Kamis, 02 September 2010

Tugas Luar

KisahMesum.Com : Aku mendapat tugas dari Kebun Binatang Surabaya (KBS) dimana tempat aku bertugas sebagai dokter hewan untuk berangkat ke Taman Safari Indonesia (TSI) I di Bogor menghadiri workshop (lokakarya) mengenai Banteng (Bos Javanicus). Kami mendapat fasilitas pemberangkatan dengan menggunakan pesawat terbang dari Airport Juanda.

Pada hari yang telah ditentukan, aku meluncur menggunakan taxi menuju Airport Juanda yang jaraknya dari rumahku sangat jauh, jaraknya dari ujung kota Surabaya menuju ujung perbatasan kota Surabaya, yang mana sebenarnya Airport Juanda sudah termasuk Kabupaten Sidoarjo, sedangkan rumahku berada di kawasan Kenjeran, daerah ujung Surabaya Timur.

Seperti biasa, pakaianku bagian atasan adalah T Shirt tanpa lengan yang lebih tepat disebut singlet warna putih dengan dalaman tanpa BH, karena memang seperti yang pernah kuceritakan pada ceritaku terdahulu, aku sejak kecil memang tidak suka menggunakan BH hingga kini usiaku sudah menginjak 28 tahun pun aku tetap tidak terbiasa mengenakan BH.

Bagi pembaca yang belum pernah membaca kisahku terdahulu, silakan membacanya. Cara mencarinya, lihat saja di kolom sebelah kiri tulisan ini, tepatnya di sebelah kiri tampilan layar komputer anda. Nah, di situ terdapat daftar judul tulisan saya terdahulu dan klik saja yang anda suka. Selamat membacanya, jangan lupa memberi penilaian di kolom bawahnya ya. Silahkan beri penilaian yang obyektif.

T Shirt yang kukenakan bentuknya menempel di kulit mengikuti lekuk tubuhku bagian atas, sehingga tampak sekali bentuk lekukan yang menonjol di dadaku, termasuk bentuk puting susuku yang kentara sekali karena aku tidak mengenakan BH, aku yakin pasti membuat mata laki-laki akan terus memandang ke arah dadaku, namun di luarannya aku mengenakan blazer tidak terlalu tebal berwarna krem, sehingga dapat menutupi bagian dadaku dan aku tidak perlu khawatir bisa membuat lelaki mata keranjang terus memandangi dadaku dengan penuh gairah.

Bawahanku adalah rok mini yang bagian bawahnya lebar dan ada lipatan-lipatannya, jadi aku harus ekstra hati-hati apabila duduk, kalau tidak ingin CD model G Stringku terlihat oleh orang lain. G Stringku berwarna krem sesuai dengan warna rok mini yang kukenakan, modelnya yang mini hanya berupa tali nylon yang melingkar di pinggangku dengan model ada ikatan di kiri dan kanan pinggangku, selebihnya juga seutas tali nylon melingkar dari bagian belakang pinggangku, melilit ke bawah melintasi belahan pantatku yang sintal dan tersambung dengan secarik kain sutera tipis.

Ukuran sutera tipis yang menutup bagian depan kemaluanku tak lebih dari seukuran dua jari saja, jadi hanya mampu menutupi lubang kemaluanku saja sedangkan selebihnya bulu-bulu kemaluanku tidak semuanya tertutup dengan rapi, hingga saat kukenakan, G Stringku tidak dapat menutupi bulu-bulu kemaluanku secara keseluruhan dan bagian ujung bulu-bulu kemaluanku tetap menyeruak keluar melalui ujung secarik kain sutera tipis yang berbentuk segitiga itu.

Dari rumahku ke Airport Juanda ternyata cukup mahal juga hingga argo menunjukkan hampir enam puluh ribu rupiah. Setelah turun dan memberi pembayaran kepada sang sopir yang dari tadi melirikku melalui kaca spionnya – kaca spionnya memang sengaja diturunkannya mengarah ke bagian pahaku, aku pun turun menuju pintu keberangkatan, Heru (samaran), kawan seperjalananku ternyata sudah menunggu.

Heru adalah seorang sarjana peternakan, usianya 36 tahun, sudah berkeluarga dan punya anak. Orangnya cukup tampan dan tingginya 182 centimeter, lebih tinggi daripadaku yang hanya 170 centimeter, walaupun untuk ukuran wanita aku sudah termasuk cukup tinggi, apa lagi kini aku memakai sepatu model hak tinggi hingga saat kami berjalan tampak serasi sekali. Pakaian Heru biasa-biasa saja karena orangnya memang sederhana, namun perbedaan penampilan kami tidak terlampau mencolok dan kami tetap terlihat serasi.

Kami berdua langsung masuk menuju ruang tunggu. Tempat duduk ternyata telah penuh hingga kami putuskan menunggu di kios yang menjual makanan dan minuman yang ada di lorong sebelum masuk ke ruang tunggu, jadi kami terpaksa keluar lagi dari ruang tunggu. Kami mencari tempat duduk yang kebetulan ada meja kosongnya dengan bangku berhadapan. Kami berdua memesan kopi. Sambil meminum kopi, kami membahas materi apa saja nantinya yang akan dipaparkan, kalau seandainya di acara workshop tersebut kami diberi kesempatan untuk berbicara.

Posisi dudukku dengan mengenakan rok yang mini begini membuat belahan pahaku bagian atas agak tersingkap hingga akibatnya orang-orang yang duduk di sebelahku sering kali mencoba mencuri pandang ke bagian pahaku. Mata-mata mereka dengan nakal mencoba melirik pahaku yang putih dan mulus dan sengaja kubiarkan karena aku memang tidak dapat berbuat apapun untuk bisa menutupi bagian pahaku tersebut.

Tak lama setelah kami mereguk kopi, panggilan untuk boarding pun tiba. Kami berdua lalu menuju ruang tunggu dan langsung boarding. Ternyata pesawat penuh dengan penumpang yang sama-sama bertujuan akhir ke Jakarta. Aku duduk bersebelahan dengan Heru. Kembali saat duduk begini rok miniku jadi masalah tersendiri. Saat aku duduk secara otomatis rokku sedikit tertarik ke atas sehingga pahaku yang mulus kembali terlihat sampai agak tinggi.

Heru membisikiku nakal, “Pahamu mulus lho!”. Kucubit lengannya hingga dia mengaduh.

Sesampai di Bandara Internasional Cengkareng, kami berdua segera naik Bis Damri Full AC yang jurusannya ke Bogor. Perjalanan dari Cengkareng ke Bogor cukup jauh, memerlukan waktu berjam-jam sehingga aku sempat tidur-tidur ayam, terkadang juga tertidur sungguhan sehingga kepalaku secara tidak sadar tersandar di samping lengan Heru, dan Heru cukup bijaksana untuk membiarkannya, atau mungkin dia juga suka, siapa sih lelaki yang tidak suka lengannya disandari kepala cewek secantik aku (Bukan GR lho! Aku memang berwajah cukup cantik dan di antara para pegawai KBS aku juga menjadi bunganya).

Untuk menutupi pahaku yang terbuka agak tinggi, kulepas blazerku dan kutangkupkan di pangkuanku. Kubiarkan bagian dadaku hanya dengan T Shirt tanpa lengan saja. Aku tahu saat mata Heru melirik ke bawah ke bagian busungan dadaku dimana terlihat bagian puting susuku lebih menonjol keluar karena buah dadaku tak dibalut BH. Dalam perjalanan, rupanya Heru tidak tahan lagi menahan gejolak nafsunya hingga diam-diam tangan kirinya menyusup masuk ke dalam blazer yang kugunakan untuk menutupi pangkuanku tadi.

Mungkin dia tadinya hanya mencoba-coba menggodaku dengan menyusupkan tangannya ke pahaku, namun karena melihat reaksiku yang diam saja maka tangan Heru menjadi semakin berani saja mengelus pahaku. Posisi dirinya seperti tidak terjadi apa-apa, badan dan kepalanya tetap disandarkan di kursi, matanya dipejamkan seakan-akan sedang tertidur.

Aku merasakan ada aliran hangat mengalir dari pahaku naik ke atas ke seluruh bagian tubuhku. Terus terang walau kami berdua setiap hari selalu bertemu di KBS, hubungan kami tetap biasa-biasa saja sebatas profesi, pada hal bagian kami selalu berhubungan, aku sebagai dokter hewan dan Heru sebagai salah seorang Kepala Bagian di KBS.

Tangan Heru hanya meraba-raba mengelus pahaku bagian dalam, walau terkadang sampai ke bagian atas tepat di ujung pangkal pahaku, sehingga dapat kurasakan ujung-ujung bulu kemaluanku yang tersembul keluar dapat tersentuh oleh jari-jarinya. Timbul juga rangsangan tersendiri merasuki diriku, aku jadi horny oleh elusannya hingga kulingkarkan tanganku ke lengan kiri Heru yang ujung jarinya sedang asyik mengelus pahaku dan kusandarkan kepalaku sehingga membuat Heru semakin percaya diri lagi dan lebih berani mengelus pahaku, namun posisi kami di bis yang sedang berjalan di siang hari bolong tidak memungkinkan jari Heru berbuat lebih jauh lagi.

Ujung CD-ku pasti sudah mulai basah. Saat jari kelingking Heru mulai disentuh-sentuhkan ke celah-celah ujung selangkanganku, jarinya menyentuh bagian luar kemaluanku. Karena ujungnya hanya berupa secarik kain sutera yang tipis maka dapat kurasakan sentuhan jari kelingking Heru yang mengenai ujung klitorisku, tetapi posisi kami tidak memungkinkan Heru bisa berbuat lebih jauh, namun apa yang ia lakukan saat ini sudah merupakan suatu permulaan yang baru bagi perkenalan kami selama ini, karena selama ini kami di KBS tidak pernah melakukan hal yang tidak berkaitan dengan profesi kami.

Sesampai di Bogor, kami turun di pasar yang mungkin juga berfungsi sebagai terminal. Mobil milik TSI I yang warnanya khas loreng hijau sudah menanti kami. Sang sopir mempersilakan kami naik dan langsung mengantar kami ke Hotel Safari Garden yang juga milik TSI. Acara workshop bantengnya memang akan diselenggarakan di Hotel Safari Garden, dan pesertanya semua menginap di sana. Hari ini kami hanya melakukan pendaftaran dan malam harinya makan malam bersama dengan dijamu oleh tuan rumah.

Aku dan Heru mendapat masing-masing satu kamar sendiri-sendiri. Kamar kami bersebelahan namun tidak ada connecting doornya. Setiap areal kamar menggunakan nama-nama satwa. Kami menempati areal Komodo. Hampir semua kamar diisi oleh peserta workshop. Beberapa ada yang telah kami kenal tetapi banyak juga yang belum kami kenal. Mereka datang dari seluruh penjuru tanah air, ada yang dari instansi pemerintahan dan ada juga peserta yang dari kebun binatang di kota lain. Orang asingnya juga ada, mungkin dari pengamat atau juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) luar negeri.

Masih ada banyak waktu untuk istirahat, baru kemudian mandi dan malamnya mengikuti acara makan bersama. Kamar yang kutempati cukup nyaman, dindingnya dari bata yang tanpa disemen sehingga guratan batanya terlihat. Sampingnya berhadapan dengan pintu masuk yang terdiri dari jendela kaca yang lebar. Tidak ada slot atau gerendel di pintu sehingga kita harus menggunakan kunci untuk dapat menguncinya dari dalam.

Karena kunci pintu inilah akhirnya peristiwa ini terjadi. Rupanya saat aku masuk ke kamar tadi aku lupa mencabut kembali kunci pintunya, aku langsung saja masuk dan menutup pintu sehingga anak kunci tetap tergantung di luar tanpa kusadari. Di dalam kamar aku langsung menanggalkan rok miniku dan duduk di tempat tidur. Kurebahkan badanku sambil kakiku tetap terjulur ke lantai hingga posisi pahaku agak terbuka dan gundukan daging di pangkal selangkanganku jadi lebih menantang ke depan posisinya.

Mungkin karena perjalanan yang cukup melelahkan tadi ditambah tadi malam aku kurang tidur, maka aku sempat tertidur pulas dalam posisi seperti tadi. Saat aku tidur Heru rupanya mendatangi kamarku. Saat diketuk-ketuknya pintu kamarku dan tidak ada jawaban, namun melihat anak kunci tetap tergantung di luar kamarku membuat Heru penasaran dan mencoba membuka pintu kamarku. Heru cukup terkesima melihat pemandangan di hadapannya, seakan hampir tidak percaya apa yang sedang terlihat.

Dicabutnya anak kunci yang tergantung di luar kamar tadi dan dikuncinya pintu kamar dari dalam. Kini Heru sudah berada dalam kamarku, sementara aku sedang tidur pulas dalam posisi yang cukup merangsang semua lelaki yang melihatnya. Entah berapa lama Heru memandangi lekuk tubuhku juga bagian selangkanganku yang praktis tanpa penutup lagi itu, karena CD model G String yang kukenakan praktis bukan sebagai penutup yang sebenarnya dikarenakan bentuknya yang mini itu tadi, sehingga setiap bagian selangkanganku bisa terlihat dengan jelas sekali oleh Heru, yang kusadari saat aku mulai terbangun karena aku merasakan ada rasa geli merambah daerah pinggiran selangkanganku, rasanya geli dan nikmat, dan ternyata saat aku sadar dan terbangun dari tidurku, aku cukup dikejutkan oleh sosok Heru yang sedang menjilati pangkal pahaku.

“Hey.., Her.., gila kamu!”, hardikku tidak sungguh-sungguh.

Heru tidah menjawab. Lidahnya tetap menjelajahi selangkanganku. Mengetahui aku sudah terbangun, kini jilatannya sudah tidak perlu dilakukannya dengan hati-hati lagi. Kedua telapak tangannya memegang kedua lututku dan didorongkannya sedikit ke atas sehingga bukit kemaluanku lebih menungging menghadap ke atas, pahaku lebih dikangkangkannya lagi, posisi pantatku berada di bibir tempat tidur dan posisi Heru berjongkok di lantai sedangkan kepalanya berada di pangkal pahaku dan lidahnya tetap dijulurkan menyapu celah-celah lipatan selangkanganku. Saat itu CD-ku telah basah oleh lendirku sendiri.

Tali ikatan CD-ku di kiri dan kanan pinggang digigit dan ditarik dengan giginya hingga terpampang jelas sudah bentuk dan lekuk vaginaku di hadapan Heru yang wajahnya hanya berjarak sekian centimeter saja dari kemaluanku. Vaginaku mulai dijilatinya, lidahnya menjalar di sepanjang bibir vaginaku, dikorek-korekkannya dengan lidah celah-celah lipatan vaginaku. Lidahnya dijulurkan dan digesekkan naik turun sambil sesekali menari-nari di ujung klitorisku. Aku hanya bisa merasakan nikmatnya sambil meremas-remas buah dadaku sendiri dengan penuh nafsu, dan nyatanya nafsuku memang sudah memuncak sekali.

Cairan lendir yang keluar dari liang vaginaku semakin deras. Heru dengan lahap menghisapnya tanpa merasa jijik. Bibirnya terus mencium dan melumat habis bibir vaginaku. Dapat kurasakan hisapan mulutnya yang kuat menghisap liang vaginaku, lidahnya menjulur masuk ke dalam liang vaginaku dan sempat menyentuh dinding bagian dalamnya hingga saking dalamnya mulutnya menekan kemaluanku, hidung Heru yang mancung menempel dan menekan klitorisku. Aku mendapatkan kenikmatan lebih, apa lagi saat wajahnya dengan sengaja digeleng-gelengkan ke kiri dan ke kanan dengan posisi hidungnya tetap menempel di klitorisku dan bibirnya tetap mengulum bibir kemaluanku sambil lidahnya terus mengorek liang senggamaku. Aku tak kuasa membendung cairan hangat yang semakin deras mengalir membasahi vaginaku.

“Oocch! Heerr.. Teruu.. Uus! Aku orgasme Her..”, suaraku semakin parau saja.

Kugoyangkan pantatku mengikuti irama gesekan wajah Heru yang terbenam di selangkanganku dan aku merasakan cairan kental dari vaginaku menyembur keluar. Kujepit kepala Heru dengan pahaku, badanku menggigil hebat bagaikan orang kejang. Aku menarik nafas panjang sekali, sambil melepas semburan terakhirku yang sejak tadi telah dihisap dan ditelan Heru dengan rakus sekali hingga habis semua cairan yang ada di sekitar kemaluanku.

Heru tetap dengan asyiknya menjilati vaginaku. Dengan lahapnya Heru menelan semua lendirku hingga tanpa tersisa setetes pun. Setelah benar-benar bersih, Heru menaikkan jilatannya ke atas, ke arah perutku. Lidahnya bermain-main di pusarku sambil tangannya melepas T Shirt yang kupakai. Kubantu tangan Heru agar mudah melepaskannya. Merasa bahwa aku memberi lampu hijau, tangan Heru langsung meraba dan meremas kedua buah dadaku, jilatannya juga semakin naik menuju buah dadaku.

Tanpa sepengetahuanku, ternyata saat menjilat kemaluanku tadi, Heru melakukan jilatan sambil menanggalkan seluruh pakaian dan celananya termasuk juga CD yang dia pakai. Piawai sekali dia menanggalkan pakaian tanpa sepengetahuanku, pikirku dalam hati. Jadi saat jilatan Heru merambah naik ke atas tubuhku, dapat kurasakan kulit tubuhnya yang sudah tanpa busana alias bugil tanpa sehelai benang pun menutupi bagian tubuhnya yang tinggi dan ramping ini menyentuh langsung kulit tubuhku.

Jengkal demi jengkal jilatannya semakin naik. Mulut Heru sudah sampai ke dadaku. Kini giliran buah dadaku dijilatinya, mulut Heru seakan ingin menelan habis buah dadaku, jelas ukuran buah dadaku tidak cukup masuk semua ke dalam mulut Heru, namun lidahnya kini menari-nari di ujung puting susuku. Jari tangan kanannya meraba-raba selangkanganku, menggesek-gesek klitorisku hingga vaginaku basah lagi, nafsuku naik kembali. Sementara tangan kiri Heru tetap meremas buah dadaku dan tangan kanannya tetap bergerilya di kemaluanku, bibir Heru kini mencium dan melumat bibirku.

Kubalas lumatan bibir Heru dengan penuh nafsu, kujulurkan lidahku masuk ke rongga mulutnya. Heru menghisap lidahku, secara bergantian Heru juga menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan kubalas dengan hisapan pula, kami berpagutan penuh nafsu. Kini Heru membetulkan posisinya sehingga berada di atasku, batang kemaluannya sudah mengarah ke hadapan liang vaginaku, bagaikan rudal yang sudah siap ditembakkan ke sasarannya. Aku merasakan sentuhan ujung batang kemaluan Heru di belahan vaginaku, kepala batang kemaluannya terasa keras sekali.

Dengan sekali dorongan, kepala penis Heru langsung menusuk liang vaginaku. Ditekannya sedikit kuat sehingga seluruh bagian kepala penisnya terbenam ke dalam liang senggamaku. Walau batang kemaluannya belum sempat masuk, aku merasakan getaran-getaran yang membuat otot vaginaku berdenyut, cairan yang membasahi vaginaku membuat batang kemaluan Heru yang tidak terlalu besar ini mudah sekali masuk ke dalam liang vaginaku hingga dengan sekali dorongan lagi maka batang kemaluan Heru pun masuk ke dalam sarangnya, blee.. ess.. Begitu merasa batang kemaluan Heru sudah memasuki liang senggamaku, kubalik badan Heru dengan posisi sekarang aku berada di atas tubuhnya, kududuki batang kemaluannya yang ternyata cukup panjang itu.

Walau aku tidak mengetahui berapa tepatnya panjang penis Heru karena tadi memang juga tidak sempat melihatnya, namun aku dapat merasakan penis Heru yang masuk ke vaginaku cukup panjang, rasanya seakan menusuk masuk ke dalam mengoyak rahimku. Kugoyangkan pantatku dan kuputar-putarkan, kukocok naik turun hingga batang kemaluan Heru setengahnya keluar masuk bermain di dalam liang vaginaku, tangan Heru masih sempat meremas-remas kedua buah dadaku.

Kini giliran Heru yang tidak tahan lagi dengan permainanku, ini dapat kulihat dari gelengan kepalanya menahan nikmat yang sebentar lagi tampaknya akan menyembur keluar. Dan ternyata benar juga, Heru memberikan aba-aba padaku bahwa dia akan mengalami orgasme.

“Kita ke.. luar sama-sama.., uuuhh.., aahh..”, rintihku sambil mempercepat kocokan dan goyangan pantatku.
“Uuu.. Uucch! Oo.. Oocch! Aa.. Aacch!”

Akupun orgasme secara bersamaan dengan Heru, bibir vaginaku mengeluarkan kedutan hingga meremas batang kemaluan Heru yang masih berada dalam liang senggamaku, aku yakin remasan bibir vaginaku tadi membuat sensasi tersendiri bagi batang kemaluan Heru.

Sperma Heru dan lendir vaginaku bercampur menjadi satu membanjiri liang vaginaku. Karena posisiku berada di atas, maka cairan kenikmatan itu mengalir keluar merembes melalui batang kemaluan Heru sehingga membasahi selangkangannya, banyak sekali dan kurasakan sedikit lengket-lengket agak kental cairan yang merembes keluar itu tadi. Kami berdua akhirnya terkulai lemas di tempat tidur, posisiku tengkurap di samping Heru yang terkulai telentang memandang langit-langit kamar.

Kami berdua sempat tertidur sebentar, setelah itu kami bersama-sama mandi. Kamar mandi hotel tidak terlalu besar namun cukup bagus, ada ruangan berbentuk segi empat di dalam kamar mandi, bentuknya kira-kira seperti lemari kaca. Kami berdua masuk ke dalamnya dan menyalakan shower, aku dan Heru saling bergantian menggosok tubuh kami, demikian pula saat menyabuni tubuh kami lakukan bergantian, saling raba, saling remas, namun mengingat kami harus buru-buru menghadiri acara makan bersama, maka kami tidak meneruskan melakukan hubungan badan kembali.

Terus terang sebenarnya saat itu kami sudah sama-sama bernafsu kembali, namun apa boleh buat, terpaksa kami tunda. Selesai mandi, Heru bergegas kembali ke kamarnya yang terletak persis di sebelah kamarku, dan aku pun ikut bergegas mengenakan pakaianku, rok mini yang tadi kupakai. Aku hanya mengganti CD dan T Shirtku saja, T Shirt yang hampir sama dengan yang kupakai tadi saat berangkat dari Surabaya, hanya yang kini kupakai warnanya krem sesuai dengan warna rok miniku.

CD yang kupakai petang ini juga model G String, namun warnanya putih. Setelah merapikan penampilanku, kukenakan blazerku tadi. Sambil memandang wajahku di kaca, kurapikan rambutku, kusemprotkan sedikit parfum di ketiakku kemudian aku keluar kamar yang hampir bersamaan waktunya dengan Heru yang juga keluar dari kamarnya, lalu kami berdua langsung berjalan menuju areal dimana diadakan acara jamuan makan malam tersebut.

KisahMesum.Com : Aku adalah mahasiswi disebuah universitas swasta di kota “S”, nama initialku Rus, dan aku pernah mengirimkan cerita “Rahasiaku” kepada situs ini.

*****

Awal mula aku mengalami Making Love dengan seorang wanita yang mengubah orientasi seksualku menjadi seorang biseksual, aku mengalami percintaan sesama jenis ketika usiaku 20 tahun dengan seorang wanita berusia 45 tahun, entah mengapa semuanya terjadi begitu saja terjadi mungkin ada dorongan libidoku yang ikut menunjang semua itu dan semua ini telah kuceritakan dalam “Rahasiaku.”

Wanita itu adalah Ibu Kos-ku, ia bernama Tante Maria, suaminya seorang pedagang yang sering keluar kota. Dan akibat dari pengalaman bercinta dengannya aku mendapat pelayanan istimewa dari Ibu Kos-ku, tetapi aku tak ingin menjadi lesbian sejati, sehingga aku sering menolak bila diajak bercinta dengannya, walaupun Tante Maria sering merayuku tetapi aku dapat menolaknya dengan cara yang halus, dengan alasan ada laporan yang harus kukumpulkan besok, atau ada test esok hari sehingga aku harus konsentrasi belajar, semula aku ada niat untuk pindah kos tetapi Tante Maria memohon agar aku tidak pindah kos dengan syarat aku tidak diganggu lagi olehnya, dan ia pun setuju. Sehingga walaupun aku pernah bercinta dengannya seperti seorang suami istri tetapi aku tak ingin jatuh cinta kepadanya, kadang aku kasihan kepadanya bila ia sangat memerlukanku tetapi aku harus seolah tidak memperdulikannya. Kadang aku heran juga dengan sikapnya ketika suaminya pulang kerumah mereka seakan tidak akur, sehingga mereka berada pada kamar yang terpisah.

Hingga suatu hari ketika aku pulang malam hari setelah menonton bioskop dengan teman priaku, waktu itu jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, karena aku mempunyai kunci sendiri maka aku membuka pintu depan, suasana amat sepi lampu depan sudah padam, kulihat lampu menyala dari balik pintu kamar kos pramugari itu,
“Hmm.. ia sudah datang,” gumamku, aku langsung menuju kamarku yang letaknya bersebelahan dengan kamar pramugari itu. aku bersihkan wajahku dan berganti pakaian dengan baju piyamaku, lalu aku menuju ke pembaringan, tiba-tiba terdengar rintihan-rintihan yang aneh dari kamar sebelah. Aku jadi penasaran karena suara itu sempat membuatku takut, kucoba memberanikan diri untuk mengintip kamar sebelah karena kebetulan ada celah udara antara kamarku dengan kamar pramugari itu, walaupun ditutup triplek aku mencoba untuk melobanginya, kuambil meja agar aku dapat menjangkau lubang udara yang tertutup triplek itu.

Lalu pelan pelan kutusukan gunting tajam agar triplek itu berlobang, betapa terkejutnya aku ketika kulihat pemandangan di kamar sebelahku. Aku melihat Tante Maria menindih seorang wanita yang kelihatan lebih tinggi, berkulit putih, dan berambut panjang, mereka berdua dalam keadaan bugil, lampu kamarnya tidak dipadamkan sehingga aku dapat melihat jelas Tante Maria sedang berciuman bibir dengan wanita itu yang mungkin pramugari itu. Ketika Tante Maria menciumi lehernya, aku dapat melihat wajah pramugari itu, dan ia sangat cantik wajahnya bersih dan mempunyai ciri khas seorang keturunan ningrat. Ternyata pramugari itu juga terkena rayuan Tante Maria, ia memang sangat mahir membuat wanita takluk kepadanya, dengan sangat hati-hati Tante Maria menjilati leher dan turun terus ke bawah. Bibir pramugari itu menganga dan mengeluarkan desahan-desahan birahi yang khas, wajahnya memerah dan matanya tertutup sayu menikmati kebuasan Tante Maria menikmati tubuhnya itu. Tangan Tante Maria mulai memilin puting payudara pramugari itu, sementara bibirnya menggigit kecil puting payudara sebelahnya. Jantungku berdetak sangat kencang sekali menikmati adegan itu, belum pernah aku melihat adegan lesbianisme secara langsung, walaupun aku pernah merasakannya. Dan ini membuat libidiku naik tinggi sekali, aku tak tahan berdiri lama, kakiku gemetaran, lalu aku turun dari meja tempat aku berpijak, walau aku masih ingin menyaksikan adegan mereka berdua.

Dadaku masih bergemuru. Entah mengapa aku juga ingin mengalami seperti yang mereka lakukan. Kupegangi liang vaginaku, dan kuraba klitorisku, seiring erangan-erangan dari kamar sebelah aku bermasturbasi sendiri. Tangan kananku menjentik-jentikan klitorisku dan tangan kiriku memilin-milin payudaraku sendiri, kubayangkan Tante Maria mencumbuiku dan aku membayangkan juga wajah cantik pramugari itu menciumiku, dan tak terasa cairan membasahi tanganku, walaupun aku belum orgasme tapi tiba-tiba semua gelap dan ketika kubuka mataku, matahari pagi sudah bersinar sangat terang.

Aku mandi membersihkan diriku, karena tadi malam aku tidak sempat membersihkan diriku. Aku keluar kamar dan kulihat mereka berdua sedang bercanda di sofa. Ketika aku datang mereka berdua diam seolah kaget dengan kehadiranku. Tante Maria memperkenalkan pramugari itu kepadaku,
“Rus, kenalkan ini pramugari kamar sebelahmu.”
Kusorongkan tangan kepadanya untuk berjabat tangan dan ia membalasnya,
“Hai, cantik namaku Vera, namamu aku sudah tahu dari Ibu Kos, semoga kita dapat menjadi teman yang baik.”
Kulihat sinar matanya sangat agresif kepadaku, wajahnya memang sangat cantik, membuatku terpesona sekaligus iri kepadanya, ia memang sempurna. Aku menjawab dengan antusias juga,
“Hai, Kak, kamu juga cantik sekali, baru pulang tadi malam.”
Dan ia mengangguk kepala saja, aku tak tahu apa lagi yang diceritakan Tante Maria kepadanya tentang diriku, tapi aku tak peduli kami beranjak ke meja makan. Di meja makan sudah tersedia semua masakan yang dihidangkan oleh Tante Maria, kami bertiga makan bersama. Kurasakan ia sering melirikku walaupun aku juga sesekali meliriknya, entah mengapa dadaku bergetar ketika tatapanku beradu dengan tatapannya.

Tiba-tiba Tante Maria memecahkan kesunyian,
“Hari ini Tante harus menjenguk saudara Tante yang sakit, dan bila ada telpon untuk Tante atau dari suami Tante, tolong katakan Tante ke rumah Tante Diana.”
Kami berdua mengangguk tanda mengerti, dan selang beberapa menit kemudian Tante Maria pergi menuju rumah saudaranya. Dan tinggallah aku dan Vera sang pramugari itu, untuk memulai pembicaraan aku mengajukan pertanyaan kepadanya,
“Kak Vera, rupanya sudah kos lama disini.”
Dan Vera pun menjawab, “Yah, belum terlalu lama, baru setahun, tapi aku sering bepergian, asalku sendiri dari kota “Y”, aku kos disini hanya untuk beristirahat bila perusahaan mengharuskan aku untuk menunggu shift disini.”
Aku mengamati gaya bicaranya yang lemah lembut menunjukan ciri khas daerahnya, tubuhnya tinggi semampai. Dari percakapan kami, kutahu ia baru berumur 26 tahun. Tiba-tiba ia menanyakan hubunganku dengan Tante Maria. Aku sempat kaget tetapi kucoba menenangkan diriku bahwa Tante Maria sangat baik kepadaku. Tetapi rasa kagetku tidak berhenti disitu saja, karena Vera mengakui hubungannya dengan Tante Maria sudah merupakan hubungan percintaan.

Aku pura-pura kaget,
“Bagaimana mungkin kakak bercinta dengannya, apakah kakak seorang lesbian,” kataku.
Vera menjawab, “Entahlah, aku tak pernah berhasil dengan beberapa pria, aku sering dikhianati pria, untung aku berusaha kuat, dan ketika kos disini aku dapat merasakan kenyamanan dengan Tante Maria, walaupun Tante Maria bukan yang pertama bagiku, karena aku pertama kali bercinta dengan wanita yaitu dengan seniorku.”
Kini aku baru mengerti rahasianya, tetapi mengapa ia mau membocorkan rahasianya kepadaku aku masih belum mengerti, sehingga aku mencoba bertanya kepadanya,
“Mengapa kakak membocorkan rahasia kakak kepadaku.”
Dan Vera menjawab, “Karena aku mempercayaimu, aku ingin kau lebih dari seorang sahabat.”
Aku sedikit kaget walaupun aku tahu isyarat itu, aku tahu ia ingin tidur denganku, tetapi dengan Vera sangat berbeda karena aku juga ingin tidur dengannya. Aku tertunduk dan berpikir untuk menjawabnya, tetapi tiba-tiba tangan kanannya sudah menyentuh daguku.

Ia tersenyum sangat manis sekali, aku membalas senyumannya. Lalu bibirnya mendekat ke bibirku dan aku menunggu saat bibirnya menyentuhku, begitu bibirnya menyentuh bibirku aku rasakan hangat dan basah, aku membalasnya. Lidahnya menyapu bibirku yang sedkit kering, sementara bibirku juga merasakan hangatnya bibirnya. Lidahnya memasuki rongga mulutku dan kami seperti saling memakan satu sama lain. Sementara aku fokus kepada pagutan bibirku, kurasakan tangannya membuka paksa baju kaosku, bahkan ia merobek baju kaosku. Walau terkejut tapi kubiarkan ia melakukan semuanya, dan aku membalasnya kubuka baju dasternya. Ciuman bibir kami tertahan sebentar karena dasternya yang kubuka harus dibuka melewati wajahnya.

Kulihat Bra hitamnya menopang payudaranya yang lumayan besar, hampir seukuran denganku tetapi payudaranya lebih besar. Ketika ia mendongakkan kepalanya tanpa menunggu, aku cium leher jenjangnya yang sexy, sementara tanggannya melepas bra-ku seraya meremas-remas payudaraku. Aku sangat bernafsu saat itu aku ingin juga merasakan kedua puting payudaranya. Kulucuti Bra hitamnya dan tersembul putingnya merah muda tampak menegang, dengan cepat kukulum putingnya yang segar itu. Kudengar ia melenguh kencang seperti seekor sapi, tapi lenguhan itu sangat indah kudengar. Kunikmati lekuk-lekuk tubuhnya, baru kurasakan saat ini seperti seorang pria, dan aku mulai tak dapat menahan diriku lalu kurebahkan Vera di sofa itu. Kujilati semua bagian tubuhnya, kulepas celana dalamnya dan lidahku mulai memainkan perannya seperti yang diajarkan Tante Maria kepadaku. Entah karena nafsuku yang menggebu sehingga aku tidak jijik untuk menjilati semua bagian analnya. Sementara tubuh Vera menegang dan Vera menjambak rambutku, ia seperti menahan kekuatan dasyat yang melingkupinya.

Ketika sedang asyik kurasakan tubuh Vera, tiba-tiba pintu depan berderit terbuka. Spontan kami berdua mengalihkan pandangan ke kamar tamu, dan Tante Maria sudah berdiri di depan pintu. Aku agak kaget tetapi matanya terbelalak melihat kami berdua berbugil. Dijatuhkannya barang bawaannya dan tanpa basa-basi ia membuka semua baju yang dikenakannya, lalu menghampiri Vera yang terbaring disofa. Diciuminya bibirnya, lalu dijilatinya leher Vera secara membabi buta, dan tanggannya yang satu mencoba meraihku. Aku tahu maksud Tante Maria, kudekatkan wajahku kepadanya, tiba-tiba wajahnya beralih ke wajahku dan bibirnya menciumi bibirku. aku membalasnya, dan Vera mencoba berdiri kurasakan payudaraku dikulum oleh lidah Vera. Aku benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa kami bercinta bertiga. Untung waktu itu hujan mulai datang sehingga lingkungan mulai berubah menjadi dingin, dan keadaan mulai temaram. Vera kini melampiaskan nafsunya menjarah dan menikmati tubuhku, sementara aku berciuman dengan Tante Maria. Vera menghisap klitorisku, aku tak tahu perasaan apa pada saat itu. Setelah mulut Tante Maria meluncur ke leherku aku berteriak keras seakan tak peduli ada yang mendengar suaraku. Aku sangat tergetar secara jiwa dan raga oleh kenikmatan sensasi saat itu.

Kini giliranku yang dibaringkan di sofa, dan Vera masih meng-oral klitorisku, sementara Tante Maria memutar-mutarkan lidahnya di payudaraku. Akupun menjilati payudara Tante Maria yang sedikit kusut di makan usia, kurasakan lidah-lidah mereka mulai menuruni tubuhku. Lidah Vera menjelejah pahaku dan lidah Tante Maria mulai menjelajah bagian sensitifku. Pahaku dibuka lebar oleh Vera, sementara Tante Maria mengulangi apa yang telah dilakukan Vera tadi, dan kini Vera berdiri dan kulihat ia menikmati tubuh Tante Maria. Dijilatinya punggung Tante Maria yang menindihku dengan posisi 69, dan Vera menelusuri tubuh Tante Maria. Tetapi kemudian ia menatapku dan dalam keadaan setengah terbuai oleh kenikmatan lidah Tante Maria. Vera menciumi bibirku dan aku membalasnya juga, hingga tak terasa kami berjatuhan dilantai yang dingin. Aku sangat lelah sekali dikeroyok oleh mereka berdua, sehingga aku mulai pasif. Tetapi mereka masih sangat agresif sekali, seperti tidak kehabisan akal Vera mengangkatku dan mendudukan tubuhku di kedua pahanya, aku hanya pasrah. Sementara dari belakang Tante Maria menciumi leherku yang berkeringat, dan Vera dalam posisi berhadapan denganku, ia menikmatiku, menjilati leherku, dan mengulum payudaraku. Sementara tangan mereka berdua menggerayangi seluruh tubuhku, sedangkan tanganku kulingkarkan kebelakang untuk menjangkau rambut Tante Maria yang menciumi tengkuk dan seluruh punggungku.

Entah berapa banyak rintihan dan erangan yang keluar dari mulutku, tetapi seakan mereka makin buas melahap diriku. Akhirnya aku menyerah kalah aku tak kuat lagi menahan segalanya aku jatuh tertidur, tetapi sebelum aku jatuh tertidur kudengar lirih mereka masih saling menghamburkan gairahnya. Saat aku terbangun adalah ketika kudengar dentang bel jam berbunyi dua kali, ternyata sudah jam dua malam hari. Masih kurasakan dinginnya lantai dan hangatnya kedua tubuh wanita yang tertidur disampingku. Aku mencoba untuk duduk, kulihat sekelilingku sangat gelap karena tidak ada yang menyalakan lampu, dan kucoba berdiri untuk menyalakan semua lampu. Kulihat baju berserakan dimana-mana, dan tubuh telanjang dua wanita masih terbuai lemas dan tak berdaya. Kuambilkan selimut untuk mereka berdua dan aku sendiri melanjutkan tidurku di lantai bersama mereka. Kulihat wajah cantik Vera, dan wajah anggun Tante Maria, dan aku peluk mereka berdua hingga sinar matahari datang menyelinap di kamar itu.

Pagi datang dan aku harus kembali pergi kuliah, tetapi ketika mandi seseorang mengetuk pintu kamar mandi dan ketika kubuka ternyata Vera dan Tante Maria. Mereka masuk dan di dalam kamar mandi kami melakukan lagi pesta seks ala lesbi. Kini Vera yang dijadikan pusat eksplotasi, seperti biasanya Tante Maria menggarap dari belakang dan aku menggarap Vera dari depan. Semua dilakukan dalam posisi berdiri. Tubuh Vera yang tinggi semampai membuat aku tak lama-lama untuk berciuman dengannya aku lebih memfokuskan untuk melahap buah dadanya yang besar itu. Sementara tangan Tante Maria membelai-belai daerah sensitif Vera. Dan tanganku menikmati lekuk tubuh Vera yang memang sangat aduhai. Percintaan kami dikamar mandi dilanjutkan di ranjang suami Tante Maria yang memang berukuran besar, sehingga kami bertiga bebas untuk berguling, dan melakukan semua kepuasan yang ingin kami rengkuh. Hingga pada hari itu aku benar-benar membolos masuk kuliah.

Hari-hari berlalu dan kami bertiga melakukan secara berganti-ganti. Ketika Vera belum bertugas aku lebih banyak bercinta dengan Vera, tetapi setelah seminggu Vera kembali bertugas ada ketakutan kehilangan akan dia. Mungkin aku sudah jatuh cinta dengan Vera, dan ia pun merasa begitu. Malam sebelum Vera bertugas aku dan Vera menyewa kamar hotel berbintang dan kami melampiaskan perasaan kami dan benar-benar tanpa nafsu. Aku dan Vera telah menjadi kekasih sesama jenis. Malam itu seperti malam pertama bagiku dan bagi Vera, tanpa ada gangguan dari Tante Maria. Kami bercinta seperti perkelahian macan yang lapar akan kasih sayang, dan setelah malam itu Vera bertugas di perusahaan maskapai penerbangannya ke bangkok.

Entah mengapa kepergiannya ke bandara sempat membuatku menitikan air mata, dan mungkin aku telah menjadi lesbian. Karena Vera membuat hatiku dipenuhi kerinduan akan dirinya, dan aku masih menunggu Vera di kos Tante Maria. Walaupun aku selalu menolak untuk bercinta dengan Tante Maria, tetapi saat pembayaran kos, Tante Maria tak ingin dibayar dengan uang tetapi dengan kehangatan tubuhku di ranjang. Sehingga setiap satu bulan sekali aku melayaninya dengan senang hati walaupun kini aku mulai melirik wanita lainnya, dan untuk pengalamanku selanjutnya kuceritakan dalam kesempatan yang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar