Opini Anda
tvOne dan Liputan Century
January 14th, 2010 by ModeratorDari: Andri Sulaeman
Salam hangat!!!
Perkembangan dunia politik dan hukum yang ada di Indonesia saat ini akan lumpuh tanpa peranan media. Dimana media sangat berperan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan masyarakat Indonesia dalam berbagai hal, khusus dari sisi Politik dan Hukum yang sebagian besar dari liputan-liputan yang di sajikan oleh tvONE sangat membantu buat masyakat.
Seringnya terjadi penggiringan opini publik yang tidak objektif dan tidak mengarah kepada substansinya. Contoh, untuk kasus bank century, kebanyakan media menimbulkan opini bahwa PANSUS angket century seakan-akan tidak punya nyali dan terkesan tumpul di dalam sidang-sidang yang pernah dilakukan bersama saksi-saksi terkait. padahal, BOEDIONO, MIRANDA GOELTOM, SRI MULYANI ketika menjadi saksi di dalam sidang PANSUS, mereka tidak kooperatif dalam memberikan jawaban atas pertanyaan para angggota dewan.
Untuk itu, tvONE sebagai media yang mempunyai peranan agar tercipta check & balance dalam pemerintahan periode saat ini melanjutkan bahkan meningkatkan kualitas tayangannya. BRAVO TVONE DAN JANGAN PERNAH UNTUK MENAYANGKAN SINETRON DALAM PROGRAM-PROGRAM YANG SUDAH ADA!!!!!
Susah Bangat Ya, Ini Saya Coba Menerangkan Secara Gampang
January 13th, 2010 by ModeratorSebelum krisis tahun 1997, saya punya tabungan diluar negeri, nilainya kecil sih: sekitar 2,000 Swiss Francs (ditabung saat nilai tukar Rupiah masih bagus). Setelah krisis nilainya dalam Rupiah menjadi empat kali lipat (sekitar Rp. 16 juta), saya cairkan tahun 2004 karena ada kebutuhan. Lumayan …
Nah, sekarang: Secara global terjadi krisis tahun 2008. Jika saya punya tabungan dalam mata uang asing (Dollar atau Euro), kan bisa dapat untung kalau krisis merembet ke Indonesia. Katakan nilai Rupiah menjadi 1 US$ = Rp. 18,000 (dari Rp 9,000) , langsung saja beli Rupiah, sudah untung dua kali lipat. Lalu kurs membaik (karena tentu ada intervensi untuk mencegah devaluasi) untung lagi. Umpamanya, bisa beli Dollar lagi dan nilainya akan hampir empat kali lipat. Memang akan ada devaluasi karena harga barang atau tanah akan naik, tetapi kalau bergerak cepat …
Jadi, ada orang yang tidak bertanggung-jawab yang justeru ingin ada krisis tahun 2008. Satu bank kecil kolaps, terserah karena dirampok atau sebelumnya sudah disiapkan untuk kolaps menunggu saat yang tepat (alias dilahirkan cacat), akan dibesar-besarkan sehingga terjadi penarikan Rupiah besar-besaran oleh masyarakat. Rupiah anjlok, orang tersebut yang memiliki tabungan dalam mata uang asing dengan jumlah sangat banyak bisa “bermain” meraup keuntungan luar-biasa.
Sekali lagi, bayangkan seseorang yang saat krisis tahun 1997 dan segera setelah itu mendapat keuntungan berlipat-lipat. Lalu sudah menanti kejadian yang sama (seperti yang kemudian dia harapkan saat krisis global 2008), karena sudah siap dengan tabungan dalam mata uang asing yang jumlahnya fantastis. Bayangkan jumlah orang-orang ini tidak sampai limaratus orang, namun sangat piawai bermain dengan jual-beli mata uang Apa saja akan mereka lakukan untuk membuat masyarakat panik, mengupayakan krisis terjadi (Dan mereka bukan orang yang tidak berpengaruh, wong bisa menabung dalam seratus-ribuan Dollar).
Berangkat dari situ, langkah antisipasi yang dilakukan, mencegah bank kecil kolaps karena ada kemungkinan dibesar-besarkan (Memangnya saat krisis akan ada yang langsung percaya jika disebut: “Tenang Bank-nya dirampok kok, tenang …”), sangat wajar. Bisa saja bank kecil kolaps menjadi “tanda” untuk menggalang masa dengan dana tidak terlalu besar untuk memberi kesan terjadi ketidak-stabilan …
Kalau mempertanyakan PROSES dari penyelamatan bank kecil, silahkan dalam rangka memperbaiki kinerja dan kerja-sama, dimana mungkin saja pada orde baru semuanya memang ditangan pemerintah, malah ditangan satu orang diktator dan keluarga dekatnya. Jadi bisa saja belum lazim suatu badan pengawas perbankan benar berperan, sehingga pada saat genting yang jarang terjadi, ternyata diabaikan. (Jadi, badan pengawas tempoe doeloe hanya untuk memberi kesan semuanya etis-demokratis).
Jangan pula sebut “Kan reformasi sudah sepuluh tahun lebih, kok di perbankan belum?” Wong, pada awal reformasi tahun 1997 slogan yang paling “nyaring” terdengar: “Berantas KKN”. Memang sekarang sudah diberantas? Tidak ada kemajuan berarti kok. Namun pemerintahan ini mau berusaha.
Juga:
Bertanya membentak tidak membuat siapapun respek kepada anggota DPR dari PDI-P kemarin. Kalau bermaksud memancing ketakutan atau kemarahan dari yang ditanyai sangat tidak benar dan tidak etis.
Sebaiknya kita menyadari, bertanya seperti itu jelas menunjukkan ingin membuat yang ditanyai terintimidasi. Untuk apa? Jika saya dan manusia rata-rata ditanyai begitu, PASTI kebanyakan akan balas membentak atau marah.
Saya dan istri saya sangat respek dengan ketenangan Bapak Wakil Presiden, dan Semoga Bapak dari PDI-P yang benar-benar kurang ajar dapat sadar atau disadarkan apa yang telah dia pertontonkan itu sama sekali tidak pantas.
Kemudian, mengutip kata-kata Bapak dari PDI-P kemarin, bahwa memang dalam DPR mereka berpolitik: “Jadi silahkan mengenai kebenaran hukumnya diusut KPK atau Penegak Hukum”, ijinkan saya JUGA berpolitik KOTOR:
Kenapa tidak diusut siapa dari pejabat BI dan Anggota DPR yang terhormat atau rekan-nya dalam satu partai, termasuk pimpinannya, yang memiliki tabungan dalam mata uang Dollar atau Euro dengan nilai berlebihan (katakan 100,000 lebih). Kemudian siapa dari mereka tidak setuju menyelamatkan bank kecil saat krisis dengan alasan dampaknya akan “secuil”. Kejar orang-orang tersebut dalam Pansus “Pengkhianat bangsa” (yang berencana mencari keuntungan dengan mentidak-stabilkan perekonomian).
Christian Daniel H. Marpaung
Karyawan Swasta
Tg. Priok
Komentar Rakyat Jelata
January 8th, 2010 by ModeratorPertama :
Kejadian di gedung DPR kemarin antara Gayus vs Ruhut, sangat menjijikan, sangat tidak bermartabat, sangat tidak pantas jadi wakil rakyat apalagi ruhut mending balik jadi pengacara ajalah. dalam pemeriksaan kasus century, nampak jelas juga FPD sanagt ketakutan kalau itu terbukti. Jadi kami berharap Partai partai yang lain jangan mau masuk angin.
Kedua :
Kalau disinkronisasi semua bukti dari BPK, PPATK, pengakuan pejabat BI, buku GURITA CIKEAS dan lainnya sangat jelas terjadi penyimpangan pengelapan uang rakyat yang rakyat sendiri yang akan menanggunngnya. (sudah jatuh ketimpa tangga, terus masuk lubang lagi). apakah lembaga peradilan Rakyat Langsung yang akan bertindak?
Ketiga :
Para pejabat negara yang ada di negeri ini banyak yang tidak punya rasa malu dan tidak tau malu, sudah melakukan kesalahan selalu berdalih dengan berbagai macam argumen, makanya baiknya yang di gunakan hukum islam.
Keempat :
Persoalan Kelistrikan di Negeri tidak ada penyelesaian yg baik, selalu pihak PLN mengatakan RUGI, pada setiap pelaporannya pada pemerintah dengan menuduh konsumen tidak membayar listrik. Faktanya yg tidak membayar listrik itu justru kantor kantor pemerintah yg nota bene sudah ada anggarannya tapi tidak mau bayar. coba tim merto menelusuri ini.
Alfian Chaniago
Pembagian Mobil Dinas Mewah pada Pejabat, Cerminan Ketidakpekaan Terhadap Rakyat
December 30th, 2009 by ModeratorDi awal pemerintahan SBY jilid II, DPR dan pemerintah tidak menunjukkan prestasi dan kinerja terbaiknya, tetapi justru makin menggerus kepercayaan rakyat. Betapa tidak, perseteruan antara KPK dengan Polri-Kejaksaan, skandal bailout bank Century yang belum terungkap, dan terbitnya buku Gurita Cikeas yang menghebohkan masyarakat –yang membuat gerah SBY dan tim suksesnya– adalah indikasi buruknya pemerintahan sekarang. Dan ironisnya, baru-baru ini pemerintah malah membagikan mobil dinas mewah Toyota Crown Saloon untuk para menteri KIB II dan para pejabat tinggi negara. Beberapa mobil dinas baru itu kini telah dipakai oleh beberapa menteri dan pejabat tinggi. Hanya sedikit dari mereka yang menolak ataupun mempertanyakan keputusan pembagian tersebut. Itupun terkesan ‘malu-malu tapi mau’.
Komitmen SBY untuk mengawal ‘program penghematan nasional’ dan mewujudkan para ‘pejabat yang merakyat’ tampaknya hanya retorika semata tanpa realita. Persetujuan presiden SBY atas pembagian mobil dinas baru itu membuktikan bahwa pemerintahan SBY benar-benar tidak peka. Di tengah-tengah berbagai beban persoalan yang menghimpit kehidupan rakyat, keputusan pembagian mobil dinas baru senilai Rp 1,3 milyar tersebut sangatlah tidak patut. Apalagi saat ini, utang luar negeri Indonesia kian membengkak. Budaya para aparat yang ber’boros-ria’ seperti inilah yang kian menambah beban utang dan devisit anggaran.
Sementara PR pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan belum juga menampakkan hasil. Ada berjuta rakyat miskin di negeri ini –yang rela mengantre berdesak-desakan hanya demi uang sedekah 20 ribu rupiah–. Dan hingga hari ini masih banyak sekali korban bencana alam seperti tsunami Aceh, gempa Jogja, gempa Jawa Barat, gempa Sumatera Barat, dan sebagainya yang terlantar akibat tidak proper-nya penanganan pasca bencana oleh pemerintah.
Pemerintah mestinya menggunakan uang negara se-efisien mungkin untuk pembangunan dan untuk rakyat. Pola pengeluaran pemerintah harus diubah, terutama pada pembiayaan birokrasi yang menyangkut pembangunan kantor instansi baru, pemeliharaan gedung, dan pengadaan mobil pejabat. Jika pemerintah serius untuk melakukan efisiensi dan pembenahan birokrasi, dana ratusan triliun rupiah bisa dihemat. Jika sistem lama yang bobrok tak diubah, kita akan tetap terjebak pada alasan-alasan klise menambah pendapatan negara dengan utang luar negeri, meningkatkan pajak, dan menjual aset negara melalui privatisasi. Artinya, negara ini kian sulit lepas dari jeratan liberalisasi. Saatnya mindset pemerintah diubah, tidak hanya berpikir untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga bagaimana menghapus pemborosan dan dapat mengelola pendapatan secara tepat dan efisien.
Penulis:
Imroatus Sholihah, SSi.
Koordinator Aliansi Penulis Ideologis (IdeAll) Jakarta
Ganti Sistem dan Rezim Korup
December 22nd, 2009 by ModeratorDari: Dwi Muryani
Email: ummi_fath1@*****.**.**
Jauh panggang dari api, mungkin itulah yang bisa diungkapkan rakyat dalam upaya pemberantasan korupsi yang sudah ditargetkan dalam kinerja 100 hari pemerintahan SBY 2009-2014.
Baru saja dilantik , SBY sudah digoyang dengan skandal Bank Century yang sarat dengan tindakan korupsi, tindak kriminal dan penipuan nasabah. Sebagai orang nomor 1 di Indonesia semestinya SBY langsung menanggapi dan menyelesaikan kasus Century tersebut dengan cepat dan tegas, akan tetapi SBY justru melakukan pernyataan yang menambah keresahan masyarakat seperti dilansir detik.com.
Bank Century saat ditetapkan sebagai bank yang gagal maka dibutuhkan kucuran dana untuk menstabilkannya. CAR Bank Century yang mesti distabilkan dari negatif 3,53% agar menjadi positif 8%. Untuk menaikkan CAR tersebut agar positif 8% dibutuhkan dana sebesar Rp 632 milliar. Akan tetapi dana talangan yang dikucurkan untuk penyelamatan Century sebesar 6,76 triliun. Lalu kemana larinya dana 6,1 T tersebut.
Dugaan dari para pengamat bahwa dana talangan (bailout) tersebut mengalir ke 3000 rekening lain termasuk 1,8 T lari ke tim sukses parpol pemenang pemilu 2009. Upaya untuk membongkar kasus Century ini akhirnya membuahkan hak angket di DPR dan rakyat tinggal menunggu hasil kebenarannya dengan terus memantau jalannya hak angket supaya tidak digembosi oleh pihak ketiga yang tidak ingin kasus Century ini terbongkar.
Itulah satu kasus yang harus segera diselesaikan SBY dan pemerintahan sekarang. Jika masih konsen dalam upaya pemberantasan korupsi serta masih ingin dianggap bersih dari tindak KKN. Pemimpinlah (presiden) yang mesti mencontohkan terlebih dahulu bahwa dia bersih dari korupsi, baru bisa memberantas korupsi. Selain itu juga menunggu puluhan bahkan ribuah kasus korupsi yang harus diselesaikan menjadi PR pemerintah. Termasuk kasus BLBI yang belum tuntas dengan penyimpangan dana 144,5 T, kasus Bapindo yang merugikan negara 1,3 T, kasus BI dan kasus KPK Vs Polri dan Kejaksaan serta kasus-kasus korupsi yang ada hampir di seluruh departemen pemerintahan.
Kasus Bank Century ini adalah salah satu bukti kebobrokan sistem ribawi yang bersumber dari sistem kapitalis dan birokrat yang berjiwa korup. Sudah tampak nyata bahwa sistem kapitalis tidak mampu mensejahterakan rakyat bahkan akan semakin menyengsarakan rakyat dan membunuhnya pelan-pelan. Untuk itu saatnya rakyat meninggalkan sistem kapitalis ini yang hanya memihak pada segelintir orang yakni pengusaha dan penguasa korup. Langkah selanjutnya yang harus diambil oleh rakyat adalah mengganti penguasa-penguasa dengan yang bersih dan amanah dan yang paling penting mengganti sistem rusak dengan sistem yang berpihak pada manusia seluruhnya, sistem yang mampu menghantarkan kesejahteraan rakyat. Satu-satunya sistem yang membawa keadilan adalah yang bersumber dari Allah Swt yakni Syariat Islam. Perundang-undangannya digali dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, sedangkan pemegang amanah kekuasaannya orang-orang yang beraqidah Islam.
Pansus Angket Skandal Century Patut Dicurigai
December 22nd, 2009 by ModeratorDari: Umar Ali
Email: saherangga@*****.***
Indonesia Corruption Watch ( ICW ) mengatakan pemberantasan Korupsi belum optimal dan menilai Tahun 2009 sebagai masa suram bagi lembaga penegakan hukum Indonesia. Sementara Alumni ITB ingin ikut mengawal Scandal Century supaya berjalan adil dan mendapat kepastian hukum. Sikap tersebut cukup kuat mewakili keresahan dan tuntutan rakyat terkait adanya sejumlah korupsi dan buruknya kerja penegakan hukum kita.
Dalam sejarahnya, korupsi didominasi oleh politisi yang duduk baik di Legislatif, Eksekutif dan Judikatif dimanapun adanya. Para pelayan rakyat ini masih saja bekerja dengan paradigma lama dalam penegakan hukum. Terlebih lagi terkait kasus Korupsi yang banyak melibatkan Pejabat Tinggi Negara. Buktinya, hanya sedikit pelanggaran hukum oleh Pejabat Negara yang terjamah proses Pengadilan, sementara sebagian besar berlalu begitu saja tampa ada kepastian hukum.
Sekarang focus perhatian kita adalah Scandal Bank Century yang meraup hak rakyat melalui Negara sebesar 6,7 triliun. Penyelewengan yang diduga melibatkan Pejabat BI waktu itu dan Menteri Keuangan ini akan diusut oleh DPR melalu Panitia Angket.
Langkah Panitia Angket menuntaskan Csandal Bank Century belum bisa kita jadikan jawaban akan berjalan optimal dan berakhir dengan kepastian hukum. Dibentuknya Panitia Angket secara bulat termasuk oleh Partai Demokrat hanyalah respon positif semua anggota DPR RI akibat kuatnya tuntutan rakyat. Hal ini menandai bahwa perjalanan kerja Panitia Angket patut dicurigai akan diwarnai konspirasi politik.
Sekarang Pansus Angket Century dihadapkan pada Dua kepentingan. Disatu sisi ada tuntutan proses hukum cenderung datang dari elemen masyarakat yang betul betul ingin ada kepastian hukum dan sisilainnya muncul kelompok pendukung Bailout ke Bank Century sebagai sikap penyelamatan akan pengaruh krisis ekonomi global yang dibenarkan.
Dengan kondisi ini, Pansus Angket Century dipastikan tidak bisa bekerja optimal. Sejumlah penafsiran hukum untuk pembenaran adanya Bailout ke Century terus menguat dan cenderung memperlemah tekad Panitia Angket. Sepertinya dalam penuntasan scandal Century, Panitia Angket akan mengambil sikap normative melalui proses hukum dan berakhir dengan negosiasi membenarkan keputusan Menteri Keuangan dan BI sebagai wakil Pemerintah saat itu.
Semestinya, kita berharap Panitia Angket Century menempatkan scandal Century sebagai awal yang baik, tidak hanya pemberantasan korupsi dan penegakan hukum terhadap Pejabat Negara tetapi juga berdampak pada citra DPR itu sendiri. Untuk itu, Pansus Angket Century dalam setiap rapat dengan sejumlah pihak terkait scandal Century perlu memberi tempat bagi elemen masyarakat untuk ikut serta. Hal ini menjadi penting sebelum kepastian hukum diambil sebagai wujud transparansi untuk memberi kepercayaan rakyat
Jika langkah ini tidak direspon oleh Pansus Angket Century, maka kemungkinan bahwa Panitia Angket bisa dicurigai akan mengambil pembelajaran dari scandal Century sebagai referensi atau oleh pihak lain untuk melakukan hal yang sama pada lain waktu. Jadi oleh siapa dan kapan lagi pemberantasan korupsi dan penegakan hukum harus dimulai ?, atau kita harus membiarkan perilaku busuk dan amoral ini terus berkembang sambil menunggu datangnya laknat. ***
Sebuah Kajian Peristiwa-peristiwa yang Diberitakan
December 15th, 2009 by ModeratorDari: Christian Daniel Marpaung
Kebosanan mulai terasa. Mencari kehebohan, sensasi agar roda tetap berputar. Informasi apapun dibolehkan, yang penting masyarakat tetap bisa dikejutkan.
Sudah nyata bagi semua pihak, bahwa pemerintahan ini, yang memilih untuk tidak berkoalisi dengan kekuatan lama, tidak pula berkoalisi dengan ketidak-mampuan lama, benar menginginkan perubahan, benar ingin memberantas korupsi, benar ingin menegakkan keadilan bagi semua dan tidak pandang bulu.
Jelas – bukan saja bagi kekuatan lama, namun juga bagi yang mendompleng kekuatan lama dalam bentuk partai atau organisasi apapun, dan telah mencicipi kekuasaan dan mencicipinya sampai pemerintahan baru ini terbentuk belum sampai seratus hari yang lalu – bahwa bagi mereka dari kekuasaan lama dan yang menjunjung norma kekuasaan lama “ketidak-adilan” terjadi.
Sederhana saja, sepuluh – duapuluh tahun yang lalu, rekan mereka dalam suatu institusi pemerintahan dapat memperkaya diri, dapat korupsi dan menerima hak istimewa tidak tersentuh hukum. Namun sekarang, mereka diberlakukan beda dan dipenjarakan. Stres yang katanya dialami oleh mantan anggota DPR dari Bogor yang masuk penjara sangat wajar. Kenapa saya, kenapa sekarang? Sungguh nasib saya sial.
Berangkat dari perasaan ketidak-adilan dan stres (dan harus diingat, stres ini adalah wujud suatu ketidak-mengertian: kok bisa?) yang terlihat pada wajah mereka, kita bisa membayangkan kekhawatiran, ancaman yang dirasakan oleh yang juga telah mendapatkan banyak secara tidak benar dan saat ini lebih berjaya: sukses dalam usaha dan sukses dalam politik.
Tidak ada lagi kemungkinan untuk mendapatkan perlakuan atau perlindungan istimewa dari pemerintahan, karena mereka sudah tidak lagi dalam pemerintahan.
Bagi mereka, perhitungan menjadi sederhana: pemerintahan baru (yang tidak berkoalisi) harus digambarkan sebagai kekuatan baru yang sebenarnya tidak mau memberantas korupsi, tidak mau menegakkan keadilan, tidak berpihak pada masyarakat, namun ingin membangun suatu kekuasaan bobrok yang baru, yang menguntungkan orang baru.
Kalau mereka tidak dapat melukis gambaran ini tentang pemerintahan baru, mereka yang akan hancur. Masih kita ingat gambaran yang pernah ingin dilukis, sekitar Pemilu: bahwa anak Presiden akan menggantikan Presiden setelah masa jabatan kedua, dan anak tersebut sedang dipersiapkan. Namun mereka sadar, pemikiran picik seperti itu tidak akan dibeli masyarakat.
Pada akhirnya kita tetap tinggal menunggu, apa saja yang oleh mereka dianggap menghebohkan , menggemparkan dan mau dibeli (dipercaya?) oleh masyarakat. Sayang memang, karena energi dan emosi harus sia-sia terbuang menyaksikan kebohongan, sandiwara dan fitnah.
Wajar, jika tuduhan, dugaan, sangkaan segera direspon. Jika tidak, akan berakhir seperti kasus Bibit-Chandra.
Kepolisian terlalu lamban merespon, menunggu kesempatan yang dianggap tidak tergesa-gesa , sesuai hukum, tanpa melanggar azas praduga tak bersalah dari Bibit dan Chandra. Akibatnya opini publik sudah dibentuk, “mesin” yang pada jaman sebelumnya dapat meredam gejolak masyarakat, dapat pula menyulut gejolak di masyarakat.. (Cara-cara dan jaringan yang selama 30 tahun lebih telah berhasil mengendalikan dan menguasai opini, tidak mungkin begitu saja menjadi tumpul)..
Andaikan kepolisian langsung menanggapi dalam bentuk konfrensi pers saat Bibi-Chandra membela diri, menyampaikan bukti yang dimiliki kepolisian, dan langkah-langkah lanjut yang akan diambil untuk membawa perkara Bibit-Chandra ke pengadilan, paling sedikit ada penyeimbang.
Terlepas dari adanya oknum korup yang merekayasa di kepolisian, terlepas dari tidak bersalahnya Bibit dan Chandra, OPINI PUBLIK-lah yang menghentikan langkah hukum.
Langkah hukum tersebut sebenarnya akan membuka semuanya tanpa memberi kesempatan bagi yang bersalah untuk menyelamatkan diri:
1. Siapa yang menikmati uang dari Anggoro (lewat Anggodo)
2. Siapa saja oknum di Kepolisian (apakah betul hanya satu orang itu) dan KPK.
3. Siapa otak intelektual dari Rekayasa ini.
Jadi, sangat wajar untuk segera merespon. Kalau diam saja, “mesin” pembentuk opini publik akan mendapat momentum dan opini menjadi fakta, sehingga :
“Demi kepentingan masyarakat umum. Demi menghindari ekses yang dapat merugikan kita semua dalam berbangsa dan bernegara, maka pejabat tertentu harus dicopot, walau kita tidak tau mereka bersalah atau tidak”.
Christian Daniel H. Marpaung
Pesan Politik Lewat Sebuah Mimpi
December 15th, 2009 by ModeratorDari: bintang14021982
saya bukan seorang penulis.. tapi sejak tahun 2000 sampai sekarang saya selalu dapat pesan politik lewat mimpi yang harus di sampailan.. tapi saya gak tau kepada spa… mimpi2 telah menghancurkan masa depan saya sehingga misah saya dan keluarga begitu juga saya dan kekasih saya. saya sangat ingin di jadika sebuah buku. tpi saya bukan seorang penulis. mohon masukan nya…. salah satu isi mimpi itu berbunyi: untuk meningkatkan ekonomi rakyat tidak bisa hanya mengandalkan investor asing dan utang luar negri. karna investor tidak cocok di sebuah negara demokrasi.. investor hanya cocok di sebuah kerajaan. investor bisa merusak demokrasi politik,membuka celah para koruptor,membuka celah para mafia politik. yang membuat rakyat semakin miskin dan tertindas. siapa yang di untungkan oleh datang nya investor? apakah rakyat? apakah buruh? atau negara? yang akan di untungkan adalah para pemegang saham dan mafia2 politik. semakin banyak nya investor asing di sebuah negara akan semakin gampang negara itu untuk di intervensi oleh negara asing. semakin lama investor dalam sebuah negara ,akan semakin menggigit… sengketa di mana2,hak2 buruh semakin dirampas,rakyat semakin miskin. jangan bangga dengan kita berhasil mendatangkan investor tapi lihat di sekitar kita rakyat kita masih tetap miskin. sadarkah kita kalo negara kita dijadikan KAPAL GULA OLEH NEGARA ASING????
kemana kita? di mana orang2pintar di negara ini?? OOIIII kemana uang rakyat???
kenapa untuk membuka lapangan pekerjaan harus mengemis2 pada investor? apa uang rakyat tidak cukup untuk membuka lapangan pekerjaan? apa tidak ada cara lain? atau uang rakyat hanya cukup untuk membayar gaji pejabat saja? atau uang rakyat hanya untuk di korupsi saja? alasan kenapa investor tidak cocok di negara demokrasi: 1. karna di negara demokrasi pemimpin nya selalu berganti2 dalam waktu yang singkat. 2. karna di negara demokrasi tardapat banyak suara 3. karna banyak orang pintar dan para mafia politik.
sebaik nya di sebuah negara demokrasi yang untuk urusan ekonomi kerakyatan itu di lakukan oleh partai politik. partai politik harus selalu berdampingan dengan rakyat, saling memberi dan menerima. partai politik butuh suara, rakyat butuh pekerjaan untuk bertahan hidup. rakyat tidak butuh janji tapi rakyat butuh makan.
HEHEHEH … BOLEH DONK KITA BERMIMPI KALAU SEANDAI NYA ADA UNDANG2 PEMILU YANG MENYATAKAN: 1. BAGI SETIAP PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU HARUS MEMILIKI MINIMAL SATU BIDANG USAHA PRODUKSI UNTUK RAKYAT YANG MEMILIKI PASAR INTERNASIONAL. 2. BIDANG USAHA YANG DI BUAT PARTAI POLITIK HARUS MEMILIKI CABANG DI SETIAP DAERAH Tk I DAN DAERAH Tk II.
bayangkan berapa banyak partai politik? semakin banyak partai politik akan semakin habis pengangguran. anda jangan bangga bukan rakyat yang memilih anda tapi karna politik anda rakyat memilih….. apakah ada partai politik yang berani membuat undang2 itu????? HEHEHEHHE TAPI KITA HANYA BERMIMPI.. SEMOGA JADI KENYATAAN.. AMIEN… dah ahh mau bobok dulu… BERSAMBUNG…
bantu jadikan buku atau film donk yang judul nya PESAN POLITIK DALAM SEBUAH MIMPI.
Opini Tentang UNAS
December 15th, 2009 by ModeratorDari: Fatur Rahman
Menurut saya unas tidak perlu dihapus, namun sebaiknya mendiknas mengurangi mata ujian yang diujikan saat unas.Terutama sma. saya melihat terdapat tidak ada keadilan bagi siswa siswi di INDONESIA. SMK cuma 3 mata pelajaran, sedangkan SMA lebih banyak. Mari kita sama2 bangun bangsa ini dengan pendidikan yang adil, bersih dari berbau kecurangan. Kecurangan terjadi karena keadaan siswa siswi yang belum siap menghadapi UNAS dengan banyak mata pelajaran. Semoga Inonesia tetap JAYA
Bangsa yang Besar Menghormati Pahlawannya
December 15th, 2009 by ModeratorDari: Gustiawan Munawar Arifin
Pendirian patung Presiden Amerika Serikat,Barack Obama di taman menteng jakarta merupakan sesuatu hal yang tidak seharusnya dilakukan,sebab bagaimana pun beliau hanyalah sebagian kecil dari sekian orang asing yang bersekolah di indonesia yang tentunya tidaklah mesti diabadikan.Beliau bukan seorang pahlawan Indonesia,bukan juga Guru Bangsa justru adalah murid Bangsa,bukan juga orang yang berjasa terhadap kemajuan Indonesia.Sunguh sesuatu hal yang menggelikan dan membuat kita menjadi miris,betapa tidak,masih banyak pahlawan kita yang tidak terabadikan sehingga mereka terlupakan,Barack Obama tidak sepantasnya diagung-agungkan,toh Pahlawan kita,Soekarno,juga tidak banyak negeri orang yang mengagungkannya bahkan tidak ada,padahal tidak sedikit dia menginspirasi kemerdekaan beberapa Negara yang pada saat itu masih terbelenggu penjajah.Ingatlah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah serta menghormati pelakunya.Obama bukan Pahlawan kita.Atau inikah bukti bahwa pemerintah kita memang sudah berkiblat pada Amerika?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar