Ma…. Sekarang nikmati, pejam kan mata Mama ….” Ku goyangkan terus berputar pinggul ku makin lama makin cepat.

“Ren …. Ahhhh, terus Ren…., Terus Sayang,….. auuu… ahh…., ya…. Ren….Ya……”

“Uh ……ahhhh, eeeenak,,,, sekali anak ku….., kamu…. Ahhhhh, goyang … tekan,,,,,,” Semakin mengejang seluruh badan Mama Lina dan goyangan ku semakin cepat berputar.

“Ren… ahhhh, Ren …. Reennnn , Mam ….. ahhhh, ahhhh .., Ren ……. Dah……., Mama mau ….., Mama keluar anakku…..” Mendengar perkataan itu aku pun mempercepat goyang ku.“Ren…. Enak Ren,,,,,,,… terus Rennn…” aku tekan dan aku goyang terus, sambil aku menahan agar aku tidak keluar. Sengaja aku lakukan agar Mama Lina puas dulu baru aku keluar.

“Dapat yang panjang …. Ma,….. Ah,….. yang lama … Ma …. Puaskan Ma……”

“Mama puas Ren,,,,,…. Terus Ren,,,,,,,. Ahhhhh, ahh huhhhh…. Kamu dapat juga sayang …. “

Aku hentikan goyangan ku dan dengan segera aku ganti dengan gerakan naik turun.

“Au …. Ahh… Ren ,,,,, , ya…. Ren… yang kayak gini makin nikmat Sayang…..”

“Puas…. Puas…. Aduhh… enak sekali…. Ahhhhhh, yam,,,yahhhhhhh terus Ren …….” Gerakan naik turun ku semakin cepat dan batang ku terasa semakin keras nafas ku semakin tidak teratur.

“Ma… ahhhh, Ma….., ya….. Mama Sayangg ……, enak sekali Ma…., Punya Mama kering ……, auuu Aduhhhh”

“Ahhhhh, Mam…. Rendy mau dapat Ma….”

“Dapat lah Sayang …. Dapatlah…., semburkan semua …… Mama sudah puas sekali….”

“Ayo …. Ayo Manja……”Akupercepat gerakan ku sehingga bunyi yang terdengar semakin berdecak, agak kutegakkan badan ku mengambil posisi siap untuk menembakkan cairan dari Batang ku.

“Rendy dapat Ma …., Keluar ahhhhhh Ma,,,,,,,”.

“Re…. Mama juga rasakan sayang…., hou…. Keras sekali sayang,,,,,,,, terus Nak……, puaskan manja….”

Semburan mani ku banyak sekali dan berulang ulang, tidak tahu berapa kali, dan gerakkan ku makin pelan dan akhirnya tubuh ku lunglai menimpa tubuh kecil Mama Lina.Aku masih terkulai diatas Mama lina sementara batangku belum kucabut dan masih kurasakan denyutan-denyut liang vagina Mama lina.

Perlahan aku jatuh kesamping kanan Mama Lina yang sedang terbaring lunglai juga, aku masih memejamkan mata ku sambil menikmati permainan yang baru saja selesai. Mama Lina memiringkan badannya menghadapku dan tangan kirinya melingkari dada ku, dan menciumi pipi ku.

“Mama puas sekali Ren…, Terima kasih Na……,”dia terus menciumi pipi ku dan aku melirik sambil tersenyum. Kulihat dia sedang menyibak selangkangannya dengan tissue yang ada di meja samping tempat tidur, dan setelah selesai Mama lina bangkit duduk mengelap batang ku.
Koleksi Cerita Dewasa Terlengkap
Tamat

Kenikmatan Ngeseks dengan Om Perkasa

Monday, May 4th, 2009

Cerita Dewasa,Aku Dina, cerita ini terjadi ketika aku baru masuk SMU, saat itu umurku baru 16tahun. Aku tinggal bersama dengan ke 2 ortu dan adikku di sebuah apartment. Ortu membeli 2 apartmen yang letaknya saling berhadapan di lantai yang sama. Aku dan adikku tinggal di satu apartment dan ortu di apartmen satunya lagi. Ayahku punya seorang kakak angkat yang usianya gak jauh diatas ayah. Hubungan keluargaku dengan om itu cukup akrab. om sering berkunjung ke apartmen baik untuk urusan pekerjaan maupun hanya bersilaturahmi. Maklum om dah pisah dari tante, yang telah menikah lagi dengan orang lain, sedang om masih sendiri sejak perpisahannya dengan tante. Om ku ganteng, walaupun usianya sedikit diatas ayahku tapi malah kelihatan lebih muda dari ayahku. Badannya tegap atletis, mungkin karena dia masih rajin melakukan fitness sekali semingu, jogging ampir tiap hari dan juga renang seminggu sekali. Gak seperti ayahku yang udah gendut dan keliatan tua, maklum deh ayah sibuk dengan kerjaannya, workaholik lah orang bilang, sehingga gak sempet ngapa2in. waktu untuk keluarga paling weekend, itupun sering dianggu karena ada pekerjaan yang harus dilakukan ayah. Om sering mengajak kami jalan2, kalo ayah kharus melakukan pekerjaannya. Diam2 aku mengagumi om, kelihatannya macho sekali deh.

Cerita ini terjadi ketika ortu dan adikku harus keluar kota untuk menengok nenekku yang sedang sakit. Aku tidak ikut karena hari ini om akan datang untuk mengambil pesanannya yang dititipkan lewat aya. ayah berpesan untuk menyampaikan pesanan itu kalo om datang ke apartment. Katanya om akan datang sore sekitar magrib. Aku senang juga karena bisa berduaan aja ama om tanpa ada orang lain diapartment yang mengganggu. Sorenya terdengar bel pintu berbunyi. Om mengebel pintu apartmentku karena ayah dah memberi tau kalo mereka keluar kota, tapi pesanan om dititpkan pada aku. Segera aku membuka pintu menyambut om. “Hai cantik”, om selalu menyapa aku seperti itu. Seneng aku dipuji cantik oleh om. “Kok seneng banget kelihatannya”. “Iya om, seneng bisa berduaan ama om”, jawabku terus terang. “Loh kok seneng, kan dah sering jalan ma om”. “Iya tapi kan ramean. duduk om. ini pesenan om yang dititipkan ayah buat om”. Om duduk di sofa. Memang apartment aku dan adikku lumayan lengkap perabotannya walaupun serba minimalis. Di ruang tamu yang merangkap kamar makan ada seperangkat sofa, tv, audio system, meja makan dan pantri kering. Dapur diubah fungsi sebagai gudang karena makanan disupply dari apartment ortu. “Om jalan yuk”, kataku. “Mo kemana”, tanya om. “Ke mal yuk”. “Mo nyari apa?” “Makan ama liat2 aja. di apartment gak ada makanan. tadi mama pesen supaya aku ngajak om nyari makan diluar aja”. “Emangnya ortu kamu pulangnya kapan. Adikmu mana?” “Adik ikut om, pulangnya besok sore kali”. “Terus kamu takut sendirian, mau om temenin”. Wah itu yang aku harapkan bisa berduaan ama om sampe besok. “Bentar ya om, aku tuker baju dulu”. Segera aku menghilang kekamarku dan tukar pakean. Aku gak tau, rupanya om ngintip ketika aku tuker pakean. Tapi ya gak tejadi apa2. Kemudian segera aku keluar apartment nersama om. Dengan manjanya aku memeluk tangan om. Kami bermobil ke mal yang deket dengan apartmentku. Sampe malem aku bener2 have fun bersama om, kami cari makan, dan setelah makan om ngajak aku nonton film. Aku ya ok aja, didalem bioskop aku memegangi tangan om terus, perhatianku gak pada filmnya tapi pada sosok pria macho yang duduk disebelah aku. “Tu orang pada ngeliatin kita, mereka kira aku om senang yang lagi gaet abg cantik”, kata om ketika keluar dari bioskop. “Kamu manja amat sih”. “Biarin aja”, jawabku. “Mo kemana lagi nih”. “Pulang yuk om”. “ayuk”. Kami menuju ke tempat parkir dan langsung kembali ke apartment. Segera mobil meluncur kembali ke apartment, gak lama karena apartment dekat dengan mal.

Sesampe di apartment aku segera tuker dengan pakean rumah lagi. aku kalo dirumah memang gak memakai bra. Aku hanya memakai tanktop ketat sepinggang dan celana pendek yang juga ketat. kedua pentilku tampak jelas sekali tercetak di tanktopku. Si om terpana melihat lekak liku bodiku yang memang mengundang selera lelaki yang melihatnya. “Kamu beneran mo om temenin”. “Kalo om gak keberatan”. “Tapi om gak bawa baju ganti”. “Nanti aku ambilin celana kolor dan baju kaos ayah”. Segera aku keluar apartment, membuka apartment ortu dan masuk ke kamar ortu untuk mengambil celana kolor dan kaos oblong ayah. “Kegedean kali ya om, ayah kan gendut”, kataku sembari menyerahkan pakean itu ke om. “Gak apa, kan cuma buat bobo”. Si om masuk ke kamarku, ketika keluar kamar hanya memakai celana kolor gombrang dan kaos yang rada kebesaran. Kelihatannya dia tidak mengenakan CD karena kontolnya kelihatan jelas tercetak di celana gombrangnya, kayanya dah ngaceng deh. Mungkin dia napsu ngeliat bodiku. Om duduk di sofa nonton tv. Aku duduk disebelahnya. “Din kamu seksi sekali. toket kamu besar juga ya, pasti cowok kamu suka ya, suka diremes2 ya Din ma cowok kamu”. “Ih om tau aja”. “Iya tau lah Din, om kan juga lelaki. Lelaki mana yan gak suka ngeremes toket montok seperti toketmu itu”. “Om suka ngeremes juga ya, terus om ngeremes siapa, kan gak ada tante”. Om cuma tersenyum, “Kamu mau gak om remes”. “Ih om genit ih”. “Kamu suka nonton film bokep ya Din”. “Iya om ma cowok Dina”. “Dimana nontonnya?” “Dirumah cowok Dina, dia kan sering sendirian di rumahnya, ortunya sering pergi dua2nya, katanya berbisnis”. Terus, diremes deh”. “Iya om, abis nonton film gituan kan napsu juga”. “Cuma diremes?” “he he”, aku hanya tertawa. “Kamu dah sering maen ma cowok kamu ya Din”. “Gak sering om, cuma ampir tiap malem minggu”. “Itu mah sering”, kata om sambil merangkul pundakku. Aku merinding ketika om menarikku merapat kebadannya. Dia mencium pipiku. “Om bawa film bokep, yang maen orang indonesia ma bule. mo liat?’ “Mau om, biasanya aku nonton kalo gak bule, ya cina apa jepun”. Si om mengambil dvd dari tas yang dibawanya tdi dan dipasangnya. Segera filmpun mulai. Ceweknya orang sini, togepasar lah, jembutnya juga lebat, sedang si bule krempeng, tapi kontolnya gede en panjang banget. Biasalah ritual film bokep saling isep sampe akhirnya si bule naikin tu prempuan dan masuk deh. serenade ah uh dimulai.

Si om rupanya sudah dibawah pengaruh napsu berahinya. Dia menatapku dengan pandangan yang seakan2 mau menelanjangiku. Segera dia mencium bibirku, aku menyambutnya. Lidah kami saling melilit dan kemudian dijulurkan lidahnya kedalam mulutku. Segera kuemut lidahnya, kemudian ganti aku yang menjulurkan lidahku ke mulutnya. Diapun tidak menyia2kan kesempatan untuk segera memerah kedua toketku gantian. “Din, om dah lama pengen ngeremes toket kamu”. Pentilku yang dah mulai mengeras dipilin2 dari luar tanktopku. “Dilepas ya Din tanktopnya”, katanya seraya menarik tanktopku keatas. Dvd dimatikannya karena kami sudah tidak lagi memperhatikan perilaku ke2 anak manusia yang berlainan jenis sedang beraksi di film itu. Toketku sudah telanjang dihadapannya. Dia segera meremas2 toketku. “Baru 16 dah besar gini Din toket kamu, kenceng lagi, om mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau kan”, katanya perlahan sambil mencium toket ku yang montok. “. Aku diam saja, mataku terpejam. Dia mengendus-endus kedua toketku yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahnya. pentil toket kananku dilahap ke dalam mulutnya. Badanku sedikit tersentak ketika pentil itu digencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasnya. “Om…”, rintihku, tindakannya membangkitkan napsuku juga. Aku menjadi sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, sehingga aku diam saja membiarkan dia menjelajahi tubuhku. Disedot-sedotnya pentil toketku secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak diperkuat sedotannya. Diperbesar daerah lahapan bibirnya. Kini pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutnya. Kembali disedotnya daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajahku tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan. Kedua toketku yang harum itu diciumi dan disedot-sedot secara berirama. Dibenamkannya wajahnya di antara kedua belah gumpalan dada ku. Perlahan-lahan dia bergerak ke arah bawah. Digesek-gesekkan wajahnya di lekukan tubuhku yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit perutku. Kiri dan kanan diciumi dan dijilatinya secara bergantian. Kecupan-kecupan bibir, jilatan-jilatan lidah, dan endusan-endusan hidungnya pun beralih ke perut dan pinggangku. Bibir dan lidahnya menyusuri perut sekeliling pusarku yang putih mulus. Wajahnya bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora dia memeluk pinggulku secara perlahan-lahan. Celana pendekku ditariknya kebawah, aku mengangkat pantatku supaya lebih mudah dia melepaskan celanaku. Kecupannya pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulku. Ditelusurinya pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Dijilatnya helaian-helaian rambut jembutku yang keluar dari CDku. “Din, jembut kamu lebat banget ya, pantes kamu napsunya besar”. Lalu diendus dan dijilatnya CD pink itu di bagian belahan bibir nonokku. Aku makin terengah menahan napsuku, sesekali aku melenguh menahan kenikmatan yang kurasakan. Dia melepaskan semua yang nempel dibadannya sehingga bertelanjang bulat. Aku terkejut melihat kontolnya yang begitu besar dan panjang dalam keadaan sangat tegang. Napsuku bangkit juga melihat kontolnya, timbul hasratku untuk merasakan bagaimana nikmatnya kalo kontol besar itu menggesek keluar masuk nonokku.

Dia bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut dikangkanginya tubuhku. kontolnya yang tegang ditempelkan di kulit toketku. Kepala kontol digesek-gesekkan di toketku yang montok itu. Sambil mengocok batangnya dengan tangan kanannya, kepala kontolnya terus digesekkan di toketku, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit dia melakukan hal itu. Diraih kedua belah gumpalan toketku yang montok itu. Dia berdiri di atas lutut dengan mengangkangi pinggang ramping ku dengan posisi badan sedikit membungkuk. kontolnya dijepitnya dengan kedua gumpalan toketku. Perlahan-lahan digerakkannya maju-mundur kontolnya di cekikan kedua toket ku. Di kala maju, kepala kontolnya terlihat mencapai pangkal leherku yang jenjang. Di kala mundur, kepala kontolnya tersembunyi di jepitan toketku. Lama-lama gerak maju-mundur kontolnya bertambah cepat, dan kedua toketku ditekannya semakin keras dengan telapak tangannya agar jepitan di kontolnya semakin kuat. Dia pun merem melek menikmati enaknya jepitan toketku. Akupun mendesah-desah tertahan, “Ah… hhh… hhh… ah…” kontolnya pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan toketku. Gerakan maju-mundur kontolnya di dadaku yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tangannya di kedua toketnya, menyebabkan cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadaku yang menjepit kontolnya. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kontolnya di dalam jepitan toketku. Dengan adanya sedikit cairan dari kontolnya tersebut dia terlihat merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kontolnya dengan toketku. “Hih… hhh…… Luar biasa enaknya…,” dia tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafasku menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirku , yang kadang diseling desahan lewat hidungku, “Ngh… ngh… hhh… heh… eh… ngh…” Desahan-desahanku semakin membuat nafsunya makin memuncak. Gesekan-gesekan maju-mundurnya kontolnya di jepitan toketku semakin cepat. kontolnya semakin tegang dan keras. “Enak sekali, Din”, erangnya tak tertahankan. Dia menggerakkan kontolnya maju-mundur di jepitan toketku dengan semakin cepat. Alis mataku bergerak naik turun seiring dengan desah-desah perlahan bibirku akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketku. Ada sekitar lima menit dia menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketku itu.

Toket sebelah kanan dilepas dari telapak tangannya. Tangan kanannya lalu membimbing kontol dan menggesek-gesekkan kepala kontol dengan gerakan memutar di kulit toketku yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kirinya terus meremas toket kiriku, kontolnya digerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarku, kepala kontolnya digesekkan memutar di kulit perutku yang putih mulus, sambil sesekali disodokkan perlahan di lobang pusarku. Dicopotnya CD minimku. Pinggulku yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perutku yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutku, jembutku yang hitam lebat menutupi daerah sekitar nonokku. Kedua paha mulusku direnggangkannya lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perutku terkuak, mempertontonkan nonokku. Dia pun mengambil posisi agar kontolnya dapat mencapai nonokku dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang kontol, kepalanya digesek-gesekkannya ke jembutku. Kepala kontolnya bergerak menyusuri jembut menuju ke nonokku. Digesek-gesekkan kepala kontol ke sekeliling bibir nonokku. Terasa geli dan nikmat. Kepala kontol digesekkan agak ke arah nonokku. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut nonokku menjadi basah. Digetarkan perlahan-lahan kontolnya sambil terus memasuki nonokku.

Kini seluruh kepala kontolnya yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut nonokku. Kembali dari mulutku keluar desisan kecil karena nikmat tak terperi. Kontolnya semakin tegang. Sementara dinding mulut nonokku terasa semakin basah. Perlahan-lahan kontolnya ditusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh kontol yang tersisa di luar. Secara perlahan dimasukkan kontolnya ke dalam nonokku. Terbenam sudah seluruh kontolnya di dalam nonokku. Sekujur kontol sekarang dijepit oleh nonokku . Secara perlahan-lahan digerakkan keluar-masuk kontolnya ke dalam nonokku. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam nonokku hanya kepalanya saja. Sewaktu masuk seluruh kontol terbenam di dalam nonokku sampai batas pangkalnya. Dia terus memasuk-keluarkan kontolnya ke lobang nonokku. Alis mataku terangkat naik setiap kali kontolnya menusuk masuk nonokku secara perlahan. Bibir segarku yang sensual sedikit terbuka, sedang gigiku terkatup rapat. Dari mulut sexy ku keluar desis kenikmatan, “Sssh…sssh… hhh… hhh… ssh… sssh…” Dia terus mengocok perlahan-lahan nonokku. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali dikocoknya secara perlahan nonokku sampai selama dua menit. Kembali ditariknya kontolnya dari nonokku. Namun tidak seluruhnya, kepala kontol masih dibiarkannya tertanam dalam nonokku. Sementara kontol dikocoknya dengan jari-jari tangan kanannya dengan cepat
Rasa enak itu agaknya kurasakan pula. Aku mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala kontolnya pada dinding mulut nonokku, “Sssh… sssh… zzz…ah… ah… hhh…” Tiga menit kemudian dimasukkannya lagi seluruh kontolnya ke dalam nonokku. Dan dikocoknya perlahan. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama dia mempercepat gerakan keluar-masuk kontolnya pada nonokku. Sambil tertahan-tahan, dia mendesis-desis, “Din… nonokmu luar biasa… nikmatnya…” Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit.

Tiba-tiba dicopotnya kontol dari nonokku. Segera dia berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhku agar kontolnya mudah mencapai toketku. Kembali diraihnya kedua belah toket montok ku untuk menjepit kontolnya yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kontolnya dapat terjepit dengan enaknya, dia agak merundukkan badannya. Kontol dikocoknya maju-mundur di dalam jepitan toketku. Cairan nonokku yang membasahi kontolnya kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan kontolnya dan kulit toketku. “Oh…hangatnya… Sssh… nikmatnya…Tubuhmu luarrr biasa…”, dia merintih-rintih keenakan. Aku juga mendesis-desis keenakan, “Sssh.. sssh… sssh…” Gigiku tertutup rapat. Alis mataku bergerak ke atas ke bawah. Dia mempercepat maju-mundurnya kontolnya. Dia memperkuat tekanan pada toketku agar kontolnya terjepit lebih kuat. Karena basah oleh cairan nonokku, kepala kontolnya tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan toketku. Leher kontol yang berwarna coklat tua dan helm kontol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan toketku. Semakin dipercepat kocokan kontolnya pada toketku. Tiga menit sudah kocokan hebat kontolnya di toket montok ku berlangsung. Dia makin cepat mengocokkan kontol di kempitan toket indah ku. Akhirnya dia tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahanannya. “Din..!” pekiknya dengan tidak tertahankan. Matanya membeliak-beliak. Jebollah pertahanannya. Kontolnya menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!

Pejunya menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahangku. Peju tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah leherku. Peju yang tersisa di dalam kontolnya pun menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan awal hanya sampai pangkal leherku, sedang yang terakhir hanya jatuh di atas belahan toketku. Dia menikmati akhir-akhir kenikmatan. “Luar biasa…Din, nikmat sekali tubuhmu…,” dia bergumam. “Kok gak dikeluarin di dalem aja om”, kataku lirih. “Gak apa kalo om ngecret didalem Din”, jawabnya. “Gak apa om, biasanya cowokku juga ngecret didalem kok om. Tapi belum dientot juga aku ngerasa nikmat sekali om”, kataku lagi. “Ini baru ronde pertama Din, mau lagi kan ronde kedua”, katanya. “Mau om, tapi ngecretnya didalem ya”, jawabku. “Kok tadi kamu diem aja Din”, katanya lagi. “Bingung om, tapi nikmat”, jawabku sambil tersenyum. “Engh…” aku menggeliatkan badanku. Dia segera mengelap kontol dengan tissue yang ada di atas meja, dan mengelap peju yang berleleran di rahang, leher, dan toketku. Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan peju yang sudah terlajur jatuh di rambut ku. “Mo kemana om”, tanyaku. “Mo ambil minum dulu”, jawabnya. Dia kembali membawa gelas berisi air putih, diberikannya kepada ku yang langsung kutenggak sampe habis. Dia kembali lagi untuk mengisi gelas dengan air. Masih tidak puas dia memandangi toket indahku yang terhampar di depan matanya. Dia memandang ke arah pinggangku yang ramping dan pinggulku yang melebar indah. Terus tatapannya jatuh ke nonokku yang dikelilingi oleh jembut hitam jang lebat. Aku ingin mengulangi permainan tadi, digeluti, didekap kuat. Mengocok nonokku dengan kontolnya dengan irama yang menghentak-hentak kuat. Dan dia dapat menyemprotkan pejunya di dalam nonokku sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar. Aku diajaknya kekamar. Aku berbaring diranjang dan dia disebelahku.

“Din…,” desahnya penuh nafsu. Bibirnya pun menggeluti bibirku. Bibir sensualku yang menantang itu dilumat-lumat dengan ganasnya. Sementara aku pun tidak mau kalah. Bibirku pun menyerang bibirnya dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirnya. Kedua tangannyapun menyusup diantara lenganku. Tubuhku sekarang berada dalam dekapannya. Dia mempererat dekapannya, sementara aku pun mempererat pelukanku pada dirinya. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, toketku yang membusung terasa semakin menekan dadanya. Aku meremas-remas kulit punggungnya. Aku mencopot celananya dan merangkul punggungnya lagi. Dia kembali mendekap erat tubuhku sambil melumat kembali bibirku. Dia terus mendekap tubuhku sambil saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan toketku yang montok menekan ke dadanya. Dan ketika saling sedikit bergeseran, pentilku seolah-olah menggelitiki dadanya. Kontolnya terasa hangat dan mengeras. Tangan kirinya pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar ku, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutnya. Kontolnya tergencet diantara perut bawahku dan perut bawahnya. Sementara bibirnya bergerak ke arah leherku, diciumi, dihisap-hisap dengan hidungnya, dan dijilati dengan lidahnya. “Ah… geli… geli…,” desahku sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai daguku terbuka dengan luasnya. Aku pun membusungkan dadaku dan melenturkan pinggangku ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahnya dalam keadaan menggeluti leherku, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kanannya lalu bergerak ke dadaku yang montok, dan meremas-remas toketku dengan perasaan gemas.

Setelah puas menggeluti leherku, wajahnya turun ke arah belahan dadaku. Dia berdiri dengan agak merunduk. Tangan kirinya pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Digeluti belahan toketku, sementara kedua tangannya meremas-remas kedua belah toketku sambil menekan-nekankannya ke arah wajahnya. Digesek-gesekkan memutar wajahnya di belahan toketku. Bibirnya bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri. Diciuminya bukit toketku, dan dimasukkan pentil toketku ke dalam mulutnya. Kini dia menyedot-sedot pentil toket kiriku. Di ainkan pentilku di dalam mulutnya dengan lidah. Sedotan kadang diperbesar ke puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna coklat. “Ah… ah… om…geli…,” aku mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. Dia memperkuat sedotannya. Sementara tangannya meremas kuat toket sebelah kanan. Kadang remasan diperkuat dn diperkecil menuju puncak, dan diakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jarinya pada pentilku. “Om… hhh… geli… geli… enak… enak… ngilu…ngilu…” Dia semakin gemas. Toketku dimainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang disedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang disedot hanya pentilku dan dicepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang diremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya dipijit-pijit dan dipelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat gagah di puncaknya. “Ah…om… terus… hzzz…ngilu… ngilu…” aku mendesis-desis keenakan. Mataku kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhku ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.

Sampai akhirnya aku tidak kuat melayani serangan-serangan awalnya. Jari-jari tangan kananku yang mulus dan lembut menangkap kontolnya yang sudah berdiri dengan gagahnya. “Om.. kontolnya besar ya”, ucapku. Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tangannya terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketku, jari-jari lentik tangan kananku meremas-remas perlahan kontolnya secara berirama. Dia merengkuh tubuhku dengan gemasnya. Dikecupnya kembali daerah antara telinga dan leherku. Kadang daun telinga sebelah bawahnya dikulum dalam mulutnya dan dimainkan dengan lidahnya. Kadang ciumannya berpindah ke punggung leherku yang jenjang. Dijilati pangkal helaian rambutku yang terjatuh di kulit leherku. Sementara tangannya mendekap dadaku dengan eratnya. Telapak dan jari-jari tangannya meremas-remas kedua belah toketku. Remasannya kadang sangat kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kanannya menggencet dan memelintir perlahan pentil toket kiriku, sementara tangan kirinya meremas kuat bukit toket kananku dan bibirnya menyedot kulit mulus pangkal leherku yang bebau harum, kontolnya digesek-gesekkan dan ditekan-tekankan ke perutku. Aku pun menggelinjang ke kiri-kanan. “Ah… om… ngilu… terus om… terus… ah… geli… geli…terus… hhh… enak… enaknya… enak…,” aku merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tangannya di toketku. Akibatnya pinggulku menggial ke kanan-kiri. “Din.. enak sekali Din… sssh… luar biasa… enak sekali…,” diapun mendesis-desis keenakan. “Om keenakan ya? kontol om terasa besar dan keras sekali menekan perut aku. Wow… kontol om terasa hangat di kulit perut aku. Tangan om nakal sekali … ngilu,…,” rintihku. “Jangan mainkan hanya pentilnya saja… geli… remas seluruhnya saja…” aku semakin menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratnya. Aku sudah makin liar saja desahannya, aku sangat menikmati gelutannya, lupa bahwa dia ini om suamiku. “Om.. remasannya kuat sekali… Tangan om nakal sekali..Sssh… sssh… ngilu… ngilu…Ak… kontol om … besar sekali… kuat sekali…”

Aku menarik wajahnya mendekat ke wajahku. Bibirku melumat bibirnya dengan ganasnya. Dia pun tidak mau kalah. Dilumatnya bibirku dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tangannya mendekap tubuhku dengan kuatnya. Kulit punggungku yang teraih oleh telapak tangannya diremas-remas dengan gemasnya. Kemudian dia menindihi tubuhku. Kontolnya terjepit di antara pangkal pahaku dan perutnya bagian bawah. Akhirnya dia tidak sabar lagi. Bibirnya kini berpindah menciumi dagu dan leherku, sementara tangannya membimbing kontolnya untuk mencari nonokku. Diputar-putarkan dulu kepala kontolnya di kelebatan jembut disekitar bibir nonokku. Aku meraih kontolnya yang sudah amat tegang. Pahaku yang mulus itu terbuka agak lebar. “Om kontolnya besar dan keras sekali” kataku sambil mengarahkan kepala kontolnya ke nonokku. Kepala kontolnya menyentuh bibir nonokku yang sudah basah. Dengan perlahan-lahan dan sambil digetarkan, kontol ditekankan masuk ke kunonok. Kini seluruh kepala kontolnya pun terbenam di dalam nonokku. Dia menghentikan gerak masuk kontolnya. “Om… teruskan masuk… Sssh… enak… jangan berhenti sampai situ saja…,” aku protes atas tindakannya. Namun dia tidak perduli. Dibiarkan kontolnya hanya masuk ke nonokku hanya sebatas kepalanya saja, namun kontolnya digetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungnya dengan ganasnya menggeluti leherku yang jenjang, lengan tanganku yang harum dan mulus, dan ketiakku yang bersih dari bulu. Aku menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. “Sssh… sssh…enak… enak… geli..geli, om. Geli… Terus masuk, om..” Bibirnya mengulum kulit lengan tanganku dengan kuat-kuat. Sementara tenaga dikonsentrasikan pada pinggulnya.

Dan…satu… dua… tiga! kontolnya ditusukkan sedalam-dalamnya ke dalam nonokku dengan sangat cepat dan kuat. Plak! Pangkal pahanya beradu dengan pangkal pahaku yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kontolnya bagaikan diplirid oleh bibir nonokku yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt! “Auwww!” pekikku. Dia diam sesaat, membiarkan kontolnya tertanam seluruhnya di dalam nonokku tanpa bergerak sedikit pun. “Sakit om… ” kataku sambil meremas punggungnya dengan keras. Dia pun mulai menggerakkan kontolnya keluar-masuk nonokku. Seluruh bagian kontolnya yang masuk nonokku dipijit-pijit dinding lobang nonokku dengan agak kuatnya. “Bagaimana Din, sakit?” tanyaku. “Sekarang sudah enggak om…ssh… enak sekali… enak sekali… kontol om besar dan panjang sekali… sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru nonok aku..,” jawabku. Dia terus memompa nonokku dengan kontolnya perlahan-lahan. Toketku yang menempel di dadanya ikut terpilin-pilin oleh dadanya akibat gerakan memompa tadi. Kedua pentilku yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadanya. Kontolnya diiremas-remas dengan berirama oleh otot-otot nonokku sejalan dengan genjotannya tersebut. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontolnya menyentuh suatu daging hangat di dalam nonokku. Sentuhan tersebut serasa geli-geli nikmat.

Dia mengangkat kedua kakiku. Sambil menjaga agar kontolnya tidak tercabut dari nonokku, dia mengambil posisi agak jongkok. Betis kananku ditumpangkan di atas bahunya, sementara betis kiriku didekatkan ke wajahnya. Sambil terus mengocok nonokku perlahan dengan kontolnya, betis kiriku yang amat indah itu diciumi dan dikecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang diciumi dan digeluti, sementara betis kiriku ditumpangkan ke atas bahunya. Begitu hal tersebut dilakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan gerakan kontolnya maju-mundur perlahan di nonok ku. Setelah puas dengan cara tersebut, dia meletakkan kedua betisku di bahunya, sementara kedua telapak tangannya meraup kedua belah toketku. Masih dengan kocokan kontol perlahan di nonokku, tangannya meremas-remas toket montok ku. Kedua gumpalan daging kenyal itu diremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua pentilku digencet dan dipelintir-pelintir secara perlahan. Pentilku semakin mengeras, dan bukit toketku semakin terasa kenyal di telapak tangannya. Aku pun merintih-rintih keenakan. Mataku merem-melek, dan alisku mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. “Ah…om, geli… geli… … Ngilu om, ngilu… Sssh… sssh… terus om, terus…. kontol om membuat nonok aku merasa enak sekali… Nanti jangan dingecretinkan di luar nonok, ya om. Ngecret di dalam saja… ” Dia mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontolnya di nonokku. “Ah-ah-ah… bener, om. Bener… yang cepat…Terus om, terus… ” Dia bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihanku. Tenaganya menjadi berlipat ganda. Ditingkatkan kecepatan keluar-masuk kontolnya di nonokku. Terus dan terus. Seluruh bagian kontolnya diremas-remas dengan cepatnya oleh nonokku. Aku menjadi merem-melek. Begitu juga dirinya, dia pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa. “Sssh… sssh… Din… enak sekali… enak sekali nonokmu… enak sekali nonokmu…” “Ya om, aku juga merasa enak sekali… terusss…terus om, terusss…” Dia meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontolnya pada nonokku. “Om… sssh… sssh… Terus… terus… aku hampir nyampe…sedikit lagi… sama-sama ya om…,” aku jadi mengoceh tanpa kendali. Dia mengayuh terus. Sementara itu nonokku berdenyut dengan hebatnya. “Om… Ah-ah-ah-ah-ah… Mau keluar om… mau keluar..ah-ah-ah-ah-ah… sekarang ke-ke-ke…” Tiba-tiba kontolnya dijepit oleh dinding nonok ku dengan sangat kuatnya. Di dalam nonokku, kontolnya disemprot oleh cairan yang keluar dari nonokku dengan cukup derasnya. Dan aku meremas lengan tangannya dengan sangat kuatnya. Aku pun berteriak tanpa kendali: “…keluarrr…!” Mataku membeliak-beliak. Sekejap tubuh kurasakan mengejang. Dia pun menghentikan genjotannya. Kontolnya yang tegang luar biasa dibiarkan tertanam dalam nonokku. Aku memejam beberapa saat dalam menikmati puncak. Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tanganku pada lengannya perlahan-lahan mengendur. Kelopak mataku pun membuka, memandangi wajahnya. Sementara jepitan dinding nonokku pada kontolnya berangsur-angsur melemah, walaupun kontolnya masih tegang dan keras. Kedua kakiku lalu diletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi agak membuka. Dia kembali menindih tubuh telanjangku dengan mempertahankan agar kontolnya yang tertanam di dalam nonokku tidak tercabut.

“Om… luar biasa… rasanya seperti ke langit ke tujuh,” kataku dengan mimik wajah penuh kepuasan. Kontolnya masih tegang di dalam nonokku. Kontolnya masih besar dan keras. Dia kembali mendekap tubuhku. Kontolnya mulai bergerak keluar-masuk lagi di nonokku, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding nonokku secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontolnya. Namun sekarang gerakan kontolnya lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan oleh nonokku beberapa saat yang lalu. “Ahhh…om… langsung mulai lagi… Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di nonok aku.. Sssh…,” aku mulai mendesis-desis lagi. Bibirnya mulai memagut bibirku dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kirinya ikut menyangga berat badannya, tangan kanannya meremas-remas toket ku serta memijit-mijit pentilnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kontolnya di nonokku. “Sssh… sssh… sssh… enak om, enak… Terus…teruss… terusss…,” desisku. Sambil kembali melumat bibirku dengan kuatnya, dia mempercepat genjotan kontolnya di nonokku. Pengaruh adanya cairan di dalam nonokku, keluar-masuknya kontol pun diiringi oleh suara, “srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret…” Aku tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, “Om… ah… ” Kontolnya semakin tegang. Dilepaskannya tangan kanannya dari toketku. Kedua tangannya kini dari ketiak ku menyusup ke bawah dan memeluk punggungku. Akupun memeluk punggungnya dan mengusap-usapnya. Dia pun memulai serangan dahsyatnya. Keluar-masuknya kontolnya ke dalam nonok ku sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, kontol dihunjamkan keras-keras agar menusuk nonokku sedalam-dalamnya. Kontolnya bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding nonokku. Sampai di langkah terdalam, aku membeliak sambil mengeluarkan seruan tertahan, “Ak!” Sementara daging pangkal pahanya bagaikan menampar daging pangkal pahaku sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar nonokku, kontolnya dijaga agar kepalanya tetap tertanam di nonokku. Remasan dinding nonokku pada kontolnya pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir nonokku yang mengulum kontolnya pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini akumendesah, “Hhh…” Dia terus menggenjot nonokku dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Aku meremas punggungnya kuat-kuat di saat kontol dihunjam masuk sejauh-jauhnya ke nonokku. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontolnya dan nonokku menimbulkan bunyi srottt-srrrt… srottt-srrrt… srottt-srrrt… Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecilku: “Ak! Hhh… Ak! Hhh… Ak! Hhh…” “Din… Enak sekali Din… nonokmu enak sekali… nonokmu hangat sekali… jepitan nonokmu enak sekali…” “Om… terus om…,” rintihku, “enak om… enaaak… Ak! Hhh…” Diapun mengocokkan kontolnya ke nonokku dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontolnya berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. “Din… aku… aku…” Karena menahan rasa nikmat yang luar biasa dia tidak mampu menyelesaikan ucapannya yang memang sudah terbata-bata itu. “Om, aku… mau nyampe lagi… Ak-ak-ak… aku nyam…” Tiba-tiba kontolnya mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Dia tidak mampu lagi menahan lebih lama lagi. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding nonok ku mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, dia tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan pejunya. Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontolnya disemprot cairan nonokku, bersamaan dengan pekikanku, “…nyampee…!” Tubuhku mengejang dengan mata membeliak-beliak. “Din…!” dia melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuhku sekuat-kuatnya. Wajahnya dibenamkan kuat-kuat di leherku yang jenjang. Pejunya pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Pejunya menyembur dengan derasnya, menyemprot dinding nonokku yang terdalam. Kontolnya yang terbenam semua di dalam nonokku terasa berdenyut-denyut.

Beberapa saat lamanya kami terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali. Dia menghabiskan sisa-sisa peju dalam kontolnya. Cret! Cret! Cret! kontolnya menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam nonokku. Kali ini semprotannya lebih lemah. Perlahan-lahan baik tubuhku maupun tubuhnya tidak mengejang lagi. Dia menciumi leher mulusku dengan lembutnya, sementara aku mengusap-usap punggungnya dan mengelus-elus rambutnya. Aku merasa puas sekali dientot om. Ini baru awal permainan, karena si om akan nemani aku sampe besok sore, bayangkan berapa besarnya kenikmatan yang akan aku peroleh dari kontol si om.

Koleksi Cerita Dewasa Terlengkap

Villa Surga Kenikmatan

Saturday, February 7th, 2009

Saat ini saya menginjak 17tahun, dan kisah ini terjadi kira-kira 2 bulan yang lalu, saat aku liburan akhir semester. Waktu itu aku sedang libur sekolah. Aku berencana pergi ke villa tanteku di kota M. Tanteku ini namanya Sofi, orangnya cantik, tubuhnya-pun sangat padat berisi, dan sangat terawat walaupun usia nya memasuki 38 tahun. Aku ingat betul, pagi itu, hari sabtu, aku berangkat dari kota S menuju kota M.

Sesampainya di sana, aku pun disambut dengan ramah. Setelah saling tanya-menanya kabar, aku pun diantarkan ke kamar oleh pembantu tanteku, sebut saja Bi Sum, orangnya mirip penyanyi keroncong Sundari Soekotjo, tubuhnya yang indah tak kalah dengan tanteku, Bi Sum ini orangnya sangat polos, dan usianya hampir sama dengan tante Sofi, yang membuatku tak berkedip saat mengikutinya dari belakang adalah bongkahan pantat nya yang nampak sangat seksi bergerak Kiri-kanan, kiri-kanan, kiri-kanan saat ia berjalan, seeakan menantangku untuk meremas nya.

Setelah sampai dikamar aku tertegun sejenak, mengamati apa yang kulihat, kamar yang luas dengan interior yang ber-kelas di dalamnya. sedang asyik-asyik nya melamun aku dikagetkan oleh suara Bi sum.
“Den, ini kamarnya.”
“Eh iya Bi.” jawabku setengah tergagap.
Aku segera menghempaskan ranselku begitu saja di tempat tidur.
“Den, nanti kalau ada perlu apa-apa panggil Bibi aja ya?” ucapnya sambil berlalu.
“Eh, tunggu Bi, Bibi bisa mijit kan? badanku pegel nih.” Kataku setengah memelas.
“Kalau sekedar mijit sih bisa den, tapi Bibi ambil balsem dulu ya den?”
“Cepetan ya Bi, jangan lama-lama lo?”
“Wah kesempatan nih, aku bisa merasakan tangan lembut Bi Sum memijit badanku.” ucapku dalam hati.
Tak lama kemudian Bi Sum datang dengan balsem di tangan.
“Den, coba Aden tiduran gih.” suruh Bi Sum.
“Eh, iya Bi.” lalu aku telungkup di kasur yang empuk itu, sambil mencopot bajuku. Bi Sum pun mulai memijit punggungku, sangat terasa olehku tangan lembut Bi Sum memijit-mijit.
“Eh, Bi, tangan Bibi kok lembut sih?” tanyaku memecah keheningan.
Bi Sum diam saja sambil meneruskan pijatannya, aku hanya bisa diam, sambil menikmati pijitan tangan Bi Sum, otak kotorku mulai berangan-angan yang tidak-tidak.
“Seandainya, tangan lembut ini mengocok-ngocok penisku, pasti enak sekali.” kataku dalam hati, diikuti oleh mulai bangunnya “Adik” kecilku.

Aku mencoba memecah keheningan di dalam kamar yang luas itu.
“Bi, dari tadi aku nggak melihat om susilo dan Dik rico sih.”
“Lho, apa aden belum dibilangin nyonya, Pak Susilo kan sekarang pindah ke kota B, sedang den Rico ikut neneknya di kota L.” tuturnya.
“Oo.., jadi tante sendirian dong Bi?” tanyaku
“Iya den, kadang Bibi juga kasihan melihat nyonya, nggak ada yang nemenin.” kata Bi Sum, sambil pijatannya diturunkan ke paha kiriku. Lalu spontan aku menggelinjang keenakan.
“Ada apa den?” tanyanya polos.
“Anu Bi, itu yang pegel.” jawabku sekenanya.
“Mm.. Bibi udah punya suami?” kataku lagi.
“Anu den, suami Bibi sudah meninggal 6bulan yang lalu.” jawabnya. Seolah berlagak prihatin aku berkata.
“Maaf Bi, aku tidak tahu, trus anak Bibi bagaimana?”
“Bibi titipkan pada adik Bibi” katanya, sambil pijitannya beralih ke paha kananku.
“Mm.. Bibi nggak pingin menikah lagi?” tanyaku lagi.
“Buat apa den, orang Bibi udah tua kok, lagian mana ada yang mau den?” ucapnya.
“Lho, itu kan kata Bibi, menurutku Bibi masih keliatan cantik kok.” pujiku, sambil mengamati wajahnya yang bersemu merah.
“Ah.., den andy ini bisa saja” katanya, sambil tersipu malu.
“Eh bener loh Bi, Bibi masih cantik, udah gitu seksi lagi, pasti Bibi rajin merawat tubuh.” Godaku lagi.
“Udah ah, den ini bikin Bibi malu aja, dari tadi dipuji terus.”

Lalu aku bangkit, dan duduk berhadapan dengan dia.
“Bi.., siapa sih yang nggak mau sama Bibi, sudah cantik, seksi lagi, tuh lihat tubuh Bibi indahkan?, apalagi ini masih indah loh..” kataku, sambil memberanikan menunjuk kearah gundukan yang sekal di dadanya itu. Secara reflek dia langsung menutupinya, dan menundukkan wajahnya.
“Aden ini bisa saja, orang ini sudah kendur kok dibilang bagus.” katanya polos.
Seperti mendapat angin aku mulai memancingnya lagi.
“Bibi ini aneh, orang payudara Bibi masih inah kok bilangnya kendur, tuh lihat aja sendiri” kataku, sambil menyingkapkan kedua tangannya yang menutupi payudaranya.
“Jangan ah den, Bibi malu.”
“Bi.. kalau nggak percaya, tuh ada cermin, coba Bibi buka baju Bibi, dan ngaca.” Lalu aku mulai membantu membuka baju kebaya yang dikenakannya, sepertinya ia pasrah saja. Setelah baju kebaya nya lepas, dan ia hanya memakai Bh yang nampak sangat kecil, seakan payudaranya hendak mencuat keluar. Aku pun mulai menuntunnya ke depan cermin besar yang ada di ujung ruangan.
“Jangan den, Bibi malu nanti nyonya tahu bagaimana?” tanyanya polos.
“Tenang aja Bi, tante Sofi nggak bakal tahu kok” Aku yang ada dibelakang nya mulai mencopot tali BH nya, dan wow.. tampak olehku didepan cermin, sepasang bukit kembar yang sangat sekal dan padat berisi, melihat itu “Adik” kecilku langsung mengacung keras sekali.

Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Aku langsung meremas nya dari belakang, sambil ciumanku kudaratkan ke lehernya yang jenjang tersebut. Bi Sum yang telah setengah telanjang itu, hanya bisa mendesah dan matanya “Merem-melek”.
“Oh.. den jangan den, uhh.. den, Bibi diapain, den”
Aku tak menggubris pertanyaannya malahan aku meningkatkan seranganku. Kini ia kubopong ke ranjang, sambil menciumi putingnya yang merah mencuat itu, ia pun kelihatan mulai menikmati permainanku, dan Bi Sum telah kurebahkan diranjang, lalu aku mulai lagi menciumi putingnya, sambil menarik jarik yang dipakainya.
“Uhh.. den shh.. Bibi enak den uh.. shh.. teruus den”
Aku pun mulai membuka seluruh pakaianku dan ciumanku terus turun keperutnya, dan dengan ganasnya ku pelorotkan CD yang dipakainya, aku terdiam sesaat seraya mengamati gundukan yang ada dibawah perutnya itu.
“Den, punya aden besar sekali” katanya sambil meremas penisku, lalu kusodorkan penisku kemulutnya.
“Bi, jilatin ya.. punya Andy.” Bibir mungil Bi Sum mulai menjilati penisku. uuhh.., sungguh nikmat sekali rasanya.
“Mmhh.. ohh.. Bi terus, kulum penisku Bi.., tak lama kemudian Bi Sum mulai menyedot-nyedot penisku, dan rasanya ada yang akan keluar di ujung penisku.
“Bi.. teruuss, Bi.. aku mmaauu keeluuar, oohh” jeritku panjang dan tiba-tiba, serr maniku muncrat dalam mulut Bi Sum, Bi Sum pun langsung menelannya.

Aku pun mulai pindah posisi, kini aku mulai menjilati memek Bi Sum, tampak didepan mataku, memek Bi Sum yang bersih, dengan seikit rambut. Rupanya Bi Sum sudah tidak sabar, ia menekan kepalaku agar mulai menjilati memeknya dan sluurpp.. memek Bi Sum kujilati sampai kutenukan sesuatu yang mencuat kecil, lalu kuhisap, dan gigit kecil, gerakan tubuh Bi Sum mulai tak karuan, tanganku pun tidak tinggal diam, ku pilin-pilin putingnya dengan tangan kiriku sedangkan, tangan kananku ku gunakan menusuk memeknya sambil lidahku kumasukkan sedalam-dalamnya.

“Ohh.. den.. teruuss den jilat teruss.. memek Bibi den.. mmhh” katanya sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.
“Ouhh den.. Bibi mau.. keluarr.. den ohh, ahh, den, Bibi keeluuaarr, akhh.” Bi Sum menggelinjang hebat dan serr cairan kewanitaannya kutelan tanpa sisa. Tampak Bi Sum masih menikmati sisa-sisa orgasme nya. Lalu aku mencium bibirnya lidahku kumasukkan kedalam mulutnya, ia pun sangat agresif lalu membalas ciumanku dengan hot.
Aku pun mulai menciumi telinganya, dan dadanya yang besar menempel ketat di dadaku, aku yang sudah sangat horny langsung berkata, “Bi aku masukkan sekarang ya..”. ia hanya bisa mengangguk pelan.

aku pun mengambil posisi, kukangkangkan pahanya lebar-lebar, kutusukkan penisku ke memek nya yang sudah sangat becek. Bless.. separuh penisku amblas kedalam memeknya, terasa olehku memeknya menyedo-nyedot kepala penisku. kusodokkan kembali penisku, bless.. peniskupun amblas kedalam memeknya, aku pun mulai memaju-mundurkan pantatku, memeknya terasa sangat sempit.

“Den.. ouhh.. teruuss.. denn.. mmhh..sshh.” desahan erotis itu keluar dari mulut Bi Sum, aku pun tambah horny dan kupercepat sodokkanku di memeknya.
“Oh.. Bii memek kamu sempit banget, ohh enak Bii, goyang teruuss Bii.. ouhh..”
“Den.. cepatt.. den.. goyang yang cepat.. Bibi.. mauu.. keluar.. den..”
aku mulai mengocok penisku dengan kecepatan penuh, tampak Bi Sum menggelinjang hebat.
“Den.. Bibi.. mau keluuaarr.. ouhh.. shhshshshh..”
“Tahan Bii.. aku.. juga mau keluuarr..”

Lalu beberapa detik kemudian terasa penisku di guyur cairan yang sangat deras.. serr.. penisku pun berdenyut hebat dan, serr.. terasa sangat nikmat sekali, rasanya tulang-tulang ku copot semua. aku pun rubuh diatas wanita setengah baya yang tengah menikmati orgasmenya.

“Bi.. terima kasih ya.. memek Bibi enak” kataku sambil mencupang buah dadanya.
“Den kapan-kapan Bibi dikasih lagi yaa.”

akhirnya kami tertidur dengan penisku menancap di memek Bi Sum, tanpa aku sadari permainan ku tadi dilihat semua oleh tanteku, sambil dia mempermainkan memeknya dengan jarinya. sekian pengalaman saya dengan Bi Sum, pembantu tante saya yang sangat menggiurkan. lain kali akan saya ceritakan pengalaman saya dengan tante saya yang mengintip permainan saya dengan Bi Sum, yang tentunya lebih menghebohkan, karena tante saya ini orang yang hipersex, jadi nafsunya sangat besar, dan meledak-ledak.

Tante Dewi

Monday, December 22nd, 2008

Sebenarnya jujur aku merasa malu juga untuk menceritakan pengalamanku ini, akan tetapi melihat pada jaman ini mungkin hal ini sudah dianggap biasa. Maka aku beranikan diri untuk menceritakanya kepada para pembaca. Tetapi ada baiknya aku berterus terang bahwa aku menyukai wanita yang lebih tua karena selain lebih dewasa juga mereka lebih suka merawat diri. Aku seorang pria yang suka terhadap wanita yang lebih tua daripadaku.
Dimulai dari aku SMA aku sudah berpacaran dengan kakak kelasku begitu juga hingga aku menamatkan pendidikan sarjana sampai bekerja hingga saat ini. Satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika aku berpacaran dengan seorang janda beranak tiga. Demikian kisahnya, suatu hari ketika aku berangkat kerja dari Tomang ke Kelapa Gading, aku tampak terburu-buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.45. Sedangkan aku harus sampai di kantor pukul 08.30 tepat. Aku terpaksa pergi ke Tanah Abang dengan harapan lebih banyak kendaraan di sana. Sia-sia aku menunggu lebih dari 15 menit akhirnya aku putuskan aku harus berangkat dengan taxi. Ketika taxi yang kustop mau berangkat tiba-tiba seorang wanita menghampiriku sambil berkata, “Mas, mau ke Pulo Gadung ya?” tanyanya, “Saya boleh ikut nggak? soalnya udah telat nich.”

Akhirnya aku perbolehkan setelah aku beritahu bahwa aku turun di Kelapa Gading. Sepanjang perjalanan kami bercerita satu sama lain dan akhirnya aku ketahui bernama Dewi, seorang janda dengan 3 orang anak dimana suaminya meninggal dunia. Ternyata Dewi bekerja sebagai Kasir pada sebuah katering yang harus menyiapkan makanan untuk 5000 buruh di Kawasan Industri Pulo Gadung. Aku menatap wanita di sebelahku ini ternyata masih cukup menggoda juga. Dewi, 1 tahun lebih tua dari aku dan kulit yang cukup halus, bodi yang sintal serta mata yang menggoda. Setelah meminta nomor teleponnya aku turun di perempatan Kelapa Gading. Sampai di kantor aku segera menelepon Dewi, untuk mengadakan janji sore hari untuk pergi ke bioskop.
Tidak seperti biasanya, tepat jam 05.00 sore aku bergegas meninggalkan kantorku karena ada janji untuk betemu Dewi. Ketika sampai di Bioskop Jakarta Theater, tentunya yang sudah aku pilih, kami langsung antri untuk membeli tiket. Masih ada waktu sekitar 1 jam yang kami habiskan untuk berbincang-bincang satu sama lain. Selama perbincangan itu kami sudah mulai membicarakan masalah-masalah yang nyerempet ke arah seks. Tepat jam 19.00, petunjukan dimulai aku masuk ke dalam dan menuju ke belakang kiri, tempat duduk favorit bagi pasangan yang sedang dimabuk cinta. Pertunjukan belum dimulai aku sudah membelai kepala Dewi sambil membisikkan kata-kata yang menggoda. “Dewi, kalau dekat kamu, saudaraku bisa nggak tahan,” kataku sambil menyentuh buah dadanya yang montok. “Ah Mas, saudaranya yang di mana?” katanya, sambil mengerlingkan matanya. Melihat hal itu aku langsung melumat habis bibirnya sehingga napasnya nampak tersengal-sengal. “Mas, jangan di sini dong kan malu, dilihat orang.” Aku yang sudah terangsang segera mengajaknya keluar bioskop untuk memesan taxi. Padahal pertunjukan belum dimulai hanya iklan-iklan film saja yang muncul.

Setelah menyebutkan Hotel **** (edited), taxi itupun melaju ke arah yang dituju. Sepanjang perjalanan tanganku dengan terampil meremas buah dada Dewi yang sesekali disertai desahan yang hebat. Ketika tanganku hendak menuju ke vagina dengan segera Dewi menghalangi sambil berkata, “Jangan di sini Mas, supir taxinya melihat terus ke belakang.” Akhirnya kulihat ke depan memang benar supir itu melirik terus ke arah kami. Sampai di tempat tujuan setelah membayar taxi, kami segera berpelukan yang disertai rengekan manja dari Dewi, “Mas Jo, kamu kok pintar sekali sih merangsang aku, padahal aku belum pernah begini dengan orang yang belum aku kenal.” Seraya sudah tidak sabar aku tuntun segera Dewi ke kamar yang kupesan. Aku segera menjilati lehernya mulai dari belakang ke depan. Kemudian dengan tidak sabarnya dilucutinya satu persatu yang menempel di badanku hingga aku bugil ria. Penisku yang sudah menegang dari tadi langsung dalam posisi menantang Dewi.
Kemudian aku membalas melucuti semua baju Dewi, sehingga dia pun dalam keadaan bugil. Kemudian dengan rakus dijilatinya penisku yang merah itu sambil berkata, “Mas kontolnya merah banget aku suka.” Dalam posisi 69 kujilati juga vagina Dewi yang merekah dan dipenuhi bulu-bulu yang indah. 10 Menit, berlalu tiba-tiba terdengar suara, “Mas, aku mau keluaarr..”
“Cret.. cret.. cret..”
Vagina Dewi basah lendir yang menandakan telah mencapai orgasmenya. 5 Menit kemudian aku segera menyusul, “Dewi, Wi, Mas mau keluar..”
“Crot.. crot.. crot..”
Spermaku yang banyak akhirnya diminum habis oleh Dewi.
Setelah itu kami pun beristirahat. Tidak lama kemudian Dewi mengocok kembali penisku yang lunglai itu. Tidak lama kemudian penisku berdiri dan siap melaksanakan tugasnya. Dituntun segera penisku itu ke vaginanya. Pemanasan dilakukan dengan cara menggosokkan penisku ke vaginanya. Dewi mendesah panjang, “Mas, kontolnya kok bengkok sih, nakalnya ya dulunya?” Tidak kuhiraukan pembicaraan Dewi, aku segera menyuruhnya untuk memasukkan penisku ke vaginanya. “Dewi, masukkan cepat! Jonathan tidak tahan lagi nih.” Sleep.. bless.. masuk sudah penisku ke vaginanya yang merekah itu. Tidak lupa tanganku meremas buah dadanya sesekali menghisap payudaranya yang besar walaupun agak turun tapi masih nikmat untuk dihisap. Goyangan demi goyangan kami lalui seakan tidak mempedulikan lagi apakah yang kami lakukan ini salah atau tidak. Puncaknya ketika Dewi memanggil namaku, “Jonathan.. terus.. terus.. Dewi, mau keluar..” Akhirnya Dewi keluar disertai memanggil namaku setengah berteriak, “Jonathan.. aku.. keluaarr..” sambil memegang pantatku dan mendorongnya kuat-kuat.

Tidak berselang lama aku pun merasakan hal sama dengan Dewi, “Wi.. ah.. ah.. tumpah dalam atau minum Wi..” kataku. Terlambat akhirnya pejuku tumpah di dalam, “Wi.. kamu hebat.. walaupun sudah punya 3 anak,” kataku sambil memujinya. Akhirnya malam itu kami menginap di hotel **** (edited). Kami berpacaran selama 1 tahun, walaupun sudah putus, tetapi kami masih berteman baik.
Adakah di antara pembaca baik itu gadis, janda, maupun tante yang bersedia kencan lepas denganku aku siap melayaninya, terlebih lagi kalau lebih tua dariku. Silakan kirim email ke alamatku disertai nomor telepon, pasti aku hubungi. Benar juga kata pepatah, “Kelapa yang tua, tentu banyak juga santannya”. Yang lebih tua memang enak juga untuk dikencani.

Birahi Sang Perawat

Sunday, December 21st, 2008

Hari ini adalah hari pertamaku tinggal di kota Bandung. Karena tugas kantorku, aku terpaksa tinggal di Bandung selama 5 hari dan weekend di Jakarta. Di kota kembang ini, aku menyewa kamar di rumah temanku. Menurutnya, rumah itu hanya ditinggali oleh Ayahnya yang sudah pikun, seorang perawat, dan seorang pembantu. “Rumah yang asri” gumamku dalam hati. Halaman yang hijau, penuh tanaman dan bunga yang segar dikombinasikan
dengan kolam ikan berbentuk oval.

Aku mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali sampai pintu dibukakan. Sesosok tubuh semampai berbaju serba putih menyambutku dengan senyum manisnya.
“Pak Rafi ya..”.
“Ya.., saya temannya Mas Anto yang akan menyewa kamar di sini. Lho, kamu kan pernah kerja di tetanggaku?”, jawabku surprise.
Perawat ini memang pernah bekerja pada tetanggaku di Bintaro sebagai baby sitter.
“Iya…, saya dulu pengasuhnya Aurelia. Saya keluar dari sana karena ada rencana untuk kimpoi lagi. Saya kan dulu janda pak.., tapi mungkin belum jodo.., ee dianya pergi sama orang lain.., ya sudah, akhirnya saya kerja di sini..”,

Mataku memandangi sekujur tubuhnya.Tati (nama si perawat itu) secara fisik memang tidak pantas menjadi seorang perawat. Kulitnya putih mulus, wajahnya manis, rambutnya hitam sebahu, buah dadanya sedang menantang, dan kakinya panjang semampai. Kedua matanya yang bundar memandang langsung mataku, seakan ingin mengatakan sesuatu.
Aku tergagap dan berkata, “Ee.., Mbak Tati, Bapak ada?”.
“Bapak sedang tidur. Tapi Mas Anto sudah nitip sama saya. Mari saya antarkan ke kamar..”.

Tati menunjukkan kamar yang sudah disediakan untukku. Kamar yang luas, ber-AC, tempat tidur besar, kamar mandi sendiri, dan sebuah meja kerja. Aku meletakkan koporku di lantai sambil melihat berkeliling, sementara Tati merunduk merapikan sprei ranjangku. Tanpa sengaja aku melirik Tati yang sedang menunduk. Dari balik baju putihnya yang kebetulan berdada rendah, terlihat dua buah dadanya yang ranum bergayut di hadapanku. Ujung buah dada yang berwarna putih itu ditutup oleh BH berwarna pink. Darahku terkesiap. Ahh…, perawat cantik, janda, di rumah yang relatif kosong.Sadar melihat aku terkesima akan keelokan buah dadanya, dengan tersipu-sipu Tati menghalangi pemandangan indah itu dengan tangannya.

“Semuanya sudah beres Pak…, silakan beristirahat..”.
“Ee…, ya.., terima kasih”, jawabku seperti baru saja terlepas dari lamunan panjang.

Sore itu aku berkenalan dengan ayah Anto yang sudah pikun itu. Ia tinggal sendiri di rumah itu setelah ditinggalkan oleh istrinya 5 tahun yang lalu. Selama beramah-tamah dengan sang Bapak, mataku tak lepas memandangi Tati. Sore itu ia menggunakan daster tipis yang dikombinasikan dengan celana kulot yang juga tipis. Buah dadanya nampak semakin menyembul dengan dandanan seperti itu.

Di rumah itu ada seorang pembantu berumur sekitar 17 tahun. Mukanya manis, walaupun tidak secantik Tati. Badannya bongsor dan motok. Ani namanya. Ia yang sehari-hari menyediakan makan untukku.

Hari demi hari berlalu. Karena kepiawaianku dalam bergaul, aku sudah sangat akrab dengan orang-orang di rumah itu. Bahkan Ani sudah biasa mengurutku dan Tati sudah berani untuk ngobrol di kamarku. Bagi janda muda itu, aku sudah merupakan tempat mencurahkan isi hatinya. Begitu mudah keakraban itu terjadi hingga kadang-kadang Tati merasa tidak perlu mengetuk pintu sebelum masuk ke kamarku.

Sampai suatu malam, ketika itu hujan turun dengan lebatnya. Aku, karena sedang suntuk memasang VCD porno kesukaanku di laptopku. Tengah asyik-asyiknya aku menonton tanpa sadar aku menoleh ke arah pintu, astaga…, Tati tengah berdiri di sana sambil juga ikut menonton. Rupanya aku lupa menutup pintu, dan ia tertarik akan suara-suara erotis yang dikeluarkan oleh film produksi Vivid interactive itu. Ketika sadar bahwa aku mengetahui kehadirannya, Tati tersipu dan berlari ke luar kamar.

“Mbak Tati..”, panggilku seraya mengejarnya ke luar. Kuraih tangannya dan kutarik kembali ke kamarku.
“Mbak Tati…, mau nonton bareng? Ngga apa-apa kok..”.
“Ah, ngga Pak…, malu aku..”, katanya sambil melengos.
“Lho.., kok malu.., kayak sama siapa saja.., kamu itu.., wong kamu sudah cerita banyak tentang diri kamu dan keluarga.., dari yang jelek sampai yang bagus.., masak masih ngomong malu sama aku?”, Kataku seraya menariknya ke arah ranjangku.
“Yuk kita nonton bareng yuk..”, Aku mendudukkan Tati di ranjangku dan pintu kamarku kukunci.

Dengan santai aku duduk di samping Tati sambil mengeraskan suara laptopku. Adegan-adegan erotis yang diperlihatkan ke 2 bintang porno itu memang menakjubkan. Mereka bergumul dengan buas dan saling menghisap. Aku melirik Tati yang sedari tadi takjub memandangi adegan-adegan panas tersebut. Terlihat ia berkali-kali menelan ludah. Nafasnya mulai memburu, dan buah dadanya terlihat naik turun. Aku memberanikan diri untuk memegang tangannya yang putih mulus itu. Tati tampak sedikit kaget, namun ia membiarkan tanganku membelai telapak tangannya. Terasa benar bahwa telapak tangan Tati basah oleh keringat. Aku membelai-belai tangannya seraya perlahan-lahan mulai mengusap pergelangan tangannya dan terus merayap ke arah ketiaknya. Tati nampak pasrah saja ketika aku memberanikan diri melingkarkan tanganku ke bahunya sambil membelai mesra bahunya. Namun ia belum berani untuk menatap mataku. Sambil memeluk bahunya, tangan kananku kumasukkan ke dalam daster melalui lubang lehernya. Tanganku mulai merasakan montoknya pangkal buah dada Tati. Kubelai-belai seraya sesekali kutekan daging empuk yang menggunung di dada bagian kanannya.

Ketika kulihat tak ada reaksi dari Tati, secepat kilat kusisipkan tangganku ke dalam BH-nya…, kuangkat cup BH-nya dan kugenggam buah dada ranum si janda muda itu.
“Ohh.., Pak…, jangan..”, Bisiknya dengan serak seraya menoleh ke arahku dan mencoba menolak dengan menahan pergelangan tangan kananku dengan tangannya.
“Sshh…, ngga apa-apa Mbak…, ngga apa-apa..”.
“Nanti ketauanhh..”.
“Nggaa…, jangan takut..”, Kataku seraya dengan sigap memegang ujung puting buah dada Tati dengan ibu jari dan telunjukku, lalu kupelintir-pelintir ke kiri dan kanan.
“Ooh.., hh.., Pak.., Ouh.., jj.., jjanganhh.., ouh..”, Tati mulai merintih-rintih sambil memejamkan matanya. Pegangan tangannya mulai mengendor di pergelangan tanganku.
Saat itu juga, kusambar bibirnya yang sedari tadi sudah terbuka karena merintih-rintih.
“Ouhh.., mmff.., cuphh.., mpffhh..”, Dengan nafas tersengal-sengal Tati mulai membalas ciumanku. Kucoba mengulum lidahnya yang mungil, ketika kurasakan ia mulai membalas sedotanku. Bahkan ia kini mencoba menyedot lidahku ke dalam mulutnya seakan ingin menelannya bulat-bulat.

Tangannya kini sudah tidak menahan pergelanganku lagi, namun kedua-duanya sudah melingkari leherku. Malahan tangan kanannya digunakannya untuk menekan belakang kepalaku sehingga ciuman kami berdua semakin lengket dan bergairah. Momentum ini tak kusia-siakan. Sementara Tati melingkarkan kedua tangannya di leherku, akupun melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku melepaskan bibirku dari kulumannya, dan aku mulai menciumi leher putih Tati dengan buas. “aahh..Ouhh..” Tati menggelinjang kegelian dan tanganku mulai menyingkap daster di bagian pinggangnya. Kedua tanganku merayap cepat ke arah tali BH-nya dan, “tasss..” terlepaslah BH-nya dan dengan sigap kualihkan kedua tanganku ke dadanya.

Saat itulah lurasakan betapa kencang dan ketatnya kedua buah dada Tati. Kenikmatan meremas-remas dan mempermainkan putingnya itu terasa betul sampai ke ujung sarafku. Penisku yang sedari tadi sudah menegang terasa semakin tegang dan keras. Rintihan-rintihan Tati mulai berubah menjadi jeritan-jeritan kecil terutama saat kuremas buah dadanya dengan keras. Tati sekarang lebih mengambil inisiatif. Dengan nafasnya yang sudah sangat terengah-engah, ia mulai menciumi leher dan mukaku. Ia bahkan mulai berani menjilati dan menggigit daun telingaku ketika tangan kananku mulai merayap ke arah selangkangannya. Dengan cepat aku menyelipkan jari-jariku ke dalam kulotnya melalui perut, langsung ke dalam celana dalamnya. Walaupun kami berdua masih dalam keadaan duduk berpelukan di atas ranjang, posisi paha Tati saat itu sudah dalam keadaan mengangkang seakan memberi jalan bagi jari-jemariku untuk secepatnya mempermainkan kemaluannya.

Hujan semakin deras saja mengguyur kota Bandung. Sesekali terdengar suara guntur bersahutan. Namun cuaca dingin tersebut sama sekali tidak mengurangi gairah kami berdua di saat itu. Gairah seorang lajang yang memiliki libido yang sangat tinggi dan seorang janda muda yang sudah lama sekali tidak menikmati sentuhan lelaki. Tati mengeratkan pelukannya di leherku ketika jemariku menyentuh bulu-bulu lebat di ujung vaginanya. Ia menghentikan ciumannya di kupingku dan terdiam sambil terus memejamkan matanya. Tubuhnya terasa menegang ketika jari tengahku mulai menyentuh vaginanya yang sudah terasa basah dan berlendir itu. Aku mulai mempermainkan vagina itu dan membelainya ke atas dan ke bawah. “Ouuhh Pak.., ouhh.., aahh.., g..g.ggelliiihh”.

Tati sudah tidak bisa berkata-kata lagi selain merintih penuh nafsu ketika clitorisnya kutemukan dan kupermainkan. Seluruh badan Tati bergetar dan bergelinjang. Ia nampak sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Jeritan-jeritannya mulai terdengar keras. Sempat juga aku kawatir dibuatnya. Jangan-jangan seisi rumah mendengar apa yang tengah kami lakukan. Namun kerasnya suara hujan dan geledek di luar rumah menenangkanku. Benda kecil sebesar kacang itu terasa nikmat di ujung jari tengahku ketika aku memutar-mutarnya. Sambil mempermainkan clitorisnya, aku mulai menundukkan kepalaku dan menciumi buah dadanya yang masih tertutupi oleh daster.

Seolah mengerti, Tati menyingkapkan dasternya ke atas, sehingga dengan jelas aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, kenyal dan berwarna putih mulus itu bergantung di hadapanku. Karena nafsuku sudah memuncak, dengan buas kusedot dan kuhisap buah dada yang berputing merah jambu itu. Putingnya terasa keras di dalam mulutku menandakan nafsu janda muda itupun sudah sampai di puncak. Tati mulai menjerit-jerit tidak karuan sambil menjambak rambutku.

Sejenak kuhentikan hisapanku dan bertanya, “Enak Mbak?”. Sebagai jawabannya, Tati membenamkan kembali kepalaku ke dalam ranumnya buah dadanya. Jari tengahku yang masih mempermainkan clitorisnya kini kuarahkan ke lubang vagina Tati yang sudah menganga karena basah dan posisi pahanya yang mengangkang. Dengan pelan tapi pasti kubenamkan jari tengahku itu ke dalamnya.
“Auuhh.., P.Paak.., hh”. Tati menjerit dan menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang. “Terrusshh.., auhh..”. Kugerakkan jariku keluar masuk di vaginanya dan Tati menggoyangkan pingggulnya mengikuti irama keluar masuknya jemariku itu.

Aku menghentikan ciumanku di buah dada Tati dan mulai mengecup bibir ranum janda itu. Matanya tak lagi terpejam, tapi memandang sayu ke mataku seakan berharap kenikmatan yang ia rasakan ini jangan pernah berakhir. Tangan kiriku yang masih bebas, membimbing tangan kanan Tati ke balik celana pendekku. Ketika tangannya menyentuh penisku yang sudah sangat keras dan besar itu, terlihat ia agak terbelalak karena belum pernah melihat bentuk yang panjang dan besar seperti itu. Tati meremas penisku dan mulai mengocoknya naik turun naik turun.., kocokan yang nikmat yang membuatku tanpa sadar melenguh, “Ahh.., Mbaak.., enaknya.., terusin..”.

Saat itu kami berdua berada pada puncaknya nafsu. Aku yakin bahwa Mbak Tati sudah ingin secepatnya memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Ia tidak mengatakannya secara langsung, namun dari tingkahnya menarik penisku dan mendekatkannya ke vaginanya sudah merupakan pertanda. Namun, di detik-detik yang paling menggairahkan itu terdegar suara si Bapak tua berteriak, “Tatiii…, Tatiii..”. Kami berdua tersentak. Kukeluarkan jemariku dari vaginanya, Tati melepaskan kocokannya dan ia membenahi pakaian dan rambutnya yang berantakan. Sambil mengancingkan kembali BH-nya ia keluar dari kamarku menuju kamar Bapak tua itu. Sialan!, kepalaku terasa pening. Begitulah penyakitku kalau libidoku tak tersalurkan.

Beberapa saat lamanya aku menanti siapa tahu janda muda itu akan kembali ke kamarku. Tapi nampaknya ia sibuk mengurus orang tua pikun itu, sampai aku tertidur. Entah berapa lama aku terlelap, tiba-tiba aku merasa napasku sesak. Dadaku serasa tertindih suatu beban yang berat. Aku terbangun dan membuka mataku. Aku terbelalak, karena tampak sesosok tubuh putih mulus telanjang bulat menindih tubuhku.

“Mbak Tati?”, Tanyaku tergagap karena masih mengagumi keindahan tubuh mulus yang berada di atas tubuhku. Lekukan pinggulnya terlihat landai, dan perutnya terasa masih kencang. Buah dadanya yang lancip dan montok itu menindih dadaku yang masih terbalut piyama itu. Seketika, rasa kantukku hilang. Mbak Tati tersenyum simpul ketika tangannya memegang celanaku dan merasakan betapa penisku sudah kembali menegang.
“Kita tuntaskan ya Mbak?”, Kataku sambil menyambut kuluman lidahnya. Sambil dalam posisi tertindih aku menanggalkan seluruh baju dan celanaku. Kegairahan yang sempat terputus itu, mendadak kembali lagi dan terasa bahkan lebih menggila. Kami berdua yang sudah dalam keadaan bugil saling meraba, meremas, mencium, merintih dengan keganasan yang luar biasa. Mbak Tati sudah tidak malu-malu lagi menggoyangkan pinggulnya di atas penisku sehingga bergesekan dengan vaginanya.

Tidak lebih dari 5 menit, aku merasakan bahwa nafsu syahwat kami sudah kembali berada dipuncak. Aku tak ingin kehilangan momen lagi. Kubalikkan tubuh Tati, dan kutindih sehingga keempukan buah dadanya terasa benar menempel di dadaku. Perutku menggesek nikmat perutnya yang kencang, dan penisku yang sudah sangat menegang itu bergesekan dengan vaginanya.

“Mbak.., buka kakinya.., sekarang kamu akan merasakan sorganya dunia Mbak..”, bisikku sambil mengangkangkan kedua pahanya. Sambil tersengal-sengal Tati membuka pahanya selebar-lebarnya. Ia tersenyum manis dengan mata sayunya yang penuh harap itu.
“Ayo Pak.., masukkan sekarang”, Aku menempelkan kepala penisku yang besar itu di mulut vagina Tati. Perlahan-lahan aku memasukkannya ke dalam, semakin dalam, semakin dalam dan, “aa.., Aooohh.., paakh.., aahh..”, rintihnya sambil membelalakkan matanya ketika hampir seluruh penisku kubenamkan ke dalam vaginanya. Setelah itu, “Blesss”, dengan sentakan yang kuat kubenamkan habis penisku diiringi jeritan erotisnya, “Ahh.., besarnyah.., ennnakk ppaak..”.

Aku mulai memompakan penisku keluar masuk, keluar masuk. Gerakanku makin cepat dan cepat. Semakin cepat gerakanku, semakin keras jeritan Tati terdengar di kamarku. Pinggul janda muda itu pun berputar-putar dengan cepat mengikuti irama pompaanku. Kadang-kadang pinggulnya sampai terangkat-angkat untuk mengimbangi kecepatan naik turunnya pinggulku. Buah dadanya yang terlihat bulat dalam keadaan berbaring itu bergetar dan bergoyang ke sana ke mari. Sungguh menggairahkan!

Tiba-tiba aku merasakan pelukannya semakin mengeras. Terasa kuku-kukunya menancap di punggungku. Otot-ototnya mulai menegang. Nafas perempuan itu juga semakin cepat. Tiba-tiba tubuhnya mengejang, mulutnya terbuka, matanya terpejam,dan alisnya merengut “aahh..”. Tati menjerit panjang seraya menjambak rambutku, dan penisku yang masih bergerak masuk keluar itu terasa disiram oleh suatu cairan hangat. Dari wajahnya yang menyeringai, tampak janda muda itu tengah menghayati orgasmenya yang mungkin sudah lama tidak pernah ia alami itu. Aku tidak mengendurkan goyangan pinggulku, karena aku sedang berada di puncak kenikmatanku.

“Mbak.., goyang terus Mbak.., aku juga mau keluar..”. Tati kembali menggoyang pinggulnya dengan cepat dan beberapa detik kemudian, seluruh tubuhku menegang.
“Keluarkan di dalam saja pak”, bisik Tati, “Aku masih pakai IUD”. Begitu Tati selesai berbisik, aku melenguh.
“Mbak.., aku keluar.., aku keluarr.., aahh..”, dan…, “Crat.., crat.., craat”, kubenamkan penisku dalam-dalam di vagina perempuan itu. Seakan mengerti, Tati mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga puncak kenikmatan ini terasa benar hingga ke tulang sumsumku.

Kami berdua terkulai lemas sambil memejamkan mata. Pikiran kami melayang-layang entah ke mana. Tubuhku masih menindih tubuh montok Tati. Kami berdua masih saling berpelukan dan akupun membayangkan hari-hari penuh kenikmatan yang akan kualami sesudah itu di Bandung.

Sejak kejadian malam itu, kesibukan di kantorku yang luar biasa membuatku sering pulang larut malam. Kepenatanku selalu membuatku langsung tertidur lelap. Kesibukan ini bahkan membuat aku jarang bisa berkomunikasi dengan Tati. Walaupun begitu, sering juga aku mempergunakan waktu makan siangku untuk mampir ke rumah dengan maksud untuk melakukan seks during lunch. Sayang, di waktu tersebut ternyata Ayah Anto senantiasa dalam keadaan bangun sehingga niatku tak pernah kesampaian. Namun suatu hari aku cukup beruntung walaupun orang tua itu tidak tidur. Aku mendapat apa yang kuinginkan.

Ceritanya sebagai berikut: Tati diminta oleh Ayah Anto untuk mengambil sesuatu di kamarnya. Melihat peluang itu, aku diam-diam mengikutinya dari belakang. Kamar ayah Anto memang tidak terlihat dari tempat di mana orang tua itu biasa duduk. Sesampainya di kamar kuraih pinggang semampai perawat itu dari belakang. Tati terkejut dan tertawa kecil ketika sadar siapa yang memeluknya dan tanpa basa-basi langsung menyambut ciumanku dengan bibirnya yang mungil itu sambil dengan buas mengulum lidahku. Ia memang sudah tidak malu-malu lagi seperti awal pertemuan kami.

Janda cantik itu sudah menunjukkan karakternya sebagai seorang pecinta sejati yang tanpa malu-malu lagi menunjukkan kebuasan gairahnya. Kadang aku tidak mengerti, kenapa suaminya tega meninggalkannya. Namun analisaku mengatakan, suaminya tak mampu mengimbangi gejolak gairah Tati di atas ranjang dan untuk menutupi rasa malu yang terus menerus terpaksa ia meninggalkan perempuan muda itu untuk hidup bersama dengan perempuan lain yang lebih ‘low profile’. Aku memang belum sempat menanyakan pada Tati bagaimana ia menyalurkan kebutuhan biologisnya di saat menjanda. Aku berpikir, bawa masturbasi adalah jalan satu-satunya.

Kami berdua masih saling berciuman dengan ganas ketika dengan sigap aku menyelipkan tanganku ke balik baju perawatnya yang putih itu. Sungguh terkejut ketika aku sadar bahwa ia sama sekali tidak memakai BH sehingga dengan mudahnya kuremas buah dada kanannya yang ranum itu.

“Kok ngga pakai BH Mbak..?” Sambil menggelinjang dan mendesah, ia menjawab sambil tersenyum nakal.
“Supaya gampang diremas sama kamu..”. Benar-benar jawaban yang menggemaskan!

Kembali kukulum bibir dan lidahnya yang menggairahkan itu sambil dengan cepat kubuka kancing bajunya yang pertama, kedua, dan ketiga. Lalu tanpa membuang waktu kutundukkan kepalaku, dengan tangan kananku kukeluarkan buah dada kanannya dan kuhisap sedemikian rupa sehingga hampir setengahnya masuk ke dalam mulutku. Tati mulai mengerang kegelian, “Ouhh.., geli Mas.., geliii.., ahh..”. Sejak kejadian malam itu, ia memang membiasakan dirinya untuk memanggilku Mas. Sambil menggelinjang dan merintih, tangan kanan Tati mulai mengelus-elus bagian depan celana kantorku.

Penisku yang terletak tepat di baliknya terasa semakin menegang dan menegang. Jari-jari lentik perempuan itu berusaha untuk mencari letak kepala penisku untuk kemudian digosok-gosoknya dari luar celana. Sensasi itu membuat nafasku semakin memburu seperti layaknya nafas kuda yang tengah berlari kencang. Seakan tak mau kalah darinya, tangan kiriku berusaha menyingkap rok janda muda itu dan dengan sigap kugosokkan jari-jemariku di celana dalamnya. Tepat diatas vaginanya, celana dalam Tati terasa sudah basah. Sungguh hebat! Hanya dalam beberapa menit saja, ia sudah sedemikian terangsangnya sehingga vaginanya sudah siap untuk dimasuki oleh penisku.

Tanpa membuang waktu kuturunkan celana dalam tipis yang kali ini berwarna hitam, kudorong tubuh montok perawat itu ke dinding, lalu kuangkat paha kanannya sehingga dengkulnya menempel di pinggangku. Dengan sigap pula kubuka ritsluiting celanaku dan kukeluarkan penisku yang sudah sangat tegang dan besar itu. Tati sudah nampak pasrah. Ia hanya bersender di dinding sambil memejamkan matanya dan memeluk bahuku.

“Tatiii.., mana minyak tawonnya.., kok lama betuul”. Suara orang tua itu terdengar dengan keras. Sungguh menjengkelkan. Tati sempat terkejut dan nampak panik ketika kemudian aku berbisik,
“Tenang Mbak.., jawab aja.., kita selesaikan dulu ini.., kamu mau kan?” Ia mengangguk seraya tersenyum manis.
“Sebentar Pak..”, teriaknya.
“Minyak tawonnya keselip entah ke mana.., ini lagi dicari kok”. Ia tertawa cekikikan, geli mendengar jawaban spontannya sendiri. Namun tawanya itu langsung berubah menjadi jerikan erotis kecil ketika kupukul-pukulkan kepala penisku ke selangkangannya.

Perlahan-lahan kutempelkan kepala penisku itu di pintu vaginanya. Sambi kuputar-putar kecil kudorong pinggulku perlahan-lahan. Tati ternganga sambil terengah-engah, “aahh.., aahh.., ouhh.., Mas.., besar sekali.., pelan-pelan Mas..pelan-pelanhh..”, dan, “aaah”. Tati menjerit kecil ketika kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang becek dan terasa sangat sempit dalam posisi berdiri ini. Aku menyodokkan penisku maju mundur dengan gerakan yang percepatannya meningkat dari waktu ke waktu. Tubuh Tati terguncang-guncang, buah dadanya bergayut ke kiri dan kanan dan jeritannya semakin menjadi-jadi.

Aku sudah tak peduli kalau ayah Anton sampai mendengarkan jeritan perempuan itu. Nafsuku sudah naik ke kepala. Janda muda ini memang memiliki daya pikat seks yang luar biasa. Walaupun ia hanya seorang perawat, namun kemulusan dan kemontokan badannya sungguh setara dengan perempuan kota jaman sekarang. Sangat terawat dan nikmat sekali bila digesek-gesekkankan di kulit kita. Gerakan pinggulku semakin cepat dan semakin cepat. Mulutku tak puas-puasnya menciumi dan menghisap puting buah dadanya yang meruncing panjang dan keras itu. Buah dadanya yang kenyal itu hampir seluruhnya dibasahi oleh air liurku. Aku memang sedang nafsu berat. Aku merasakan bahwa sebentar lagi aku akan orgasme dan bersamaan dengan itu juga tubuh Tati menegang.

Kupercepat gerakan pinggulku dan tiba-tiba, “aahh.., Mas.., Masss, aku keluarrr.., aahh”, Jeritnya. Saat itu juga kusodokkan penisku ke dalam vagina janda muda itu sekeras-kerasnya dan, “Craat.., craatt.., craat”.
“Ahh…, Mbaak”, erangku sambil meringis menikmati puncak orgasme kami yang waktunya jatuh bersamaan itu. Kami berpelukan sesaat dan Tati berbisik dengan suara serak.
“Mas.., aku ngga pernah dipuasin laki-laki seperti kamu muasin saya.., kamu hebat..”. Aku tersenyum simpul.
“Mbak., aku masih punya 1001 teknik yang bisa membuat kamu melayang ke surga ke-7.., ngga bosan kan kalo lain waktu aku praktekkan sama kamu?”. Perlahan Tati menurunkan paha kanannya dan mencabut penisku dari vaginanya.
“Bosan? Aku gila apa.., yang beginian ngga akan membuatku bosan.., kalau bisa tiap hari aku mau Mas..”. Benar-benar luar biasa libido perempuan ini. Beruntung aku mempunyai libido yang juga luar biasa besarnya. Sebagai partner seks, kami benar-benar seimbang.

Setelah kejadian siang itu, aku dan Tati seperti pengantin baru saja. Tak ada waktu luang yang tak terlewatkan tanpa nafsu dan birahi. Walaupun demikian, aku tekankan pada Tati, bahwa hubungan antara aku dan dia, hanyalah sebatas hubungan untuk memuaskan nafsu birahi saja. Aku dan dia punya hak untuk berhubungan dengan orang lain. Tati si janda muda yang sudah merasakan kenikmatan seks bebas itu tentu saja menyetujuinya.

Suatu hari, Tati masuk ke dalam kamarku dan ia berkata, “Mas, aku akan mengambil cuti selama 1 bulan. Aku harus mengurusi masalah tanah warisan di kampungku..”.
“Lha.., kalau Mbak pulang, siapa yang akan mengurusi Bapak?”, tanyaku sambil membayangkan betapa kosongnya hari-hariku selama sebulan ke depan.
“Mas Anto bilang, akan ada adik Bapak yang akan menggantikan aku selama 1 bulan.., namanya Mbak Ine.., dia ngga kimpoi.., umurnya sudah hampir 40 tahun.., orangnya baik kok.., cerewet.., tapi ramah..”. Yah apa boleh buat, aku terpaksa kehilangan seorang teman berhubungan seks yang sangat menggairahkan. Hitung-hitung cuti 1 bulan.., atau kalau berpikir positif.., its time to look for a new partner!!!

Hari ini adalah hari ke lima setelah kepergian Tati. Mbak Ine, pengganti sementara Tati, ternyata adalah adik ipar ayah Anto. Jadi, adik istri si bapak tua itu. Mbak Ine adalah seorang perempuan Sunda yang ramah. Wajahnya lumayan cantik, kulitnya berwarna hitam manis, badannya agak pendek dan bertubuh montok. Ukuran buah dadanya besar. Jauh lebih besar dari Tati dan senantiasa berdandan agak menor. Wanita yang berumur hampir 40 tahun itu mengaku belum pernah menikah karena merasa bahwa tak ada laki-laki yang bisa cocok dengan sifatnya yang avonturir. Saat ini ia bekerja secara freelance di sebuah stasiun televisi sebagai penulis naskah. Kemampuan bergaulku dan keramahannya membuat kami cepat sekali akrab.

Lagi-lagi, kamarku itu kini menjadi markas curhatnya Mbak Ine.
“Panggil saya teh Ine aja deh..”, katanya suatu kali dengan logat Bandungnya yang kental.
“Kalau gitu panggil saya Rafi aja ya teh.., ngga usah pake pak pak-an segala..”, balasku sambil tertawa.

Baru 5 hari kami bergaul, namun sepertinya kami sudah lama saling mengenal. Kami seperti dua orang yang kasmaran, saling memperhatikan dan saling bersimpati. Persis seperti cinta monyet ketika kita remaja. Saat itu seperti biasa, kami sedang ngobrol santai dari hati ke hati sambil duduk di atas ranjangku. Aku memakai baju kaos dan celana pendek yang ketat sehingga tanpa kusadari tekstur penis dan testisku tercetak dengan jelas. Bila kuperhatikan, beberapa kali tampak teh Ine mencuri-curi melirik selangkanganku yang dengan mudah dilihatnya karena aku duduk bersila. Aku sengaja membiarkan keadaan itu berlangsung. Malah kadang-kadang dengan sengaja aku meluruskan kedua kakiku dengan posisi agak mengangkang sehingga cetakan penisku makin nyata saja di celanaku.

Sesekali, ditengah obrolan santai itu, tampak teh Ine melirik selangkanganku yang diikuti dengan nafasnya yang tertahan. Kenapa aku melakukan hal ini? Karena libidoku yang luar biasa, aku jadi tertantang untuk bisa meniduri teh Ine yang aku yakini sudah tak perawan lagi karena sifatnya yang avonturir itu. Dan lagi, dari sifatnya yang ramah, ceria, cerewet dan petualang itu, aku yakin di balik tubuh montok perempuan setengah baya tersimpan potensi libido yang tak kalah besar dengan Tati. Juga, gayanya dalam bergaul yang mudah bersentuhan dan saling memegang lengan sering membuat darahku berdesir. Apalagi kalau aku sedang dalam keadaan libido tinggi.

Saat ini, teh Ine mengenakan daster berwarna putih tipis sehingga tampak kontras dengan warna kulitnya yang hitam manis itu. Belahan buah dadanya yang besar itu menyembul di balik lingkaran leher yang berpotongan rendah di bagian dada. Dasternya sendiri berpola terusan hingga sebatas lutut sehingga ketika duduk, pahanya yang montok itu terlihat dengan jelas. Aku selalu berusaha untuk bisa mengintip sesuatu yang terletak di antara kedua paha teh Ine. Namun karena posisi duduknya yang selalu sopan, aku tak dapat melihat apa-apa.

Bukan main! Ternyata seorang wanita berusia 40-an masih mempunyai daya tarik sexual yang tinggi. Terus terang, baru kali ini aku berani berfantasi mengenai hubungan seks dengan teh Ine. Sementara ia bercerita tentang masa mudanya, pikiranku malah melayang dan membayangkan tubuh teh Ine sedang duduk di hadapanku tanpa selembar benangpun. Alangkah menggairahkannya. Aku seperti bisa melihat dengan jelas seluruh lekuk tubuhnya yang mulus tanpa cacat. Tanpa sadar, penisku menegang dan cairan madzi di ujungnya pun mulai keluar. Celanaku tampak basah di ujung penisku, dan cetakan penis serta testisku semakin jelas saja tercetak di selangkangan celanaku.

Membesarnya penisku ternyata tak lepas dari perhatian teh Ine. Tampak jelas terlihat matanya terbelalak melihat ukuran penisku yang membesar dan tercetak jelas di celana pendekku. Obrolan kami mendadak terhenti karena beberapa saat teh Ine masih terpaku pada selangkanganku.

“Kunaon teh..?”, tanyaku memancing.
“Eh.., enteu.., kamu teh mikirin apa sih?”, katanya sambil tersenyum simpul.
“Mikirin teh Ine teh.., entah kenapa barusan saya membayangkan teh Ine nggak pakai apa-apa.., aduh indahnya teh..”, tiba-tiba saja jawaban itu meluncur dari mulutku. Aku sendiri terkejut dengan jawabanku yang sangat terus terang itu dan sempat membuatku terpaku memandang wajah teh Ine. Wajah teh Ine tampak memerah mendengar jawabanku itu. Napasnya mendadak memburu.

Tiba-tiba teh Ine bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu. Ia menutup pintu kamarku dan menguncinya. Leherku tercekat, dan kurasakan jantungku berdegup semakin kencang. Dengan tersenyum dan sorot mata nakal ia menghampiriku dan duduk tepat di hadapan selangkanganku. Aku memang sedang dalam posisi selonjor dengan kedua kaki mengangkang.

“Fi, kamu pingin sama teteh..? Hmm?”, Desahnya seraya meraba penis tegangku dari luar celana. Aku menelan ludah sambil mengangguk perlahan dan tersenyum. Entah mengapa, aku jadi gugup sekali melihat wajah teh Ine yang semakin mendekat ke wajahku. Tanpa sadar aku menyandarkan punggungku ke tembok di ujung ranjang dan teh Ine menggeser duduknya mendekatiku sambil tetap menekan dan membelai selangkanganku. Nafas teh Ine yang semakin cepat terasa benar semakin menerpa hidung dan bibirku. Rasa nikmat dari belaian jemari teh Ine di selangkanganku semakin terasa keujung syaraf-syarafku. Napasku mulai memburu dan tanpa sadar mulutku mulai mengeluarkan suara erangan-erangan.

Dengan lembut teh Ine menempelkan bibirnya di atas bibirku. Ia memulainya dengan mengecup ringan, menggigit bibir bawahku, dan tiba-tiba.., lidahnya memasuki mulutku dan berputar-putar di dalamnya dengan cepat. Langit-langit mulutku serasa geli disapu oleh lidah panjang milik perempuan setengah baya yang sangat menggairahkan itu. Aku mulai membalas ciuman, gigitan, dan kuluman teh Ine. Sambil berciuman, tangan kananku kuletakkan di buah dada kiri teh Ine. Uh.., alangkah besarnya.., walaupun masih ditutupi oleh daster, keempukan dan kekenyalannya sudah sangat terasa di telapak tanganku.

Dengan cepat kuremas-remas buah dada teh Ine itu, “Emph.., emph..”, rintihnya sambil terus mengulum lidahku dan menggosok-gosok selangkanganku. Mendadak teh Ine menghentikan ciumannya. Ia menahan tanganku yang tengah meremas buah dadanya dan berkata, “Fi, sekarang kamu diam dulu yah.., biar teteh yang duluan..”.

Tiba-tiba dengan cepat teh Ine menarik celana pendekku sekalian dengan celana dalamku. Saking cepatnya, penisku yang menegang melejit keluar. Sejenak teh Ine tertegun menatap penisku yang berdiri tegak laksana tugu monas itu. “Gusti Rafi.., ageung pisan..”, bisiknya lirih. Dengan cepat teh Ine menundukkan kepalanya, dan seketika tubuhku terasa dialiri oleh aliran listrik yang mengalir cepat ketika mulut teh Ine hampir menelan seluruh penisku. Terasa ujung penisku itu menyentuh langit-langit belakang mulut teh Ine. Dengan sigap teh Ine memegang penisku sementara lidahnya memelintir bagian bawahnya. Kepala teh Ine naik turun dengan cepat mengiringi pegangan tangannya dan puntiran lidahnya.

Aku benar-benar merasa melayang di udara ketika teh Ine memperkuat hisapannya. Aku melirik ke arah kaca riasku, dan di sana tampak diriku terduduk mengangkang sementara teh Ine dengan dasternya yang masih saja rapi merunduk di selangkanganku dan kepalanya bergerak naik turun. Suara isapan, jilatan dan kecupan bibir perempuan montok itu terdengar dengan jelas. Kenikmatan ini semakin menjadi-jadi ketika kurasakan teh Ine mulai meremas-remas kedua bola testisku secara bergantian. Perutku serasa mulas dan urat-urat di penisku serasa hendak putus karena tegangnya. Teh Ine tampak semakin buas menghisapi penisku seperti seseorang yang kehausan di padang pasir menemukan air yang segar. Jari-jemarinyapun semakin liar mempermainkan kedua testisku. “Slurrp.., Cuph.., Mphh..”. Suara kecupan-kecupan di penisku semakin keras saja.

Nafsuku sudah naik ke kepala. Aku berontak untuk berusaha meremas kedua buah dada montok dan besar milik wanita lajang berusia setengah baya itu, namun tangan teh Ine dengan kuat menghalangi tubuhku dan iapun semakin gila menghisapi dan menjilati penisku. Aku mulai bergelinjang-gelinjang tak karuan.

“Teh Ine.., teeeh, gantian dongg.., please.., saya udah ngga kuaat, aahh.., sss..”, erangku seakan memohon. Namun permintaanku tak digubrisnya. Kedua tangan dan mulutnya semakin cepat saja mengocok penisku. Terasa seluruh syaraf-syarafku semakin menegang dan menegang, degup jantungku berdetak semakin kencang.. napaskupun makin memburu.

“Oohh…, Teh Ine.., Teh Ineee…, aahh.”, Aku berteriak sambil mengangkat pinggulku tinggi-tinggi dan, “Crat.., craat.., craat”, aku memuncratkan spermaku di dalam mulut teh Ine. Dengan sigap pula teh Ine menelan dan menjilati spermaku seperti seorang yang menjilati es krim dengan nikmatnya. Setiap jilatan teh Ine terasa seperti setruman-setruman kecil di penisku. Aku benar-benar menikmati permainan ini.., luar biasa teh Ine, “Enak Fi..? Hmm?”, teh Ine mengangkat kepalanya dari selangkanganku dan menatapku dengan senyum manisnya, tampak di seputar mulutnya banyak menempel bekas-bekas spermaku.

“Fuhh nikmatnya sperma kamu Fi..” Bisiknya mesra seraya menjilat sisa-sisa spermaku di bibirnya.
“Obat awet muda ya teh..”, kataku bercanda.
“Yaa gitulah…, antosan sekedap nya? Biar teteh ambilkan minum buat kamu”. Oh my God.., benar-benar seorang wanita yang penuh pengabdian, dia belum mengalami orgasme apa-apa tapi perhatiannya pada pasangan lelakinya luar biasa besar, sungguh pasangan seks yang ideal! Kenyataan itu saja membuat rasa simpati dan birahiku pada teh Ine kembali bergejolak. Teh Ine kembali dari luar membawa segelas air.
“Minum deh.., biar kamu segeran..”.
“Nuhun teh.., tapi janji ya abis ini giliran saya muasin teteh..”. Aku meneguk habis air dingin buatan teh Ine dan saat itu pula aku merasakan kejantananku kembali. Birahiku kembali bergejolak melihat tubuh montok teh Ine yang ada di hadapanku.

Aku meraih tangan teh Ine dan dengan sekali betot kubaringkan tubuhnya yang molek itu di atas ranjang.

“Eeehh.., pelan-pelan Fi..”, teriak teh Ine dengan geli.
“Teteh mau diapain sih… “, lanjutnya manja. Tanpa menjawab, aku menindih tubuh montok itu, dan sekejap kurasakan nikmatnya buah dada besar itu tergencet oleh dadaku. Juga, syaraf-syaraf sekitar pinggulku merasakan nikmatnya penisku yang menempel dengan gundukan vaginanya walaupun masih ditutupi oleh daster dan celana dalamnya.

Kupandangi wajah teh Ine yang bundar dan manis itu. Kalau diperhatikan, memang sudah terdapat kerut-kerut kecil di daerah mata dan keningnya. Tapi peduli setan! Teh Ine adalah seorang wanita setengah baya yang paling menggairahkan yang pernah kulihat. Pancaran aura sexualnya sungguh kuat menerangi sanubari lelaki yang memandangnya.

“Teteh mau tau apa yang ingin saya lakukan terhadap teteh?”, Kataku sambil tersenyum.
“Saya akan memperkosa teteh sampai teteh ketagihan”.

Lalu dengan ganas, aku memulai menciumi bibir dan leher teh Ine. Teh Inepun dengan tak kalah ganasnya membalas ciuman-ciumanku. Keganasan kami berdua membuat suasana kamarku menjadi riuh oleh suara-suara kecupan dan rintihan-rintihan erotis. Dengan tak sabar aku menarik ritsluiting daster teh Ine, kulucuti dasternya, BH-nya, dan yang terakhir.., celana dalamnya. Wow.., sebuah gundukan daging tanpa bulu sama sekali terlihat sangat menantang terletak di selangkangan teh Ine. My God.., alangkah indahnya vagina teh Ine itu.., tak pernah kubayangkan bahwa ia mencukur habis bulu kemaluannya.

“Kamu juga buka semua dong Fi”, rengeknya sambil menarik baju kaosku ke atas. Dalam sekejap, kami berdua berdua berpelukan dan berciuman dengan penuh nafsu dalam keadaan bugil! Sambil menindih tubuhnya yang montok itu, bibirku menyelusuri lekuk tubuh teh Ine mulai dari bibir, kemudian turun ke leher, kemudian turun lagi ke dada, dan terus ke arah puting susu kirinya yang berwarna coklat kemerah-merahan itu. Alangkah kerasnya puting susunya, alangkah lancipnnya.., dan mmhh.., seketika itu juga kukulum, kuhisap dan kujilat puting kenyal itu.., karena gemasnya, sesekali kugigit juga puting itu.

“Auuhh.., Fi.., gellii.., sss.., ahh”, rintihnya ketika gigitanku agak kukeraskan. Badan montoknya mulai mengelinjang-gelinjang ke sana k emari.., dan mukanya menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan. Sambil menghisap, tangan kananku merayap turun ke selangkangannya. Dengan mudah kudapati vaginanya yang besar dan sudah sangat becek sekali. Akupun dengan sigap memain-mainkan jari tenganku di pintu vaginanya.

“Crks.., crks.., crks”, terdengar suara becek vagina teh Ine yang berwarna lebih putih dari kulit sekitarnya. Ketika jariku mengenai gundukan kecil daging yang mirip dengan sebutir kacang, ketika itu pula wanita setengah baya itu menjerit kecil.
“Ahh.., geli Fi.., gelli”, Putaran jariku di atas clitoris teh Ine dan hisapanku pada kedua puting buah dadanya makin membuat lajang montok berkulit hitam manis itu semakin bergelinjang dengan liar.

“Fi.., masukin sekarang Fi.., sekarang.., please.., teteh udah nggak tahan..ahh..”. Kulihat wajah teh Ine sudah meringis seperti orang kesakitan. Ringisan itu untuk menahan gejolak orgasmenya yang sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan sigap kuarahkan penisku ke vagina montok milik teh Ine.., kutempelkan kepala penisku yang besar tepat di bawah clitorisnya, kuputar-putarkan sejenak dan teh Ine meresponnya dengan mengangkangkan pahanya selebar-lebarnya untuk memberi kemudahan bagiku untuk melakukan penetrasi.., saat itu pula kusodokkan pantatku sekuat-kuatnya dan, “Blesss”, masuk semuanya!

“Aahh.” Teh Ine menjerit panjang.., “Besar betul Fi.., auhh., besar betuull…, duh gusti enaknya.., aahh..”. Dengan penuh keganasan kupompa penisku keluar masuk vagina teh Ine. Dan iapun dengan liarnya memutar-mutar pinggulnya di bawah tindihanku. Astaga.., benar-benar pengalaman yang luar biasa! Bahkan keliaran teh Ine melebihi ganasnya Mbak Tati.., luar biasa!

Kedua tubuh kami sudah sangat basah oleh keringat yang bercampur liur. Kasurkupun sudah basah di mana-mana oleh cairan mani maupun lendir yang meleleh dari vagina teh Ine, namun entah kekuatan apa yang ada pada diri kami…, kami masih saling memompa, merintih, melenguh, dan mengerang. Bunyi ranjangkupun sudah tak karuan.., “Kriet.., kriet.., krieeet”, sesuai irama goyangan pinggul kami berdua. Penisku yang besar itu masih dengan buasnya menggesek-gesek vagina teh Ine yang terasa sempit namun becek itu.

Setelah lebih dari 15 menit kami saling memompa, tiba-tiba kurasakan seluruh tubuh teh Ine menegang.
“Fi.., Fi.., Teteh mau keluar..”.
“Iya teh, saya juga.., kita keluar sama-sama teh…”, Goyanganku semakin kupercepat dan pada saat yang bersamaan kami berdua saling berciuman sambil berpelukan erat.., aku menancapkan penisku dalam-dalam dan teh Ine mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi…, “Crat.., crat.., crat.., crat”, kami berdua mengerang dengan keras sambil menikmati tercapainya orgasme pada saat yang bersamaan. Kami sudah tak peduli bila seisi rumah akan mendengarkan jeritan-jeritan kami, karena aku yakin teh Inepun tak pernah merasakan kenikmatan yang luar biasa ini sepanjang hidupnnya.

“Ahh.., Fi.., kamu hebaat.., kamu hebaathh.., hh.., Teteh ngga pernah ngerasain kenikmatan seperti ini”.
“Saya juga teh.., terima kasih untuk kenikmatan ini..”, Kataku seraya mengecup kening teh Ine dengan mesra.
“Mau tau suatu rahasia Fi?”, tanyanya sambil membelai rambutku, “Teteh sudah lima tahun tidak bersentuhan dengan laki-laki.., tapi entah kenapa, dalam 5 hari bergaul dengan kamu.., teteh tidak bisa menahan gejolak birahi teteh.., ngga tau kenapa.., kamu itu punya aura seks yang luar biasa..”. Teh Ine bangkit dari ranjangku dan mengambil sesuatu dari kantong dasternya. Sebutir pil KB.

“Seperti punya fitasat, teteh sudah minum pil ini sejak 3 hari yang lalu..”, katanya tersenyum, “Dan akan teteh minum selama teteh ada di sini..”, Teh Ine mengerdipkan matanya padaku dengan manja sambil memakai dasternya.
“Selamat tidur sayang”, Teh Ine melangkah keluar dari kamarku.

Teh Ine memang luar biasa. Ia bukan saja dapat menggantikan kedudukan Tati sebagai partner seks yang baik, tetapi juga memberi sentuhan-sentuhan kasih sayang keibuan yang luar biasa. Aku benar-benar dimanja oleh wanita setengah baya itu. Fantasi sexualnya juga luar biasa. Mungkin itu pengaruh dari pekerjaannya sebagai penulis cerita drama. Coba bayangkan, ia pernah memijatku dalam keadaan bugil, kemudian sambil terus memijat ia bisa memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan aku disetubuhi sambil terus menikmati pijatan-pijatannya yang nikmat. Ia juga pernah meminta aku untuk menyetubuhinya di saat ia mandi pancuran di kamar mandi dan kami melakukannya dengan tubuh licin penuh sabun.

Dan yang paling sensasional adalah.., Sore itu aku sudah berada di rumah. Karena load pekerjaan di kantorku tidak begitu tinggi, aku sengaja pulang cepat. Selesai mandi aku duduk di meja makan sambil menikmati pisang goreng buatan teh Ine. Perempuan binal itu memang luar biasa. Ia melayaniku seperti suaminya saja. Segala keperluan dan kesenanganku benar-benar diperhatikan olehnya. Seperti biasa, aku mengenakan baju kaos buntung dan celana pendek longgar kesukaanku dan (seperti biasa juga) aku tidak menggunakan celana dalam. Kebiasaan ini kumulai sejak adanya teh Ine di rumah ini, karena bisa dipastikan hampir tiap hari aku akan menikmati tubuh sintal adik ipar ayah si Anto itu.

Sore itu sambil menikmati pisang goreng di meja makan, aku bercakap-cakap dengan ayah Anto. Orang tua itu duduk di pojok ruangan dekat pintu masuk untuk menikmati semilirnya angin sore kota Bandung. Jarak antara aku dengannya sekitar 6 meter. Sambil bercakap-cakap mataku tak lepas dari teh Ine yang mondar mandir menyediakan hidangan sore bagi kami. Entah ke mana PRT kami saat itu. Teh Ine mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaos bergambar Mickey Mouse berukuran ekstra besar sehingga sering tampak kaos itu menutupi celana pendeknya yang memberi kesan teh Ine tidak mengenakan celana. Aku berani bertaruh perempuan itu tidak menggunakan BH karena bila ia berjalan melenggang, tampak buah dadanya bergayut ke atas ke bawah, dan di bagian dadanya tercetak puting buah dadanya yang besar itu. Tanpa sadar batang penisku mulai membesar.

Setelah selesai dengan kesibukannya, teh Ine duduk di sebelah kiriku dan ikut menikmati pisang goreng buatannya. Kulihat ia melirik ke arahku sambil memasukkan pisang goreng perlahan-lahan ke dalam mulutnya. Sambil mengerdipkan matanya, ia memasukkan dan mengeluarkan pisang goreng itu dan sesekali menjilatnya. Sambil terus berbasa basi dengan orang tua Anto, aku menelan ludah dan merasakan bahwa urat-urat penisku mulai mengeras dan kepala penisku mulai membesar. Tiba-tiba kurasakan jari-jemari kanan teh Ine menyentuh pahaku. Lalu perlahan-lahan merayap naik sampai di daerah penisku. Dengan gemas teh Ine meremas penis tegangku dari luar celanaku sehingga membuat cairan beningku membuat tanda bercak di celanaku.

Setelah beberapa lama meremas-remas, tangan itu bergerak ke daerah perut dan dengan cepat menyelip ke dalam celana pendekku. Aku sudah tidak tahu lagi apa isi percakapan orang tua Anto itu. Beberapa kali ia mengulangi pertanyaannya padaku karena jawabanku yang asal-asalan. Degup jantungku mulai meningkat. Jemari lentik itu kini sudah mencapai kedua bolaku. Dengan jari telunjuk dan tengah yang dirapatkan, perempuan lajang itu mengelus-elus dan menelusuri kedua bolaku.., mula-mula berputar bergantian kiri dan kanan kemudian naik ke bagian batang.., terus bergerak menelusuri urat-urat tegang yang membalut batang kerasku itu, “sss…, teteh..”. Aku berdesis ketika kedua jarinya itu berhenti di urat yang terletak tepat di bawah kepala penisku.., itu memang daerah kelemahanku.., dan perempuan sintal ini mengetahuinya.., kedua jemarinya menggesek-gesekkan dengan cepat urat penisku itu sambil sesekali mencubitnya.

“aahh…”, erangku ketika akhirnya penisku masuk ke dalam genggamannya.
“Kenapa Rafi?”, Orang tua yang duduk agak jauh di depanku itu mengira aku mengucapkan sesuatu.
“E.., ee…, ndak apa-apa Pak..”, Jawabku tergagap sambil kembali meringis ketika teh Ine mulai mengocok penisku dengan cepat. Gila perempuan ini! Dia melakukannya di depan kakaknya sendiri walaupun tidak kelihatan karena terhalang meja.
“Saya cuma merasa segar dengan udara Bandung yang dingin ini..”, Jawabku sekenanya.
“Ooo begitu.., saya pikir kamu sakit perut.., habis tampangmu meringis-meringis begitu..”, Orang tua itu terkekeh sambil memalingkan mukanya ke jalan raya.

Begitu kakaknya berpaling, teh Ine dengan cepat merebahkan kepalanya ke pangkuanku sehingga dari arah ayah Anto, teh Ine tak tampak lagi. Dengan cepat tangannya memelorotkan celanaku sehingga penisku yang masih digenggamnya dengan erat itu terasa dingin terterpa angin. Sejenak perempuan itu memandang penis besarku itu.., ia selalu memberikan kesempatan pada matanya untuk menikmati ukuran dan kekokohannya. Kemudian teh Ine menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat mengelilingi lubang penisku.., kemudian ia memasukkan ujung lidahnya ke ujung lubang penisku dan mengecap cairan beningku.., lalu lidahnya diturunkan lagi-lagi ke urat di bawah penisku. Aku mulai menggelinjang-gelinjang tak karuan, walaupun dengan hati-hati takut ketahuan oleh kakak teh Ine yang duduk di depanku. Tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang besar itu dan meremasnya dengan gemas, “sss.., teeehh..”, desisku agak keras ketika perempuan itu dengan kedua bibirnya menyedot urat di bawah kepala penisku itu.., sementara tangannya meremas-remas kedua bolaku…, aawwww nikmatnya…, aku begitu terangsang sehingga seluruh pori-pori kulitku meremang dan mukaku berwarna merah. Aku sudah dalam tahap ingin menindih dan sesegera mungkin memasukkan penisku ke dalam vagina perempuan ini tapi semua itu tak mungkin kulakukan di depan kakaknya yang masih duduk di depanku menikmati lalu lalang kendaraan di depan rumahnya.

Tiba-tiba bibir teh Ine bergerak dengan cepat ke kepala penisku.., sambil terus kupermainkan putingnya kulihat ia membuka mulutnya dengan lebar dan tenggelamlah seluruh penisku ke dalam mulutnya. Aku kembali mendesis dan meringis sambil tetap duduk di meja makan mendengarkan ocehan orang tua Anto yang kembali mengajakku berbincang. Mulut teh Ine dengan cepat menghisap dan bergerak maju mundur di penisku. Tanganku menarik dasternya ke atas dari arah punggung sehingga terlihatlah pantatnya yang mulus tidak ditutupi oleh selembar benangpun. Aku ingin menjamah vaginanya, ingin rasanya kumasukkan jari-jariku dengan kasar ke dalamnya dan kukocok-kocok dengan keras tapi aku sudah tak kuat lagi. Jilatan lidah, kecupan, dan sedotan teh Ine di penisku membuat seluruh syarafku menegang.

Tiba-tiba kujambak rambut teh Ine dan kutekan sekuat-kuatnya sehingga seluruh penisku tenggelam ke dalam mulutnya. Kurasakan ujung penisku menyentuh langit-langit tenggorokan teh Ine dan, “Creeet…, creeett…, creeettt”, menyemburlah cairan maniku ke mulut teh Ine.
“Ahh…, aahh.., aahh.., tetteeehh…”, Aku meringis dan mendesis keras ketika cairan maniku bersemburan ke dalam mulut teh Ine. Perempuan itu dengan lahap menjilati dan menelan seluruh cairanku sehingga penisku yang hampir layu kembali sedikit menegang karena terus-terusan dijilat. Aku memejamkan mataku.., gilaa.., permainan ini benar-benar menakjubkan. Ada rasa was-was karena takut ketahuan, tapi rasa was-was itu justru meningkatkan nafsuku.

Teh Ine memandang penisku yang sudah agak mengecil namun tetap saja dalam posisi tegak. “Luar biasa…”, Bisiknya, “Siap-siap nanti malam yah?” Katanya sambil bangkit dan beranjak ke dapur.

Aku cukup kagum dengan prestasi yang kucapai di rumah ini. Baru 2 bulan di Bandung, aku sudah bisa meniduri 2 orang wanita yang sudah lama tidak pernah menikmati sentuhan lelaki. Dan wanita-wanita itu, aku yakin akan selalu termimpi-mimpi akan besar dan nikmatnya gesekan penisku di dalam vagina mereka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar