Jumat, 27 Agustus 2010

Hadiah Kedewasaan dari Mbak Yuni – 1

KisahMesum.Com : Kejadian ini terjadi ketika aku lulus dari SMU. Perkenalkan, namaku Aris. Kejadian ini tidak akan terlupakan karena ini adalah pertama kalinya aku merasakan nikmatnya sex yang sebenarnya. Pada waktu itu aku make love dengan Mbak Yuni yang umurnya kira-kira 10 tahun lebih tua dariku. Wajahnya manis dan kulitnya putih.

Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya.

Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya.

Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa Mbak Yuni sudah punya rumah sendiri dan tinggal bersama suaminya di desa seberang. Setelah dua hari di rumah nenek aku berniat mengunjungi rumah Mbak Yuni. Setelah diberi tahu arah rumahnya (sekitar 1 km) aku pergi kira-kira jam tiga sore dan berniat menginap. Dari sinilah cerita ini berawal.

Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, akhirnya aku sampai di rumah yang ciri-cirinya sama dengan yang dikatakan nenek. Sejenak kuamati kelihatannya sepi, lalu aku coba mengetok pintu rumahnya.

“Ya sebentar..” terdengar sahutan wanita dari dalam.
Tak lama kemudian keluar seorang wanita dan aku masih kenal wajah itu walau lama tidak bertemu. Mbak Yuni terlihat manis dan kulitnya masih putih seperti dulu. Dia sepertinya tidak mengenaliku.
“Cari siapa ya? tanya Mbak Yuni”.
“Anda Mbak Yuni kan?” aku balik bertanya.
“Iya benar, anda siapa ya dan ada keperluan apa?” Mbak Yuni kembali bertanya dengan raut muka yang berusaha mengingat-ingat.
“Masih inget sama aku nggak Mbak? Aku Aris Mbak, masak lupa sama aku”, kataku.
“Kamu Aris anaknya Pak Tono?” kata Mbak Yuni setengah nggak percaya.
“Ya ampun Ris, aku nggak ngenalin kamu lagi. Berapa tahun coba kita nggak bertemu.” Kata Mbak Yuni sambil memeluk tubuhku dan menciumi wajahku.
Aku kaget setengah mati, baru kali ini aku diciumi seorang wanita. Aku rasakan buah dadanya menekan dadaku. Ada perasaan lain muncul waktu itu.
“Kamu kapan datangnya, dengan siapa” kata Mbak Yuni sambil melepas pelukannya.
“Saya datang dua hari lalu, saya hanya sendiri.” kataku.
“Eh iya ayo masuk, sampai lupa, ayo duduk.” Katanya sambil menggeret tanganku.

Kami kemudian duduk di ruang tamu sambil mengobrol sana-sini, maklum lama nggak tetemu. Mbak Yuni duduk berhimpitan denganku. Tentu saja buah dadanya menempel di lenganku. Aku sedikit terangsang karena hal ini, tapi aku coba menghilangkan pikiran ini karena Mbak Yuni sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri.

“Eh iya sampai lupa buatin kamu minum, kamu pasti haus, sebentar ya..” kata Mbak Yuni ditengah pembicaraan.
Tak lama kemudian ia datang, “Ayo ini diminum”, kata Mbak Yuni.
“Kok sepi, pada kemana Mbak?” Tanyaku.
“Oh kebetulan Mas Heri (suaminya Mbak Yuni) pergi kerumah orang tuanya, ada keperluan, rencananya besok pulangya dan si Dani (anaknya Mbak Yuni) ikut” jawab Mbak Yuni.
“Belum punya Adik Mbak dan Mbak Yuni kok nggak ikut?” tanyaku lagi.
“Belum Ris padahal udah pengen lho.. tapi memang dapatnya lama mungkin ya, kayak si Dani dulu. Mbak Yuni ngurusi rumah jadi nggak bisa ikut” katanya.
“Eh kamu nginep disini kan? Mbak masih kangen lho sama kamu” katanya lagi.
“Iya Mbak, tadi sudah pamit kok” kataku.
“Kamu mandi dulu sana, ntar keburu dingin” kata Mbak Yuni.

Lalu aku pergi mandi di belakang rumah dan setelah selesai aku lihat-lihat kolam ikan di belakang rumah dan kulihat Mbak Yuni gantian mandi. Kurang lebih lima belas menit, Mbak Yuni selesai mandi dan aku terkejut karena ia hanya mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Aku pastikan ia tidak memakai BH dan mungkin CD juga karena tidak aku lihat tali BH menggantung di pundaknya.

“Sayang Ris ikannya masih kecil, belum bisa buat lauk” kata Mbak Yuni sambil melangkah ke arahku lalu kami ngobrol sebentar tentang kolam ikannya.
Kulihat buah dadanya sedikit menyembul dari balutan handuknya dan ditambah bau harum tubuhnya membuatku terangsang. Tak lama kemudian ia pamit mau ganti baju. Mataku tak lepas memperhatikan tubuh Mbak Yuni dari belakang. Kulitnya benar-benar putih. Sepasang pahanya putih mulus terlihat jelas bikin burungku berdiri. Ingin rasanya aku lepas handuknya lalu meremas, menjilat buah dadanya, dan menusuk-nusuk selangkangannya dengan burungku seperti dalam bokep yang sering aku lihat. Sejenak aku berkhayal lalu kucoba menghilangkan khayalan itu.

Haripun berganti petang, udara dingin pegunungan mulai terasa. Setelah makan malam kami nonton teve sambil ngobrol banyak hal, sampai tak terasa sudah pukul sembilan.
“Ris nanti kamu tidur sama aku ya, Mbak kangen lho ngeloni kamu” kata Mbak Yuni.
“Apa Mbak?” Kataku terkejut.
“Iya.. Kamu nanti tidur sama aku saja. Inget nggak dulu waktu kecil aku sering ngeloni kamu” katanya.
“Iya Mbak aku inget” jawabku.
“Nah ayo tidur, Mbak udah ngantuk nih” kata Mbak Yuni sambil beranjak melangkah ke kamar tidur dan aku mengikutinya dari belakang, pikiranku berangan-angan ngeres. Sampai dikamar tidur aku masih ragu untuk naik ke ranjang.
“Ayo jadi tidur nggak?” tanya Mbak Yuni.
Lalu aku naik dan tiduran disampingnya. Aku deg-degan. Kami masih ngobrol sampai jam 10 malam.
“Tidur ya.. Mbak udah ngantuk banget” kata Mbak Yuni.
“Iya Mbak” kataku walaupun sebenarnya aku belum ngantuk karena pikiranku semakin ngeres saja terbayang-bayang pemandangan menggairahkan sore tadi, apalagi kini Mbak Yuni terbaring di sampingku, kurasakan burungku mengeras.

Aku melirik ke arah Mbak Yuni dan kulihat ia telah tertidur lelap. Dadaku semakin berdebar kencang tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ingin aku onani karena sudah tidak tahan, ingin juga aku memeluk Mbak Yuni dan menikmati tubuhnya, tapi itu tidak mungkin pikirku. Aku berusaha menghilangkan pikiran kotor itu, tapi tetap tak bisa sampai jam 11 malam. Lalu aku putus kan untuk melihat paha Mbak Yuni sambil aku onani karena bingung dan udah tidak tahan lagi.

Dengan dada berdebar-debar aku buka selimut yang menutupi kakinya, kemudian dengan pelan-pelan aku singkapkan roknya hingga celana dalam hitamnya kelihatan, dan terlihatlah sepasang paha putih mulus didepanku beitu dekat dan jelas. Semula aku hanya ingin melihatnya saja sambil berkhayal dan melakukan onani, tetapi aku penasaran ingin merasakan bagaimana meraba paha seorang perempuan tapi aku takut kalau dia terbangun. Kurasakan burungku melonjak-lonjak seakan ingin melihat apa yang membuatnya terbangun. Karena sudah dikuasai nafsu akhirnya aku nekad, kapan lagi kalau tidak sekarang pikirku.

Dengan hati-hati aku mulai meraba paha Mbak Yuni dari atas lutut lalu keatas, terasa halus sekali dan kulakukan beberapa kali. Karena semakin penasaran aku coba meraba celana dalamnya, tetapi tiba-tiba Mbak Yuni terbangun.
“Aris! Apa yang kamu lakukan!” kata Mbak Yuni dengan terkejut.
Ia lalu menutupi pahanya dengan rok dan selimutnya lalu duduk sambil menampar pipiku. Terasa sakit sekali.
“Kamu kok berani berbuat kurang ajar pada Mbak Yuni. Siapa yang ngajari kamu?” kata Mbak Yuni dengan marah.
Aku hanya bisa diam dan menunduk takut. Burungku yang tadinya begitu perkasa aku rasakan langsung mengecil seakan hilang.
“Tak kusangka kamu bisa melakukan hal itu padaku. Awas nanti kulaporkan kamu ke nenek dan bapakmu” kata Mbak Yuni.
“Ja.. jangan Mbak” kataku ketakutan.
“Mbak Yuni kan juga salah” kataku lagi membela diri.
“Apa maksudmu?” tanya Mbak Yuni.
“Mbak Yuni masih menganggap saya anak kecil, padahal saya kan udah besar Mbak, sudah lebih dari 17 tahun. Tapi Mbak Yuni masih memperlakukan aku seperti waktu aku masih kecil, pakai ngeloni aku segala. Trus tadi sore juga, habis mandi Mbak Yuni hanya memakai handuk saja didepanku. Saya kan lelaki normal Mbak” jelasku.

Kulihat Mbak Yuni hanya diam saja, lalu aku berniat keluar dari kamar.
“Mbak.. permisi, biar saya tidur saja di kamar sebelah” kataku sambil turun dari ranjang dan berjalan keluar.
Mbak Yuni hanya diam saja. Sampai di kamar sebelah aku rebahkan tubuhku dan mengutuki diriku yang berbuat bodoh dan membayangkan apa yang akan terjadi besok. Kurang lebih 15 menit kemudian kudengar pintu kamarku diketuk.

“Ris.. kamu masih bangun? Mbak boleh masuk nggak?” Terdengar suara Mbak Yuni dari luar.
“Ya Mbak, silakan” kataku sambil berpikir mau apa dia.
Mbak Yuni masuk kamarku lalu kami duduk di tepi ranjang. Aku lihat wajahnya sudah tidak marah lagi.
“Ris.. Maafkan Mbak ya telah nampar kamu” katanya.
“Seharusnya saya yang minta maaf telah kurang ajar sama Mbak Yuni” kataku.
“Nggak Ris, kamu nggak salah, setelah Mbak pikir, apa yang kamu katakan tadi benar. Karena lama nggak bertemu, Mbak masih saja menganggap kamu seorang anak kecil seperti dulu aku ngasuh kamu. Mbak tidak menyadari bahwa kamu sekarang sudah besar” kata Mbak Yuni.
Aku hanya diam dalam hatiku merasa lega Mbak Yuni tidak marah lagi.
“Ris, kamu bener mau sama Mbak?” tanya Mbak Yuni.
“Maksud Mbak?” kataku terkejut sambil memandangi wajahnya yang terlihat bagitu manis.
“Iya.. Mbak kan udah nggak muda lagi, masa’ sih kamu masih tertarik sama aku?” katanya lagi.
Aku hanya diam, takut salah ngomong dan membuatnya marah lagi.
“Maksud Mbak.., kalau kamu bener mau sama Mbak, aku rela kok melakukannya dengan kamu” katanya lagi.
Mendengar hal itu aku tambah terkejut, seakan nggak percaya.
“Apa Mbak” kataku terkejut.
“Bukan apa-apa Ris, kamu jangan berpikiran enggak-enggak sama Mbak. Ini hanya untuk meyakinkan Mbak bahwa kamu telah dewasa dan lain kali tidak menganggap kamu anak kecil lagi” kata Mbak Yuni

Lagi-lagi aku hanya diam, seakan nggak percaya. Ingin aku mengatakan iya, tapi takut dan malu. Mau menolak tapi aku pikir kapan lagi kesempatan seperti ini yang selama ini hanya bisa aku bayangkan.

“Gimana Ris? Tapi sekali aja ya.. dan kamu harus janji ini menjadi rahasia kita berdua” kata Mbak Yuni.
Aku hanya mengangguk kecil tanda bahwa aku mau.
“Kamu pasti belum pernah kan?” kata Mbak Yuni.
“Belum Mbak, tapi pernah lihat di film” kataku.
“Kalau begitu aku nggak perlu ngajari kamu lagi” kata Mbak Yuni.

Mbak Yuni lalu mencopot bajunya dan terlihatlah buah dadanya yang putih mulus terbungkus BH hitam, aku diam sambil memperhatikan, birahiku mulai naik. Lalu Mbak Yuni mencopot roknya dan paha mulus yang aku gerayangi tadi terlihat. Tangannya diarahkan ke belakang pundak dan BH itupun terlepas, sepasang buah dada berukuran sedang terlihat sangat indah dipadu dengan puting susunya yang mencuat kedepan. Mbak Yuni lalu mencopot CD hitamnya dan kini ia telah telanjang bulat. Penisku terasa tegang karena baru pertama kali ini aku melihat wanita telanjang langsung dihadapanku. Ia naik ke atas ranjang dan merebahkan badannya terlentang. Aku begitu takjub, bayangkan ada seorang wanita telanjang dan pasrah berbaring di ranjang tepat dihadapanku. Aku tertegun dan ragu untuk melakukannya.

“Ayo Ris.. apa yang kamu tunggu, Mbak udak siap kok, jangan takut, nanti Mbak bantu” kata Mbak Yuni.

KisahMesum.Com : Sambungan Dari bagian 1

Segera aku melepaskan semua pakaianku karena sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi. Kulihat Mbak Yuni memperhatikan burungku yang berdenyut-denyut, aku lalu naik ke atas ranjang. Karena sudah tidak sabar, langsung saja aku memulainya. Langsung saja aku kecup bibirnya, kulumat-lumat bibirnya, terasa ia kurang meladeni bibirku, aku pikir mungkin suaminya tidak pernah melakukannya, tapi tidak aku hiraukan, terus aku lumat bibirnya. Sementara itu kuarahkan tanganku ke dadanya. Kutemukan gundukan bukit, lalu aku elus-elus dan remas buah dadanya sambil sesekali memelintir puting susunya.

“Ooh.. Ris.. apa yang kau lakukan.. ergh.. sshh..” Mbak Yuni mulai mendesah tanda birahinya mulai naik, sesekali kurasakan ia menelan ludahnya yang mulai mengental. Setelah puas dengan bibirnya, kini mulutku kuarahkan ke bawah, aku ingin merasakan bagaimana rasanya mengulum buah dada. Sejenak aku pandangi buah dada yang kini tepat berada di hadapanku, ooh sungguh indahnya, putih mulus tanpa cacat sedikitpun, seperti belum pernah terjamah lelaki. Langsung aku jilati mulai dari bawah lalu ke arah putingnya, sedangkan buah dada kanannya tetap kuremas-remas sehingga tambah kenyal dan mengeras.

“Emmh oh aarghh” Mbak Yuni mendesah hebat ketika aku menggigit puting susunya.
Kulirik wajahnya dan terlihat matanya merem melek dan giginya menggigit bibir bawahnya. Kini jariku kuarahkan ke selangkangannya. Disana kurasakan ada rumput yang tumbuh di sekeliling memeknya. Jari-jariku kuarahkan kedalamnya, terasa lubang itu sudah sangat basah, tanda bahwa ia sudah benar-benar terangsang. Kupermainkan jari-jariku sambil mencari klentitnya. Kugerakkan jari-jariku keluar masuk di dalam lubang yang semakin licin tersebut.

“Aargghh.. eemhh.. Ris kam.. mu ngapainn oohh..” kata Mbak Yuni meracau tak karuan, kakinya menjejak-jejak sprei dan badannya mengeliat-geliat. Tak kupedulikan kata-katanya. Tubuh Mbak Yuni semakin mengelinjang dikuasai nafsu birahi. Kuarasakan tubuh Mbak Yuni menegang dan kulihat wajahnya memerah bercucuran keringat, aku pikir dia sudah mau klimaks. Kupercepat gerakan jariku didalam memeknya.

“Ohh.. arghh.. oohh..” kata Mbak Yuni dengan nafas tersengal-sengal dan tiba-tiba..
“Oohh aahh..” Mbak Yuni mendesah hebat dan pinggulnya terangkat, badannya bergetar hebat beberapa kali. Terasa cairan hangat memenuhi memeknya.
“Ohh.. ohh.. emhh..” Mbak Yuni masih mendesah-desah meresapi kenikmatan yang baru diraihnya.
“Ris apa yang kamu lakukan kok Mbak bisa kayak gini” tanya Mbak Yuni.
“Kenapa emangnya Mbak? Kataku.
“Baru kali ini aku merasakan nikmat seperti ini, luar biasa” kata Mbak Yuni.
Ia lalu bercerita bahwa selama bersama suaminya ia tidak pernah mendapatkan kepuasan, karena mereka hanya sebentar saja bercumbu dan dalam bercinta suaminya cepat selesai.
“Mbak sekarang giliranku” kubisikkan ditelinganya, Mbak Yuni mengangguk kecil.
Aku mulai mencumbunya lagi. Kulakukan seperti tadi, mulai dari bibirnya yang kulumat, lalu buah dadanya yang aku nikmati, tak lupa jari-jariku kupermainkan di dalam memeknya.

“Aarghh.. emhh.. ooh..” terdengar Mbak Yuni mulai mendesah-desah lagi tanda ia telah terangsang.
Setelah aku rasa cukup, aku ingin segera merasakan bagaimana rasanya menusukkan burungku ke dalam memeknya. Aku mensejajarkan tubuhku diatas tubuhnya dan Mbak Yuni tahu, ia lalu mengangkangkan pahanya dan kuarahkan burungku ke memeknya. Setelah sampai didepannya aku ragu untuk melakukannya.

“Ayo Ris jangan takut, masukin aja” kata Mbak Yuni.
Perlahan-lahan aku masukkan burungku sambil kunikmati, bless terasa nikmat saat itu. Burungku mudah saja memasuki memeknya karena sudah sangat basah dan licin. Kini mulai kugerakkan pinggulku naik turun perlahan-lahan. Ohh nikmatnya.

“Lebih cepat Ris arghh.. emhh” kata Mbak Yuni terputus-putus dengan mata merem-melek.
Aku percepat gerakanku dan terdengar suara berkecipak dari memeknya.
“Iya.. begitu.. aahh.. ter.. rrus.. arghh..” Mbak Yuni berkata tak karuan.
Keringat kami bercucuran deras sekali. Kulihat wajahnya semakin memerah.
“Ris, Mbak mau.. enak lagi.. oohh.. ahh.. aahh.. ahh..” kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar dan kurasakan memeknya dipenuhi cairan hangat menyiram penisku.

Remasan dinding memeknya begitu kuat, akupun percepat gerakanku dan.. croott.. akupun mencapai klimaks aahh.., kubiarkan air maniku keluar di dalam memeknya. Kurasakan nikmat yang luar biasa, berkali-kali lebih nikmat dibandingkan ketika aku onani. Aku peluk tubuhnya erat-erat sambil mengecup puting susunya menikmati kenikmatan sex yang sesungguhnya yang baru aku rasakan pertama kali dalam hidupku. Setelah cukup kumenikmatinya aku cabut burungku dan merebahkan badanku disampinya.

“Mbak Yuni, terima kasih ya..” kubisikkan lirih ditelinganya sambil kukecup pipinya.
“Mbak juga Ris.. baru kali ini Mbak merasakan kepuasan seperti ini, kamu hebat” kata Mbak Yuni lalu mengecup bibirku.
Kami berdua lalu tidur karena kecapaian.

Kira-kira jam 3 pagi aku terbangun dan merasa haus sekali, aku ingin mencari minum. Ketika aku baru mau turun dari ranjang, Mbak Yuni juga terbangun.
“Kamu mau kemana Ris..” katanya.
“Aku mau cari minum, aku haus. Mbak Yuni mau?” Kataku.
Ia hanya mengangguk kecil. Aku ambil selimut untuk menutupi anuku lalu aku ke dapur dan kuambil sebotol air putih.
“Ini Mbak minumnya” kataku sambil kusodorkan segelas air putih.
Aku duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mbak Yuni yang tubuhnya ditutupi selimut meminum air yang kuberikan.

“Ada apa Ris, kok kamu memandangi Mbak” katanya.
“Ah nggak Papa. Mbak cantik” kataku sedikit merayu.
“Ah kamu Ris, bisa aja, Mbak kan udah tua Ris” kata Mbak Yuni.
“Bener kok, Mbak malah makin cantik sekarang” kataku sambil kukecup bibirnya.
“Ris.. boleh nggak Mbak minta sesuatu” kata Mbak Yuni.
“Minta apa Mbak?” tanyaku penasaran.
“Mau nggak kamu kalau..” kata Mbak Yuni terhenti.
“Kalau apa Mbak?” kataku penuh tanda tanya.
“Kalau.. kalau kamu emm.. melakukannya lagi” kata Mbak Yuni dengan malu-malu sambil menunduk, terlihat pipinya memerah.
“Lho.. katanya tadi, sekali aja ya Ris.., tapi sekarang kok?” kataku menggodanya.
“Ah kamu, kan tadi Mbak nggak ngira bakal kayak gini” katanya manja sambil mencubit lenganku.
“Dengan senang hati aku akan melayani Mbak Yuni” kataku.

Sebenarnya aku baru mau mengajaknya lagi, e.. malah dia duluan. Ternyata Mbak Yuni juga ketagihan. Memang benar jika seorang wanita pernah merasa puas, dia sendiri yang akan meminta. Kami mulai bercumbu lagi, kali ini aku ingin menikmati dengan dengan sepuas hatiku. Ingin kunikmati setiap inci tubuhnya, karena kini aku tahu Mbak Yuni juga sangat ingin. Seperti tadi, pertama-tama bibirnya yang kunikmati. Dengan penuh kelembutan aku melumat-lumat bibir Mbak Yuni.

Aku makin berani, kugunakan lidahku untuk membelah bibirnya, kupermainkan lidahku. Mbak Yuni pun mulai berani, lidahnya juga dipermainkan sehingga lidah kami saling beradu, membuatku semakin betah saja berlama-lama menikmati bibirnya. Tanganku juga seperti tadi, beroperasi di dadanya, kuremas-remas dadanya yang kenyal mulai dari lembah hingga ke puncaknya lalu aku pelintir putingnya sehingga membuatnya menggeliat dan mengelinjang. Dua bukit kembar itupun semakin mengeras. Ia menggigit bibirku ketika kupelintir putingnya.

Aku sudah puas dengan bibirnya, kini mulutku mengulum dan melumat buah dadanya. Dengan sigap lidahku menari-nari diatas bukitnya yang putih mulus itu. Tanganku tetap meremas-remas buah dadanya yang kanan. Kulihat mata Mbak Yuni sangat redup, dan ia memagut-magut bibirnya sendiri, mulutnya mengeluarkan desahan erotis.

“Oohh.. arghh.. en.. ennak Ris.. emhh..” kata Mbak Yuni mendesah-desah.
Tiba-tiba tangannya memegang tanganku yang sedang meremas-remas dadanya dan menyeretnya ke selangkangannya. Aku paham apa yang diinginkannya, rupanya ia ingin aku segera mempermainkan memeknya. Jari-jarikupun segera bergerilya di memeknya. Kugerakkan jariku keluar masuk dan kuelus-elus klentitnya membuatnya semakin menggelinjang tak karuan.

“Ya.. terruss.. aargghh.. emmhh.. enak.. oohh..” mulut Mbak Yuni meracau.
Setiap kali Mbak Yuni terasa mau mencapai klimaks, aku hentikan jariku menusuk memeknya, setelah dia agak tenang, aku permainkan lagi memeknya, kulakukan beberapa kali.

“Emhh Ris.. ayo dong jangan begitu.. kau jahat oohh..” kata Mbak Yuni memohon.
Mendengarnya membuatku merasa kasihan juga, tapi aku tidak akan membuatnya klimaks dengan jariku tetapi dengan mulutku, aku benar-benar ingin mencoba semua yang pernah aku lihat di bokep.

Segera aku arahkan mulutku ke selangkangannya. Kusibakkan rumput-rumpuat hitam yang disekeliling memeknya dan terlihatlah memeknya yang merah dan mengkilap basah, sungguh indah karena baru kali ini melihatnya. Aku agak ragu untuk melakukannya, tetapi rasa penasaranku seperti apa sih rasanya menjilati memek lebih besar. Segera aku jilati lubang itu, lidahku kujulurkan keluar masuk.

“Ris.. apa yang kamu lakukan.. arghh itu kan ji.. jik emhh..” kata Mbak Yuni.
Ia terkejut aku menggunakan mulutku untuk menjilati memeknya, tapi aku tidak pedulikan kata-katanya. Ketika lidahku menyentuh kelentitnya, ia mendesah panjang dan tubuhnya menggeliat tak karuan dan tak lama kemudian tubuhnya bergetar beberapa kali, tangannya mencengkeram sprei dan mulutku di penuhi cairan yang keluar dari liang kewanitaannya.

“Ohmm.. emhh.. ennak Ris.. aahh..” kata Mbak Yuni ketika ia klimaks.
Setelah Mbak Yuni selesai menikmati kenikmatan yang diperolehnya, aku kembali mencumbunya lagi karena aku juga ingin mencapai kepuasan.

“Gantian Mbak diatas ya sekarang” kataku.
“Gimana Ris aku nggak ngerti” kata Mbak Yuni.

Daripada aku menjelaskan, langsung aku praktekkan. Aku tidur telentang dan Mbak Yuni aku suruh melangkah diatas burungku, tampaknya ia mulai mengerti. Tangannya memegang burungku yang tegang hebat lalu perlahan-lahan pinggangnya diturunkan dan memeknya diarahkan ke burungku dan dalam sekejap bless burungku hilang ditelan memeknya. Mbak Yuni lalu mulai melakukan gerakan naik turun, ia angkat pinggangnya dan ketika sampai di kepala penisku ia turunkan lagi. Mula-mula ia pelan-pelan tapi ia kini mulai mempercepat gerakannya.

Kulihat wajahnya penuh dengan keringat, matanya sayu sambil merem melek dan sesekali ia melihat kearahku. Mulutnya mendesis-desih. Sungguh sangat sexy wajah wanita yang sedang dikuasai nafsu birahi dan sedang berusaha untuk mencapai puncak kenikmatan. Wajah Mbak Yuni terlihat sangat cantik seperti itu apalagi ditambah rambut sebahunya yang terlihat acak-acakan terombang ambing gerakan kepalanya. Buah dadanya pun terguncang-guncang, lalu tanganku meremas-remasnya. Desahannya tambah keras ketika jari-jariku memelintir puting susunya.

“Oh emhh yaah.. ohh..” itulah kata-kata yang keluar dari mulut Mbak Yuni.

“Aku nggak kuat lagi Ris..” kata Mbak Yuni sambil berhenti menggerakkan badannya, aku tahu ia segera mencapai klimaks.
Kurebahkan badannya dan aku segera memompa memeknya dan tak lama kemudian Mbak Yuni mencapai klimaks. Kuhentikan gerakanku untuk membiarkan Mbak Yuni menikmati kenikmatan yang diperolehnya. Setelah itu aku cabut penisku dan kusuruh Mbak Yuni menungging lalu kumasukkan burungku dari belakang. Mbak Yuni terlihat hanya pasrah saja terhadap apa yang aku lakukan kepadanya. Ia hanya bisa mendesah kenikmatan.

Setelah puas dengan posisi ini, aku suruh Mbak Yuni rebahan lagi dan aku masukkan lagi burungku dan memompa memeknya lagi karena aku sudah ingin sekali mengakhirinya. Beberapa saat kemudian Mbak Yuni ingin klimaks lagi, wajahnya memerah, tubuhnya menggelinjang kesana kemari.

“Ahh.. oh.. Mbak mau enak lagi Ris.. arrghh ahh..” kata Mbak Yuni.
“Tunggu Mbak, ki kita bareng aku juga hampir” kataku.
“Mbak udah nggak tahan Ris.. ahh..” kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar hebat, pinggulnya terangkat naik. Cairan hangat menyiram burungku dan kurasakan dinding memeknya seakan-akan menyedot penisku begitu kuat dan akhirnya akupun tidak kuat dan croott.. akupun mencapai klimaks, oh my god nikmatnya luar biasa. Lalu kami saling berpelukan erat menikmati kenikmatan yang baru saja kami raih.

KisahMesum.Com : Perkenalkan namaku Aris, aku adalah penulis cerita berjudul “Hadiah Kedewasaan dari Mbak Yuni 1 dan 2″. Kali ini aku akan menceritakan pengalaman sexku yang lain. Kejadian ini terjadi pada Bulan Agustus 2009 yang lalu.

*****

Sebenarnya aku ingin kuliah di Yogya, karena kelihatannya kota tersebut sangat nyaman untuk kuliah, tetapi akhirnya aku kuliah di Semarang, tempat masa kecilku dulu, karena dalam UMPTN aku diterima di sebuah PTN di sana pada pilihan kedua.

Sejak percintaanku dengan Mbak Yuni, aku menjadi terobsesi untuk bercinta dengan wanita yang usianya sama dengan Mbak Yuni, terutama ibu-ibu muda yang sudah mempunyai anak, daripada wanita yang seusia atau lebih muda dariku. Jika sedang berjalan-jalan di Mal, aku selalu mencari pemandangan ibu-ibu muda yang sedang berjalan-jalan bersama anak dan suaminya. Ingin rasanya aku bercinta dengan mereka. Tetapi hasratku itu hanya sebatas angan semata karena aku tidak mempunyai keberanian untuk malakukannya dan bagaimana caranya, hingga saat-saat yang kuimpikan akhirnya datang juga. Kejadian ini terjadi pada waktu aku di semester 4.

Suatu siang sehabis ujian semesteran hari terakhir, aku jalan-jalan sendiri di kawasan Simpang Lima, aku ingin memuaskan hobiku memelototi ibu-ibu muda. Setelah cukup puas aku putuskan untuk pulang. Ketika sedang berjalan di area parkir mobil, aku melihat seorang wanita yang sedang sewot dengan kedua anaknya (kelihatannya kembar). Kulihat barang belanjaan yang dibawanya jatuh berserakan.

“Adik kok bandel banget sih.. Tuh kan belanjaan mama pada jatuh” kata wanita itu dengan nada kesal.

Spontan saja aku ingin membantu memunguti barang-barang yang jatuh.

“Iya.. Adik nggak boleh nakal, kasihan kan mamanya, barangnya jadi jatuh” kataku sambil memunguti barang yang jatuh. Wanita itu agak terkejut dengan kehadiranku.
“Eh.. Makasih, tuh kan apa kata Om, adik nggak boleh nakal” kata wanita itu sambil ikut membungkuk mengambil barang.

Aku langsung refleks melihat ke arah wanita itu yang tepat berada di depanku dan aku mendapatkan pemandangan yang sangat indah. Belahan bajunya yang agak rendah membuat kedua buah dadanya terlihat jelas begitu indah. Sepasang buah dada yang putih mulus terlihat menggantung dan sedikit tergoncang-goncang. Aku leluasa memandangnya karena aku memakai topi. Sambil memunguti barang aku sesekali melirik ke arah pemandangan yang mengasyikkan itu yang membuatku terangsang.

“Ini Mbak” kataku sambil menyodorkan barang yang aku ambil.
“Terima kasih..” katanya sambil tersenyum.

Baru kusadari ternyata wanita ini sangat cantik. Wajahnya putih bersih, tubuhnya pun sexy menurutku. Lalu ia masuk ke dalam sedan Viosnya. Aku pun segera meninggalkan tempat itu menuju parkiran motor dan pulang ke kos. Sampai di kos, aku rebahkan badan di tempat tidur sambil membayangkan pemandangan indah yang baru saja aku lihat. Hal itu masih terbayang-bayang berhari-hari. Aku hanya bisa berkhayal bercinta dengannya sampai akhirnya aku lampiaskan dengan onani.

Karena sangat terobsesi untuk bercinta dengannya, aku berusaha untuk bertemu lagi dengannya. Berkali-kali aku datang ke tempat yang sama dengan harapan aku dapat bertemu dengannya, tetapi tidak pernah bertemu.

Suatu siang, kira-kira sebulan sejak aku bertemu dengannya, aku berjalan-jalan di Citraland Mal. Ketika aku sedang berjalan, aku berpapasan dengan seorang wanita, dan dalam hati aku kenal wanita itu. Aku balikkan badan, dan ia pun membalikkan badan. Aku ingat, wanita itu adalah wanita yang selama ini aku impikan siang dan malam.

“Hei.. Kamu yang waktu itu nolongin aku kan?”
“Iya Mbak” kataku dengan hati girang karena wanita itu juga masih ingat sama aku.
“Makasih lho sekali lagi”
“Ah nggak apa apa, saya kan cuma sekedar membantu” kataku sambil memperhatikan bahwa wanita ini memang TOP BGT. Ia memakai T-shirt agak ketat dipadu jeans membuat lekuk sexy tubuhnya terlihat.
“Cari apa, kok sendirian ” katanya.
“Ah enggak, lagi jalan-jalan aja” kataku.
“Bagaimana, kalo sebagai ucapan terima kasih, aku traktir kamu makan” katanya.
“Ah nggak usah Mbak” kataku basa-basi, padahal dalam hati aku memang ingin sekali berlama-lama dekat dengannya. Dia memaksa, akhirnya kami pun berjalan menuju KFC.

Alangkah bahagianya aku waktu itu. Kami pun berkenalan, namanya Mbak Elga yang berumur 30 tahunan. Ia tinggal di perumahan di kawasan Semarang Atas bersama sepasang anak lelaki kembarnya yang kini kelas 3 SD. Suaminya bekerja di Jakarta dan pulang ke Semarang seminggu sekali. Wah pasti kesepian wanita ini, kesempatan pikirku.

Ia tidak ikut ke Jakarta karena suaminya hanya sementara saja bertugas di Jakarta. Suaminya sebenarnya menempati Cabang Semarang, tetapi karena di Jakarta ada kekosongan dan perlu segera diisi, maka suaminya ditarik sementara ke Jakarta selama sekitar 7 bulan yaitu sampai akhir tahun 2009, dan baru berjalan 2 bulan. Karena itu ia tidak ikut karena anaknya telanjur bersekolah di Semarang. Ia dan suaminya berasal dari Jakarta. Ia siang itu akan menjemput anaknya dari sekolah. Setiap hari itulah pekerjaan rutinnya mengantar dan menjemput anak ke Sekolah.

Selama mengobrol, mataku tak pernah lepas memandang dadanya yang menyembul indah dari balik t-shirt ketatnya. Seperti biasa, aku memakai topi sehingga aku leluasa saja menikmati buah dadanya. Walaupun tertutup, aku bisa membayangkan betapa indah isi yang ada dibaliknya. Sepasang buah dada yang luar biasa indah, putih, mulus, ooh.. Ingin rasanya aku meremas, mengulum, menjilat dan memelintir puting susunya sehingga ia menggelinjang, mengerang dan mendesah kenikmatan. Di akhir obrolan ia memberikan alamat dan nomor HP-nya dan mengundangku untuk datang ke rumahnya.

Sejak pertemuan kedua dengan Mbak Elga, hasratku untuk dapat bercinta dengannya semakin menggebu. Siang malam aku memikirkan cara bagaimana agar ia mau bercinta denganku. Aku ragu karena aku lihat ia termasuk wanita yang baik dan sopan, tidak pernah dia memancing pembicaraan yang mengarah ke urusan ranjang. Mungkin ia hanya butuh teman ngobrol saja pikirku.

Karena keinginanku yang sangat besar, aku putuskan untuk pergi ke rumahnya seminggu kemudian. Aku berangkat dari kos dengan hati deg-degan. Dalam hatiku berkata, kalau tidak dicoba, bagaimana aku dapat yang aku inginkan. Targetku hari itu adalah PDKT dengan Mbak Elga. Hari itu Selasa sekitar pukul 09.00, karena ia pasti di rumah hanya sendirian.

Setelah sekitar 15 menit kemudian, aku sampai di gerbang perumahan yang cukup mewah. Aku dihentikan oleh Satpam. Setelah aku jelaskan bahwa aku akan bertamu ke rumah Mbak Elga, aku diijinkan masuk setelah meninggalkan KTP. Dalam hatiku berkata, pantas Mbak Elga berani tinggal sendiri, rupanya keamanan perumahan ini sangat ketat, hanya ada satu pintu masuk. Aku segera mencari rumah ke arah yang ditunjukkan Satpam. Tak lama kemudian aku tiba di depan rumah bernomor 19. Lalu aku pencet bel di pagar rumah, dan beberapa saat kemudian kulihat Mbak Elga keluar.

“Eh.. Kamu Ris..” kata Mbak Elga sambil membukakan pintu.
“Lagi ngapain Mbak. Ngganggu ya..? Kataku basa-basi.
“Ah enggak, biasa lagi sibuk sama urusan rumah tangga, namanya juga ibu rumah tangga.. Ayo masuk, motormu masukin juga”

Ia menggunakan T-shirt dan celana pendek sehingga sepasang kakinya yang indah terlihat. Rumahnya cukup besar walau hanya 1 lantai.

“Kamu santai aja di sini”
“Iya Mbak..”
“Kamu sengaja ke sini?”
“Enggak Mbak, tadi mau ke rumah teman tapi orangnya pergi, rumahnya deket sini ya daripada langsung pulang, aku mampir ke sini” kataku berbohong.
“Kamu di sini dulu yach? Aku mau nyelesein nyuci dulu, tinggal dikit lagi kok, kamu kalo mo minum ambil sendiri yach..?” Katanya sambil meninggalkanku menuju ke belakang.

Aku lalu nonton teve. Deg-degan juga nih dada. Dalam pikiranku cuma pengen ngentot tuh cewek, tapi gimana ya caranya? Kurang lebih 15 menit, Mbak Elga selesai, lalu ia duduk dan kami pun mengobrol ke sana kemari. Mataku sesekali melirik pahanya yang putih mulus seakan menantangku untuk menjamahnya. Penisku tegang, kepalaku pusing, kacau!

“Oh iya.. Mumpung ada kamu, bantuin aku menggeser meja itu ya” katanya sambil menunjuk meja yang berisi beragam hiasan kecil di atasnya.
“Digeser kemana Mbak?” tanyaku sambil melangkah menuju meja yang dimaksud.
“Agak kesini dikit Ris, biar tidak terlalu mepet dengan pintu”

Kami berdua lalu menggeser meja tersebut. Ketika sudah selesai dan aku berniat duduk lagi di sofa, kakiku tersandung kaki meja sehingga keseimbanganku hilang. Badanku langsung saja menubruk badan Mbak Elga dan menindihnya di atas sofa. Wajahku menempel di wajahnya, sesaat kami hanya berpandangan, desahan hangat nafasnya kurasakan menerpa wajahku.

Kutatap matanya, kulihat bibirnya merekah merah begitu indah sehingga membuatku tak tahan untuk tidak menikmati bibir indah tersebut. Aku nekad, kalau dia marah, paling-paling aku ditampar, dan itu pernah aku alami. Kukecup lembut bibirnya dan kurasakan ia menyambut kecupanku, tetapi itu hanya sesaat karena ia melepaskan bibirnya dan mendorong badanku. Akupun tersadar dan segera berdiri. Aku lalu berjalan ke arah jendela, aku menerawang keluar. Aku merasa bersalah, tetapi juga bahagia. Kulihat Mbak Elga masih termen

KisahMesum.Com : Sambungan Dari Bagian 1

Setelah beberapa saat kami berdua terdiam, aku menghampiri Mbak Elga dan duduk di sampingnya.

“Mbak.. Aku minta maaf atas kejadian tadi ya..?” Kataku.
“Kenapa tadi kamu menciumku Ris..?” Kata Mbak Elga.
“Maaf Mbak, saya tadi nggak sadar, itu terjadi begitu saja” kataku mencoba menghindar.

Mbak Elga hanya terdiam mendengar jawabanku sambil memandangku.

“Ris..” Katanya terpotong. Aku hanya diam sambil menunggu kelanjutan katanya.
“Ris.. Apa kamu ingin melanjutkan yang tadi?” tanya Mbak Elga.

Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Tak tahu harus bilang apa, sejujurnya aku ingin menjawab bahwa aku memang sangat menginginkannya, tapi entah kenapa sepertinya kata-kata itu sulit keluar dari mulutku. Beberapa saat lamanya kami hanya berpandangan. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, kupandang tajam matanya dan kusimpulkan lewat bahasa matanya, bahwa dia juga menginginkanku seperti aku menginginkannya.

Tanpa menjawab pertanyaannya aku langsung melumat bibirnya kuat-kuat dan ia juga membalasnya dengan penuh nafsu dan terjadilah ciuman panas yang penuh dengan gairah. Tubuhnya kusandarkan di sofa. Beberapa saat lamanya kami saling melumat bibir dan beradu lidah, nafas kami mulai terengah-engah. Tanganku kuarahkan ke dadanya lalu kuremas buah dadanya dari balik T-shirtnya.

Badannya mulai menggelinjang terbakar gairah. Ia melepas ciumannya, lalu ia lepaskan T-shirt dan BH yang dikenakannya. Kulihat sepasang buah dada yang sangat indah berukuran sedang yang masih kencang, putih tetapi terlihat ada beberapa bekas cupang. Mungkin bekas cupang suaminya. Langsung aku serang buah dada itu. Dengan penuh nafsu aku jilati, kulumat, dan kuhisap kedua buah dadanya bergantian.

“Ooh.. Terus Ris.. Enak.. Sedot teruss..” kata Mbak Elga sambil menggelinjang kesana kemari.

Buah dada itu semakin keras dan kenyal sehingga membuatku semakin gemas untuk menikmatinya. Tanganku mengelus-elus pahanya yang mulus, lalu tanganku kuarahkan ke pangkal pahanya, kubuka resliting celananya, kutelusupkan tanganku ke arah memeknya yang ternyata telah basah, aku usap lembut memeknya di atas celana dalamnya.

“Ris.. Kita ke kamar aja yach..” kata Mbak Elga. Aku mengangguk kecil tanda setuju.

Aku lalu mengangkat tubuh Mbak Elga yang setengah telanjang menuju ke kamar yang ditunjukkannya. Kamar itu cukup luas dengan spring bed yang kelihatannya sangat nikmat untuk bercinta. Aku rebahkan tubuh wanita cantik ini di atas ranjang lalu aku copot celana yang masih menutupi sebagian tubuhnya dan kini ia telah benar-benar telanjang.

Aku terpana melihatnya. Bagiku Mbak Elga begitu sempurna sebagai seorang wanita. Badannya sexy, putih, mulus, sepasang buah dadanya juga indah, kakinya, pokoknya semuanya TOB deh. Apalagi posisinya sekarang yang sangat menantang. Tubuh mulusnya telentang tanpa ditutupi sehelai benang pun. Posisinya di ranjang agak mengangkang, memperlihatkan miliknya tanpa malu-malu. Buah dadanya yang indah dengan putingnya yang mengacung membuatku semakin tak kuasa untuk menahan nafsu. Kutelan ludahku yang terasa mengental.

“Aris.. Kok malah bengong, ayo sini..” Kata Mbak Elga dengan genit.

Aku tersadar dari lamunanku dan segera kupereteli pakaianku dan kini aku juga sudah telanjang. Kurasakan penisku sudah tegang dan berdenyut-denyut, terasa lebih keras dari biasanya. Segera aku naik ke atas ranjang, lalu aku berbaring di sebelah tubuhnya. Aku belai rambutnya, ia tersenyum manja. Kupandangi wajahnya, betapa cantik wanita ini, lalu aku kecup bibirnya. Mulutku mengecup dan mengulum bibir Mbak Elga yang hangat dan basah. Ia meladeni dengan segenap nafsu. Ia julurkan lidahnya, dengan segera aku kulum lidahnya, terasa nikmat sekali.

“Ohh.. Riss..” desahnya dengan mata yang sayu.

Kulihat bibir merahnya yang indah penuh dengan air liurku. Setelah puas melumat bibir merahnya aku ciumi lehernya lalu ke arah dadanya. Sesaat aku pandangi buah dada milik wanita cantik ini. Benda ini yang membuatku tak bisa melupakannya, dan kini tidak hanya bisa aku bayangkan, tetapi aku juga bisa menikmatinya. Kuremas dengan gemas kedua buah dadanya dengan kedua tanganku, terasa kenyal menggemaskan dan tidak membosankan untuk mempermainkannya. Ukurannya memang sedang, tetapi sangat indah bentuknya dan terlihat terawat.

“Oouuffss.. Ahh.. Auww..” erang Mbak Elga terus menerus.

Kini giliran mulutku yang akan melahap buah dada ini, aku kecup dan kusedot puting buah dada sebelah kanan dan kiri secara bergantian membuat Mbak Elga semakin terbakar gairahnya. Kuhisap kuat-kuat buah dadanya sambil sesekali kugigit puting susunya. Ia mendesah-desah erotis sambil meremas-remas rambutku, menikmati sensasi permainan mulutku di dadanya.

“Auww.. Oh my god.. Ohh.. Auww..”, Mbak Elga berteriak-teriak penuh kenikmatan, membuatku semakin bersemangat untuk terus menghisap dan mengulum buah dada wanita cantik ini.

Buah dadanya terus kukulum, kuhisap, kujilati, dan kupelintir berulang kali membuatnya semakin terbakar gairah. Sejenak aku lepaskan mulutku dari buah dadanya. Aku pandangi wajahnya yang terlihat sayu, wajahnya penuh dengan peluh, bibir merahnya bergetar.

Aku kembali melahap buah dadanya sambil mempermainkan memeknya. Jariku kumasukkan ke dalam lubang yang semakin licin karena cairan kewanitaannya yang mengalir deras. Itilnya kugesek-gesek hingga membuat tubuhnya menggelinjang tak karuan kesana kemari.

“Sayang.. Teruss.. Sedot terus Riss.. Aahh.. Auww.. Aahh..” erang Mbak Elga penuh rasa nikmat sambil sesekali menelan ludahnya yang mengental.

Kini kuarahkan kepalaku ke selangkangannya. Aku pandangi memek merah yang mengkilat karena basah oleh cairan kewanitaannya. Rumput hitam yang cukup tebal tampak tumbuh di sekitarnya, pemandangan yang sangat menakjubkan. Kudekatkan mulutku dan tercium aroma khas wanita yang membuatku semakin bernafsu. Aku mulai menjilati memek Mbak Elga, kujulurkan lidahku dalam-dalam sambil sesekali kusedot kuat-kuat. Setiap kali lidahku menggelitik clitorisnya, ia mengerang keras penuh nikmat. Pinggulnya bergerak tak karuan sehingga membuatku harus memegang pahanya agar aku tetap dapat menikmati memeknya. Cairannya semakin deras mengalir, membuatku mau tak mau menghisapnya, terasa hangat dan gurih.

“Oh my god.. Aahh.. Terus.. Enak Ris.. Aauuww.. Aaww..” Mbak Elga menjerit tak karuan, apalagi ketika lidahku menyentuh klitorisnya, ia menjerit keras sambil menggelinjang kuat.

Aku benar-benar puas melihatnya seperti ini. Sesekali aku lepasku mulutku dari jepitan selangkangannya untuk mengambil nafas sejenak, lalu aku lakukan lagi hal yang sama. Mbak Elga semakin keras mendesah, gerakan tubuhnya juga semakin tak terkendali. Dia akan segera mencapai puncak. Aku percepat sedotan, kecupan, jilatan mulut dan lidahku di memeknya.

“Ayo sayang.. Aku mo kel.. Luar nih.. Ahh.. Yang cepaat.. Oohh.. Sshh.. Oohh..” katanya sambil menjerit-jerit kenikmatan.

Aku percepat gerakan lidahku dan kemudian Mbak Elga orgasme, ia mengangkat pinggulnya, kedua pahanya mengapit kuat kepalaku, dan kurasakan cairan yang sangat banyak menyiram mulutku.

“Ohh.. Yess.. Oh my god.. Oohh.. Oohh..” Mbak Elga mendesah panjang ketika berhasil mencapai puncak kenikmatan.

Kuhisap cairan yang keluar. Badannya bergetar hebat beberapa saat. Kubiarkan sejenak mulutku tetap di selangkangan pahanya, membiarkan ia menikmati apa yang baru saja diraihnya. Kukecup lembut bibir vaginanya yang masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa cairan.

Aku lalu berbaring di sebelahnya sambil membelai rambutnya. Kulihat wajahnya penuh dengan keringat, telihat kepuasan terpancar dari wajah cantiknya. Kukecup lembut bibirnya.

“Thanks Ris.. Aku puas banget..” kata Mbak Elga.
“Mau lagi kan Mbak? Kataku menggoda.
“Iya, tapi aku juga pengen menikmati punya kamu dulu” katanya sambil menggenggam penisku.

Aku mengerti apa yang diinginkannya, lalu telentang dan ia mengarahkan mulutnya ke arah penisku. Tangannya menggenggam batang penisku lalu dikecupnya ujung penisku, ia mulai menjilati kepala dan batang penisku sambil dikocok-kocok dengan tangan lembutnya. Dimasukkannya penisku ke dalam mulutnya dan kurasakan ia begitu pintar memainkan lidahnya menggelitik penisku.

Disapunya semua permukaan penisku mulai dari bawah hingga ke atas, permainan lidahnya dengan lincah menggelitik setiap mili bagian penisku. Serasa aku melayang ke awang-awang, aku hanya bisa mendesah meresapi betapa pintarnya Mbak Elga memberikan aku kepuasan. Kalau ini diteruskan bisa jebol pertahananku. Setelah beberapa lama Mbak Elga puas menikmati penisku, ia melepaskan mulutnya.

“Ris.. Puasin aku sekarang yach..” katanya sambil telentang di sampingku.

Aku segera mengarahkan penisku ke arah memeknya. Kini penisku telah sampai di mulut vaginanya, kepala penisku menempel di bibir memeknya yang merah basah. Aku mulai melesakkan penisku ke dalam memeknya dengan perlahan sambil kunikmati nikmatnya gesekan batang penisku dengan dinding vaginanya. Penisku tidak mengalami kesulitan membelah memeknya yang sudah sangat basah. Kulihat Mbak Elga juga menikmati hal ini, matanya terpejam meresapi sensasi gesekan alat kelamin kami sambil menggigit-gigit sendiri bibirnya.

Aku mulai menggerakkan pinggulku pelan-pelan. Kurasakan gesekan penisku dengan memeknya begitu nikmat, mungkin karena lama aku tidak merasakannya. Mbak Elga seperti biasa, ia mendesah-desah, matanya merem melek kenikmatan. Ia gerakkan pinggulnya meng

KisahMesum.Com : Sambungan Dari Bagian 2

“Ouffss.. Lebbih cepat dong Ris.. Aahh..” desah Mbak Elga.

Tetapi aku tetap menggerakkan punggungku pelan-pelan, karena aku memang benar-benar ingin menikmati tiap detik bercinta dengan bidadari cantik ini.

“Oohh.. Please.. Yang cepat Riss.. Ahh.. Pleasee..” kata Mbak Elga terus merengek.
“Kenapa sih Mbak? Udah gatel banget ya..” godaku.
“Kamu nakal Ris.. Ohh.. Please..” desah Mbak Elga sambil mencubit pinggangku tetapi aku tidak mempedulikan permintaannya.

Tiba-tiba Mbak Elga membalikkan badan sehingga kini ia yang berada di atas. Lalu ia bangkit dan duduk di atas pahaku. Rupanya wanita cantik ini benar-benar sudah tidak tahan.

“Kamu nakal Ris..” katanya sambil mengarahkan memeknya ke arah penisku.

Digenggamnya penisku dengan tangannya, lalu dengan perlahan ia menurunku pinggulnya, dan tak lama kemudian penisku telah amblas ditelan bibir vaginanya. Dengan posisi agak membungkuk, tangannya berpegangan di atas dadaku untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Ini adalah posisi favoritku, seperti halnya ketika aku bercinta dengan Mbak Yuni. Dengan posisi ini aku bisa melihat dengan leluasa ekspresi seorang wanita yang sedang dikuasai birahi dan sedang meniti tangga nafsu menuju puncak kenikmatan.

Mbak Elga menggerakkan pinggulnya naik turun sampai sebatas leher penisku dengan tempo yang cepat. Karena terlalu cepat, kadang-kadang penisku lepas dari jepitan memeknya, sehingga ia terpaksa memasukkanya lagi. Mulutnya mendesis-desis sambil menggigit bibir bawahnya dengan giginya yang putih bersih. Matanya yang sayu sesekali melirik ke arahku. Wajahnya dipenuhi keringat. Sungguh sexy! Sepasang buah dadanya yang indah dengan puting coklat kemerahan yang mengacung ke depan tergoncang-goncang menggemaskan, membuatku tak tahan untuk tidak menjamahnya. Kuremas lembut kedua buah dada yang kenyal itu, sambil sesekali kupelintir puting susunya.

“Ohh.. Aagghh.. Sshh.. Aahh.. Enak nggak Ris..” jeritnya nikmat.
“Ohh.. Iya Mbak.. Teruss..” kataku yang juga dilanda rasa nikmat.

Setelah kurang lebih 5 menit, kurasakan ada gejolak dalam diriku yang mencari jalan keluar. Kulihat Mbak Elga pun semakin dikuasai nafsu birahi. Keringat semakin mengucur deras dari seluruh tubuhnya. Ia menghentikan gerakan pinggulnya sambil merebahkan badannya di atas badanku.

“Aku nggak kuat lagi Ris.. Beri aku sekarang ya.. Please..” katanya penuh harap.

Aku lalu membalikkan badannya sehingga kembali ia kutindih dibawah. Aku mulai memompa memeknya dengan cepat karena akupun juga ingin segera mencapai puncak kenikmatan. Terdengar bunyi berkecipak dari gesekan penis dan memeknya, terdengar indah, menggairahkan.

“Aahh.. Ssthh.. Aarghh.. Come on baby.. Yess.. Lebih cepat..” rintihnya sambil mempercepat gerakan pinggulnya mengimbangi gerakan pinggulku.

Setelah berjuang beberapa lama, akhirnya Mbak Elga mendapatkan yang diinginkannya. Puas rasanya melihat Mbak Elga orgasme sambil menggelepar-gelepar seperti ikan kehabisan air. Ia menghentak-hentakkan kakinya seperti ingin melepaskan sesuatu yang seakan teramat berat. Ia menjerit-jerit dan mengerang-ngerang keras melampiaskan kepuasan yang baru saja diraihnya. Ia gigit pundakku dengan gemas. Pinggulnya terangkat ke atas, tangannya mencengkeram pantatku yang ditekannya ke arah bawah.

“Oh my god, oh my god.. Oggh.. Yess.. Aaww, sshh.. Aahh..” Mbak Elga mengerang kenikmatan dan menjerit panjang.

Kurasakan cairan orgasmenya menyiram batang penisku yang terjepit di dalamnya. Kuhentikan sejenak gerakan pinggulku untuk memberikan kesempatan ia menikmati hasil perjuangannya. Beberapa detik lamanya ia dilandai puncak birahi, kurasakan jepitan memeknya kuat seakan-akan meremas-remas penisku. Kini kurasakan badai kenikmatan yang melandanya mulai reda, kucumbu bibirnya yang masih mendesis-desis merasakan sisa-sisa kenikmatan.

Aku yang juga segera ingin mendapatkan seperti apa yang baru diraih Mbak Elga, apalagi ditambah jepitan liang vaginanya membuatku tak kuat lagi untuk menahannya. Aku mulai menggerakkan pinggulku lagi dengan perlahan lalu kupercepat dan tak lama kemuadian akupun tak kuasa lagi untuk menahannya.

“Aku mau keluar Mbak.. Ahh.. Sstt..” desahku.
“Keluarin di dalam aja Ris.. Ayo sayangg..” Katanya sambil menggoyangkan pinggulnya.

Akhirnya air maniku keluar dengan deras menyembur ke dalam rahimnya. Crat.. Crat.. Kurasakan beberapa kali dan liang vagina itupun semakin banjir, terasa hangat. Kurasakan penisku tegang hebat, serasa memenuhi lubang memek Mbak Elga. Nikmat luar biasa serasa terbang di angkasa.

Aku terbaring lemas di atas tubuh Mbak Elga. Aku cumbu bibirnya sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja kami raih. Kubelai rambutnya sambil kuusap pipi halusnya yang penuh dengan keringat. Penisku terasa mengecil di dalam liang vaginanya. Kurasakan dua buah dadanya menekan lembut dadaku.

Beberapa saat kemudian aku turunku badanku dan tidur di samping badan wanita cantik ini. Mataku menerawang ke langit-langit kamar dan membayangkan kenikmatan yang seolah-olah aku tidak percaya bahwa ini benar-benar terjadi. Kulihat Mbak Elga juga menerawang, aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya.

“Thanks Mbak..” kataku sambil berusaha mengecup bibirnya. Tetapi ia menepis wajahku dengan tangannya sambil bangkit lalu duduk di tepi ranjang sambil menutupi tubuh indahnya dengan selimut. Ia menangis.

Aku tentu saja terkejut dan bertanya-tanya dalam hati, apakah dia menyesal dengan apa yang baru saja ia lakukan? Aku mendekat lalu duduk di sampingnya. Kututupi penisku yang terkulai lemah tak berdaya dengan bantal.

“Mbak Elga.. Ada apa? Mbak nyesel ya dengan apa yang kita lakukan?” tanyaku. Ia hanya menggelengkan kepala sambil masih menangis.
“Trus kenapa Mbak?”
“Aku nggak nyesel, aku tahu ini akan terjadi.. Sejak suamiku tugas di Jakarta, terus terang Ris.. Aku kesepian. Kalau hanya seminggu sekali kami berhubungan seks, itu kurang bagiku Ris.. Saat aku lagi pengen dan nggak ada pelampiasan, kepalaku pusing, aku jadi gampang uring-uringan, gampang marah. Aku kasihan sama si kembar. Aku jadi sering marah-marah sama mereka hanya karena hal-hal sepele” katanya berpanjang lebar sambil mengusap air matanya.
“Aku coba mencari pelampiasan dengan masturbasi, tapi itu nggak cukup, aku nggak puas. Muncul dalam benakku untuk mencari pelampiasan ke lelaki lain, tapi aku nggak tahu dengan siapa dan aku harus mencari kemana, aku nggak punya teman di sini. Pas aku ketemu dengan kamu dan makan di KFC, dalam hatiku aku ingin mengajakmu bercinta, karena aku tak tahu lagi dengan siapa aku akan melampiaskan nafsuku ini, tapi kata-kata itu terasa sulit keluar dari mulutku. Masih ada gejolak dalam batinku. Aku juga ragu, karena kulihat kamu orangnya sopan..” katanya lalu ia terdiam sejenak.
“Aku tahu ini akan terjadi.. Aku tak bisa menahannya lagi.. Sudahlah Ris, aku harus menjemput Si Kembar” katanya sambil berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi dengan telanjang badan, aku melihatnya dari belakang, bokongnya yang indah seakan menantangku. Horny lagi aku jadinya. Ingin rasanya aku mendekapnya dari belakang lalu membopong tubuh indahnya ke kamar mandi dan menyetubuhinya lagi, tetapi suasana tidak memungkinkan.

Aku memakai pakaianku yang berserakan di lantai lalu aku menunggu Mbak Elga sambil menonton teve. Mimpi apa aku semalam, kok dapat rejeki kayak gini, rencana cuma PDKT dulu sama Mbak Elga, malah dapet apa yang aku incar. Tak lama kemudian ia datang dan duduk di sampingku. Wajah cantiknya terlihat segar, badannya pun harum.

“Nih buat kamu” kata Mbak Elga sambil menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan.
“Buat apa Mbak? Kataku.
“Ya buat yang tadi..”
“Nggak Mbak, aku nggak perlu itu”
“Ris.. Kamu harus mau menerima uang ini. Aku mau hubungan antara kita hanya sebatas nafsu saja. Aku nggak mau ada perasaan apa pun di antara kita. Bagiku cintaku tetap untuk keluarga. Aku melakukan ini, merendahkan diriku, semua ini demi anakku. Apapun dan bagaimanapun keluarga tetap nomor satu bagiku. Aku mau kamu melakukannya lagi sampai suamiku kembali ke Semarang nanti, setelah itu hubungan kita berhenti, kamu mengerti kan?” Katanya sambil menyelipkan uang tersebut ke saku bajuku.
“Iya Mbak, aku mengerti..” kataku.

Aku lalu pulang dan Mbak Elga pergi menjemput anaknya. Sejak saat itu hingga kini ia memintaku melayaninya paling tidak seminggu sekali, tetapi paling sering seminggu dua kali sampai suaminya kembali bertugas di Semarang yaitu pada awal Januari 2005. Ia cuma meminta satu syarat, jangan membuat cupang di tubuhnya, karena suaminya pasti akan curiga.

Agar tetangga tidak curiga dengan hubungan kami, aku bersembunyi di jok belakang mobilnya. Ia menjemputku sehabis ia mengantar anaknya ke sekolah dan membawaku keluar waktu ia mau menjemput anaknya. Kami janjian lewat SMS, tempat kami bertemu juga berpindah-pindah agar aman. Demi Mbak Elga aku bela-belain liburan semester tidak pulang. Aku bilang ke orang tua bahwa aku ikut semester pendek.

Moral dari cerita ini adalah setiap kebaikan pasti akan mendapat balasan yang setimpal, bahkan mungkin berlipat-lipat, seperti yang aku alami. Cuma membantu mengambil belanjaan yang jatuh, aku mendapat kesempatan bercinta dengan bidadari secantik Mbak Elga. Di samping itu aku juga dapat tambahan uang saku.


imbangi permainanku.


ung duduk di atas sofa. Kami berdua terdiam beberapa saat lamanya.



Eno oh Eno

KisahMesum.Com: Kali ini aku ingin bercerita tentang Lisa dan Eno. Lisa itu memang lesbian, dan Eno tahu itu. Entah bodoh atau stupid, Eno mau saja ketika diseret ke permainan yang dangerous itu. Lebih lengkapnya, simak dan serapi Horny Story berikut.

*****

Eno mendekap mukanya dengan tangis yang menjadi. Eno yang berada di sampingnya terbengong mendapati tingkah tamunya itu. Dengan lembut diusapnya rambut Lisa.
“No, kamu kenapa sih? Kok nangis segala. Please dong aku kan bingung.” tanya Lisa.
“Sorry ya Lis, aku sudah bikin kamu bingung. Habisnya aku nggak tahu harus gimana lagi.” jawab Eno masih bersimbah air mata.
“Nggak pa pa, tapi kamu ceita dong biar aku bisa ngerti.”
Eno mendongak memandang Lisa yang tersenyum lembut. Mata gadis yang lebih tua tiga tahun dari Eno itu memancarkan sikap lembut yang pengertian. Tak tahan, Eno segera memeluk Lisa. Deg! Lisa terkejut. Jantungnya berdesir ketika dada mereka saling bersentuhan. Pikiran Lisa terbang ke.. “Ups, aku nggak boleh berpikiran macam-macam. Waktunya nggak tepat.” batin Lisa membuang jauh-jauh pikiran kotornya. Dibelainya pungung Eno perlahan.
“Candra! Candra Lis,”
“Candra pacarmu itu? Kenapa Candra?”
“Candra selingkuh. Hu.. hu..” tangis Eno kembali pecah.
“Yah.. sudahlah, aku ngerti perasaanmu. Cobalah tenang.” kata Lisa melepaskan pelukannya. Dia merasa bisa terhanyut jika kelamaan berpelukan selama itu.
“Lalu, apa yang bisa kubantu No?”
“Boleh aku tidur di sini semalam ini saja?”
“Loh, kenapa?”
“Aku yakin Candra akan datang ke rumah. Aku benci ketemu dia, boleh yah?”
“Tapi, orang tuamu gimana?”
“Aku bisa ngomong ke mereka. Lagian mana mereka peduli aku tidur di mana. Mereka kan sok sibuk!”
“Ya sudahlah, asal kamu tahu kalau kamarku cuman segini. Apalagi jauh dari rumah induk, kamu nggak takut kan?”
“Kok takut sih, aku malah bisa tenangkan diri di sini.”
“Ah kamu, sok cerpenis.” kata Lisa mencubit hidung bangir Eno.

Diam-diam Lisa mengagumi sosok gadis di depannya itu. Matanya bulat bening, rambutnya keriting menghiasi wajahnya yang bundar. Hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal menggemaskan. Tubuhnya tidak gemuk, tapi memiliki pipi yang tembem. Lisa mendesah kesal pada Candra yang berani-beraninya menghianati Eno yang menarik. Andaikan Lisa bisa menggantikan Candra di hati Eno, ahh..
“Lis, bisa nggak aku pinjam bajumu. Aku nggak bawa baju ganti nih.” ujar Eno mengagetkan lamunan Lisa.
“Eh, iya ada.”
Lisa segera mengambilkan sepasang babidolnya untuk Eno. Eno menerimanya lalu segera berganti baju.
“Jangan ngintip ya?” canda Eno.
Lisa tertawa lalu membalikkan tubuh. Tapi ternyata Lisa berbalik justru tepat di depan kaca, sehingga apa yang terjadi di belakang Lisa pasti dapat jelas terlihat.

Begitulah, dengan mudah dan jelas Lisa bisa melihat tubuh Eno tanpa baju. Eno tak tahu bahwa tubuh sekalnya, paha mulusnya, bokong padatnya dinikmati oleh mata Lisa. Dan dengan mudah dan tepat pula Lisa dapat memperkirakan pasti ukuran dada berlapis bra tipis Eno adalah 34. Hanya sayang Lisa tak bisa melihat Eno dalam kondisi naked.

Lisa berpura-pura merem ketika Eno mengakhiri aktivitas ganti bajunya.
“Sudah belum?” teriak Lisa
“Iya, iya, sudah. Kamu ini kayak main petak umpet saja.” jawab Eno tertawa-tawa.
“Eh iya, nanti aku tidur seranjang sama kamu ya?”
“Iya, memangnya kenapa?” jawab Lisa.
“Nggak pa pa kok.”
“Atau kamu saja yang di ranjang, biar aku tidur di lantai saja.”
“Nggak usah deh, aku yang numpang kok kamu yang susah?”
“Nggak pa pa, kebetulan aku punya kasur lipat.”
“Ayo deh, kita tidur sekasur saja.” kata Eno menarik tubuh Lisa ke ranjang.
“Iya deh, tapi aku harus ganti baju dulu.”
Lisa segera bangkit dan berganti baju di kamar itu, seperti yang dilakukan Eno. Tapi Lisa tak menyuruh Eno membalikkan badan, begitupun Eno tidak berniat memalingkan pandangan. Sehingga Eno pun tahu lekuk tubuh Lisa yang biasanya terbalut kaos.
“Aku nggak terbiasa memakai bra kalau di rumah, kecuali kalau ada tamu. Apa kamu keberatan Eno?” tanya Lisa yang memakai daster tipis warna ungu muda.
“Ini kan rumah kamu Lis, kamu berhak ngapain aja. Aku rasa aku nggak keberatan.” jawab Eno dengan senyum.

Lalu keduanya pun berbaring di ranjang. Tidak lama Eno sudah terlelap. Tapi Lisa, dia tak bisa memejamkan mata. Setiap kali matanya terpejam, wajah cantik Eno membayang di matanya. Tubuh gemulai Eno menari-nari di pikirannya. Nalurinya kembali berontak. Menginginkan secawan anggur kebahagiaan dari Eno. Perlahan Lisa terduduk. Dipandanginya wajah Eno yang terlelap.

Jantung Lisa berdegup kencang. Rasa takutnya terkalahkan oleh nafsunya yang mulai memburu. Perlahan Lisa menundukkan kepalanya. Cup, diciumnya pipi Eno sekilas. Ah, gadis itu tak terganggu sedikitpun. Sekali lagi diciumnya pipi Eno, lalu hidungnya yang bangir. Semakin berani Lisa, dikecupnya bibir Eno sekali. Hangat. Lalu dicobanya sekali lagi. Tapi belum sampai bibir Lisa menempel di bibir Eno, Eno membuka pelupuk matanya.
“Eno?” tanya Lisa gemetar.
“Kamu belum tidur?”
Langsung Lisa kembali merebahkan dirinya di samping Eno dengan takut.
“Sorry, aku.. ehm.. gimana ya? Sorry deh..”
Eno bangkit dari tidurnya sambil berkata, “Kenapa nggak kamu terusin?”
“Maksud kamu?” tanya Lisa yang segera terduduk.

Eno mendekatkan wajahnya pada Lisa. Dekat, dekat sekali. Kemudian dikecupnya bibir Lisa dan berharap akan mendapat sambutan yang hangat. Lisa yang sudah dirundung mabuk kepayang membalas kecupan Eno dengan ciuman yang panas. Lidah Lisa menyusuri bibir tebal Eno yang basah lalu bibir tipis Lisa bergerak melumat bibir Eno yang belum terbiasa dengan perlakuan itu. Mata Eno terpejam meresapi setiap lumatan Lisa yang memabukkan. Kemudian dicobanya membalas setiap lumatan itu dengan perlakuan yang sama. Eno mencoba mengimbangi gerak lidah Lisa yang menggelitik di rongga atasnya. Nafas-nafas mereka saling memburu. Desahan-desahan kecil mengalun membentuk suatu rangsangan tersendiri.

Antara sadar dan tak sadar Lisa melucuti babidol yang dipakai Eno, hingga tinggal underwearnya saja yang melekat. Enopun dengan segera menarik daster Lisa yang kemudian meninggalkan tubuh langsing yang tak ber-BH. Kemudian Lisa mendorong tubuh Eno hingga terbaring. Kepala Eno mendongak-dongak bagai kesetanan ketika lidah Lisa menyapu inchi demi inchi kulit lehernya. Gerakan Eno semakin menggila merasakan setiap gesekan jemari Lisa dengan kulit tubuhnya. Lisa bagai ingin menguliti seluruh tubuh Eno dengan sejuta rangsangan yang membuatnya melambung.
“Lis.. kamu gila.. euchh..” desah Eno menggeliat.
“Aku akan menghiburmu sayang..”
Lisa meneruskan aksinya. Namun lidahnya berhenti ketika sampai pada dua buah bukit kembar yang tersangkut di kain tipis merah jambu. Ditariknya BH merah jambu itu ke bawah hingga kedua bukit indah yang tak terlalu tinggi itu menyembul dengan malu-malu. Kedua bukit kembar itu nampak bengkak karena merangsang.
“Tetekmu ini indah sayang..” ujar Lisa sambil membelai keduanya.
“Tapi.. tak sebanding dengan milikmu..” sahut Eno ganti membelai tetek Lisa yang menggantung didadanya.

Milik Lisa memang lebih menarik. Ukuran 36B dengan kemontokan yang luar biasa. Putih kulitnya dan ditumbuhi dengan bulu-bulu kecil yang halus. apalagi dihiasi dengan puting-puting yang merah merona mendongak bagai menantang setiap mata yang memandangnya.

Tapi malam itu Lisa lebih menyayangi tetek Eno. Ukurannya memang hanya 34, tapi nampaknya jarang terjamah tangan-tangan lain. Lisa terhanyut oleh belaian tangan Eno pada kedua buah dadanya yang menggantung bebas. Kemudian disempurnakannya rasa nikmat itu dengan remasan-remasan pada kedua gunung kembar Eno. Diremasnya kedua gumpalan daging itu lalu menggoyangnya sekehendak hati.

Eno bergelinjangan hingga tanpa sadar tali pengait BHnya terlepas lalu dengan sekali tarik disingkirkannya penutup dadanya yang kemudian terlempar ke atas meja. Maka dengan bebasnya Lisa makin menggila mempermainkan kedua bukit bengkak itu.
“Ohh.. Lisa.. kamu betul-betul uuach..” jerit Eno
“Aku bisa bikin kamu lebih uaach lagi say..” jawab Lisa sambil menarik-narik CD Eno.
Eno yang sudah terbawa permainan itu turut menarik-narik CDnya hingga terjatuh di lantai, kemudian ditariknya pula CD Lisa hingga kedua-duanya bugil total.

Lisa tengkurap tepat diatas tubuh Eno. Tinggi mereka yang berbeda tipis membuat keduanya menempel bagai kembar siam. Payudara mereka saling berimpit, demikianpun kedua vagina mereka. Sedangkan bibir mereka kembali saling melumat satu sama lain. Perlahan tubuh mereka saling menggoyang seirama. Pinggul mereka bergerak naik turun hingga menimbulkan gerakan yang eksotis sekali. Gesekan demi gesekan bagai makin memacu nafas-nafas mereka. Bau keringat serta lendir kenikmatan mereka membaur manambah stamina mereka untuk terus berpacu. Desahan demi desahan bagai menjadi bunyi-bunyian yang terasa indah dan nikmat. Tiba-tiba ciuman Lisa menurun menjelajahi leher Eno dan terus menurun hingga sampai di sekitar dada. Kemudian dikulumnya payudara Eno yang sudah padat benar itu.
“Uaach..” pekik Eno kegelian. Sedotan demi sedotan bibir Lisa membuat payudara Eno serasa meledak. Rasa nikmat itu membuat Eno tak rela melepaskan Lisa. Spontan refleksnya bekerja, kakinya menyilang mengunci tubuh Lisa yang dalam posisi menungging. Tangan Eno berpegangan pada sprei kasur yang sudah awut-awutan.

“Ahh.. Liss..” teriak Eno ketika Lisa mengganyang puting payudaranya. Rasa sakit yang nikmat itu membuatnya terduduk. Lisa tak memperdulikan erangan Eno, diapun terus saja melahap daging kecil yang menempel di kedua gunung kembar Eno bergantian dengan jemarinya yang memelintir puting satunya ke kanan dan kekiri. Eno yang bagai melayang diawang-awang berpegangan pada kedua bokong Lisa yang masih menungging. Diremas-remasnya kedua bokong kenyal itu hingga membuat Lisa menggeliat-geliat.

Jemari Eno semakin lincah meremas pantat Lisa hingga kemudian jemari itu menyusuri lipatan-lipatan disekitarnya.
“Teruus Noo.. iyaa.. terus.. achh..” desah Lisa. Enopun menyusuri lipatan sempit itu hingga menemukan bagian tersensitif Lisa. Tapi Eno tak berani berbuat jauh, hinga diapun hanya mengelus-elusnya saja berulang-ulang. Sebenarnya Lisa tak puas tapi elusan Eno terhadap pusat terlarangnya membuat Lisa merasa terangsang yang menjadi-jadi. Segera digapainya sebatang dildo vibrator si balik kasurnya lalu diserahkannya pada Eno.

“Masukkan Enoo.. sayang.. ayo cepat.. aku nggak tahan say..” rengek Lisa.
Eno memasukkan kepala dildo tepat di lubang kenikmatan Lisa. Jleb. Dildo itu dapat menembus lubang kenikmatan Lisa dengan mudah.
“Ach..” rintih Lisa sesaat.
“Tekan tombol satu, Eno..” Eno menurutinya hinga dildo itu bergetar tak begitu cepat.
“Aaachh.. uuhh.. mmhh..” erang Lisa merasakan getaran dildo yang mengocok lubang kenikmatannya. Eno menambah kecepatannya pada level tiga hingga tubuh keduanya menghentak-hentak nikmat.
“Aaachh.. aku mau keluar..” jerit Lisa di pucuk-pucuk kenikmatannya.

Ketika Lisa mulai melemas, Eno segera mengambil tindakan menubruknya, lalu memburu tetek Lisa dan mengganyang keduanya bergantian. Birahi Lisa yang kembali membara segera membalas perlakuan Eno. Dibaliknya tubuh Eno hingga kembali terkapar. Tapi Lisa tak lagi memburu kedua buah dada Eno yang menggantung bersimbah keringat melainkan kewanitaan Eno yang segar bersimbah lendir kenikmatannya. segera dicengkeramnya daging gemuk di pangkal selakang Eno itu, kemudian diseruduknya dengan lidahnya yang menari-nari menjilati setiap tetes lendir kental yang berasal dari lubang kemaluan Eno.

“Uuhh.. Lis.. enak bangeet..” erang Eno mengerang keasyikan.
Setelah tandas lidah Lisa menjelajahi setiap jengkal dinding-dinging vagina mayora Eno yang merah dan kenyal. Klitoris Eno seakan menegang ketika lidah Lisa dengan lincah menjilatinya dan suurr.. kembali lubang kenikmatan Eno membanjir. Lidah Lisa kembali menyapu bersih lubang itu. “Yamm.. ehmm.. enak banget.. sruup..” disedotnya lubang itu hingga Eno memekik tertahan.
“Ach.. Lis aku nggak kuat lagi Liss..”
“Iya sebentar sayaang..”
Lisa kembali mengapai dildo kebanggaannya. Ditusukkannya dildo itu pada lubang kenikmatan Eno.
“Engghh..”Eno mengedan hingga ujung dildo itu kesulitan masuk ke dalam lubang yang masih sangat sempit itu.
“Rileks saja say.. nggak sakit kok” kata Lisa terus mendorong ujung dildo.

Perlahan-lahan ujug dildo itu membenam ke dalam lubang kenikmatan Eno. Eno meringis merasakan sakit yang luar biasa.
“Engghh.. sakit Liss..”
“Tenanglah say.. nanti juga nggak lagi”
Ujung dildo itu benar-benar membenam hingga jauh masuk ke dalam lorong yang belum terjamah itu, menembus selaput dara Eno hingga jebol.
“Aaachh..!” teriak Eno kesakitan.
Setelah mendiamkannya beberapa saat, Lisa mengoyang dildo itu masuk keluar berulang-ulang. Darah perawan Eno menodai ujung dildo hingga sejauh tiga centi. Rasa sakit yang dirasakan Eno berangsur-angsur berganti rasa nikmat yang luar biasa.

Lisa segera menekan tombol satu. Suara desingan halus dildo berbaur dengan erangan Eno merasakan getaran otomatis dari dildo yang terasa nikmat banget. Lisa menuntun tangan Eno agar meremas-remas buah dadanya, sedangkan jemari Lisa kembali meremas-remas buah dada Eno yang penuh dengan bekas cipokan Lisa.

Mereka terengah-engah ditengah malam itu. Tapi semuanya berlanjut seperti tanpa akhir. Dan setelah ma

KisahMesum.Com : Kisah ini tentang orang-orang yang satu rumah kos denganku. Namanya Saskia (23 tahun) dan Salma (23 tahun). Lebih enjoy kalau kamu simak sendiri dari awal kisah ini. “Malam itu di kamar Salma..”

*****

Ceritanya aku nemuin surat milik Saskia, teman sekamarku waktu aku lagi bersih-bersih kamar. Waktu aku baca, isi surat itu bener-bener bikin aku berkeringat dingin. Surat itu dari Salma, seorang janda muda yang tinggal di rumah induk. Dan isinya, Salma pingin ketemuan sama Saskia dan Salma pingin berhubungan badan dengan Saskia. What? Maksudnya, Saskia lesbian? Gawat! Jadi selama ini aku sekamar dengan lesbi? Tapi kenapa Salma pingin tidur dengan Saskia ya? Apa dia juga lesbi?
“Aku nggak tahan lagi, Sas. Sudah lama hatiku kering, dan aku merindukan pelukan yang hangat dan mesra. Tapi, aku nggak mau ambil resiko. Jadi aku rasa aku mau menuruti tawaranmu. Malam ini rumah induk sepi. Aku tunggu kau di kamarku jam tujuh.” Begitu penggalan surat Salma.

Jam tujuh kurang seperempat. Aku sudah siap di kamar Bella, sebelah kamarnya Salma. Beruntung, karena dua hari lalu ketika Bella hendak pulang dia menitipkan kunci kamarnya ke aku. Segera aku cari tempat yang strategis buat ngintip suasana kamar Salma. Pas! Ada lobang angin-angin yang menghubungkan kamar Bella dan kamar Salma. Dan dengan mudah dan jelas aku bisa mengintip ke kamar Salma.

Salma sedang duduk menyisir rambutnya di depan meja rias. Wajah ayunya dihiasi dengan senyum. Matanya yang sayu berkali-kali memandangi jam dinding. Benar juga, nampaknya Salma menanti seseorang. Jam tujuh kurang lima menit. Tok.. tok.. tok..
“Salma.. ini aku, Saskia.”
Salma membukakan pintu kamarnya. Nampak Saskia tersenyum manis sambil menyapa,
“Hai!”. Busyet! Kayak ngapel ke rumah pacar saja, batinku.

Saskia segera masuk dengan mengunci pintu kamar. Dipandanginya wajah Salma sesaat. Dibelainya wajah halus Salma yang tanpa cacat. Tapi nampaknya Salma sudah tak tahan lagi. Segera diburunya bibir Saskia. Kedua bibir yang sama-sama mengenakan lipstik itu saling melumat dan menghisap. Bisa kubayangkan lidah-lidah mereka yang bertarung mengganas. Tangan-tangan mereka saling meremas dan memeluk kepala pasangannya. Salma menghisap kuat-kuat bibir Saskia, dan Saskiapun membalasnya dengan menggigit bibir atas Salma.

Saskia segera melepaskan daster yang dikenakan Salma, dan kemudian kembali mereka bercumbu. Daster itu meluncur turun meninggalkan tubuh Salma yang kini tinggal berlapis BH dan CD tipis. Begitupun yang dilakukan Salma. Dilepasnya tali kimono Saskia hingga nampak tubuh Saskia yang berbalut lingerin hitam.

“Wah, bagus banget!” seru Salma ketika melihat lingerin yang dikenakan Saskia. Bagus apaan! Menurutku lingerin itu menjijikkan. Warnanya hitam lagi transparan, dan cuman menutup payudara Saskia sampai diujung saja. Hingga kedua gumpalan payudara berukuran 36 itu bagai ingin melompat keluar. Pakai lingerin atau bugil, kayaknya sama saja.

“Aku ingin hanya diriku yang kau puji sayang.. bukan lingerin ini.” kata Saskia merajuk.
“Iya deh..” kata Salma kembali memburu bibir seksi Saskia.
Bibir mereka kembali bergumul. Tangan Saskia menyusup masuk ke balik CD Salma. Perlahan-lahan diremasnya kedua pantat kenyal Salma.
“Aah..” desis Salma keenakan.
Saskia semakin ganas meraba-raba Salma hingga kemudian melepaskan pengait BH Salma. Penutup dada Salma itu mengendor lalu terjatuh. Ciuman Saskia turun ke leher dan dada Salma. Tak disia-siakannya setiap inchi dada Salma yang mungil. Dicumbuinya penuh nafsu hingga ke perut lalu berhenti sebentar di pusarnya dan kemudian naik lagi hingga kembali ke bibir Salma. Diperlakukan seperti itu Salma mendesis-desis penuh birahi,
“Sass.. ashh..ehmm..”.

Saskia mendorong Salma terlentang di atas kasur dan menindihnya. Ciuman Saskia kembali menurun hingga ke dada Salma. Diciuminya kedua bongkahan gunung kembar Salma yang sudah menegang. Putingnya berwarna kecoklatan menantang. Tanpa malu ladi dimasukkannya salah satu puting itu ke dalam mulutnya.

“Uagghh.. Sas.. ahh.. terus.. say..” gumam Salma meremas rambut Saskia yang cepak.
Saskia meremas-remas buah dada yang baru saja dikulumnya itu. Dan sekali-kali diplintirnya putingnya hingga membuat Salma bergelinjangan. Dan kemudian dihisapnya kuat-kuat. Sedang telapak tangan kirinya menekan kemaluan Salma yang masih dilapisi oleh CD.
“Saskiaa..” teriak Salma menghentak-hentak keasyikan.

“Hmm.. ehm..” gumam Saskia keenakan. Tak dipedulikannya erangan Salma. Kedua bukit kembar Salma digarapnya bergantian. Dikenyot-kenyotnya payudara Salma yang sudah bengkak benar bagai bayi yang amat kehausan. Salma yang sudah lama tak merasakan kenikmatan itu bagai menikmatinya dengan sepenuh hati.

Kupalingkan muka sejenak, karena tak tahan dengan libidoku sendiri yang mulai terbakar. Keringat dingin yang menetes di dahiku. Tapi aku segera kembali mengikuti permainan itu, nggak ingin rasanya tertinggal sedetik saja.

Saskia segera merosot satu-satunya CD yang melekat di tubuh Salma yang terlentang di ranjang hingga janda muda itu bagai bayi yang baru terlahir. Kemudian Saskia berdiri di hadapan Salma yang mengerang pasrah.
“It’s show time.” kata Saskia.

Salma terdiam memandangi Saskia yang mulai melucuti lingerinnya. Kain tipis itu meluncur turun meninggalkan tubuh Saskia yang bugil total. Nampaklah dada Saskia yang membusung bengkak menggemaskan, juga bukit kemaluannya yang licin tanpa bulu. Saskia mulai meremas-remas buah dadanya sendiri, membangkitkan gairah Salma hingga pada titik puncaknya. Diremasnya kedua payudaranya dengan gerakan memutar hingga kedua gunung kembar itu bergoyang-goyang menantang. Dan bagai iklan sabun Saskia membelai tubuhnya sendiri, dari dada.. perut.. hingga kemaluannya yang gundul. Tubuhnya meliuk-liuk lalu menungging membelakangi Salma dan memamerkan kesekalan bokongnya kemudian menyibak lorong kecil yang merah merekah. Nampak liang kawin Saskia yang berlumuran lendir putih kental. Saskia memasukkan jemari telunjuknya ke dalam liang kawin itu. “Aagh..” desah Saskia pelan. Lalu ditariknya telunjuk yang telah basah itu. Kemudian dijilatnya dengan mata sayu menatap Salma. Oh, Batara Kala.. jangankan Salma, akupun merasa terbakar gairah.

Salma segera memburu Saskia. Dalam keadaan berdiri diterkamnya kedua payudara Saskia secara bergantian sedangkan tangannya mengerayangi setiap lekuk kemaluan Saskia yang telah basah betul. “Sall.. ough..” desah Saskia sambil mendekap kepala Salma erat. Dengan buas Salma melakukan pembalasan atas semua lumatan Saskia.
“Aaagghh..” pekik Saskia ketika Salma menghisap puting payudaranya sekuat tenaga.

Saskia berkelojotan ambruk di kasur. Salma menindihnya dan terus melumat buah dada Saskia yang bagai mau meledak. Kedua kaki Saskia menyilang bagai mengunci tubuh Salma. Jemari Salma kembali beroperasi di sekitar kemaluan Saskia.
“Sal.. ayo.. masukkan Sal.. aghh..” ujar Saskia sambil mengacung-acungkan sebatang dildo kepada Salma. Salma mengerti apa yang Saskia mau. Maka Salmapun segera memasukkan dildo itu perlahan-lahan pada lubang kawin Saskia.

“Ee.. eghh.. ehh..” Saskia mengedan sebentar lalu, krak! nampaknya selaput dara Saskia semakin sobek saking kerasnya sodokan Salma.
“Aagh.. brengsek..!” pekik Saskia ketika Salma menghunjamkan dildo itu seluruhnya ke dalam lubang kawin Saskia. Agak sakit mungkin, karena sebelumnya Saskia selalu melakukannya dengan perlahan-lahan dan tidak sepenuh itu. Tapi sodokan yang keras dan cepat itu memberikan kenikmatan yang belum pernah Saskia rasakan.

“Tenanglah Sas.. nanti pasti enak..” kata Salma sembari menggoyang-goyangkan batang dildo yang tinggal dua senti itu. Dan benar saja, tubuh Saskia terguncang-guncang nikmat. Peluh membanjir di seluruh tubuhnya yang terkulai lemas. Kelincahan tangan-tangan Salma yang menggoyang tubuhnya sambil terus meremas-remas payudaranya membuat Saskia tak tahan lagi.
“Sal.. aku keluar nih.. eghh..” Saskia mengedan sebentar lalu terkapar lemas.

Salma segera menarik dildo dari lubang kawin Saskia. Dildo itu berlumuran cairan kawin Saskia yang membanjir. Salma berbaring di samping Saskia dengan wajah kecewa.
“Makasih ya, Sal. Aku puas banget.” kata Saskia
“Sas, kamu curang. Aku kan belum selesai.” ujar Salma kesal.
“Iya, tunggu sebentar say.. biar aku pulihkan tenaga.” jawab Saskia membelai wajah Salma.

Salma hanya diam, tapi roman mukanya kurang sedap. Karena merasa tak enak hati, maka Saskia kembali membelai-belai payudara Salma. Salma memandang Saskia degan mata sayu, kemudian di belainya kemaluan Saskia yang masih basah.
“Hik.. kik..” Saskia mengikik kegelian sedang Salma tersenyum-senyum menikmati rasa dingin yang menyiram tubuhnya yang ditimbulkan dari gelitikan jemari Saskia di kedua puting susunya. Saskia meraih batang dildo yang tergeletak tak jauh darinya lalu menyodorkannya ke wajah Salma.
“Ayo jilatlah sayang..” bisik Saskia.

Walaupun sedikit jijik, Salma menuruti keinginan Saskia. Dijilatinya ujung dildo yang masih basah oleh lendir kawin Saskia itu. Pikiran Salma melayang pada Bas, mantan suaminya. Maka dengan ganas dijilatinya ujung dildo itu bagaikan menjilati penis Bas yang luar biasa besarnya. Walaupun belum pernah melakukannya sebelumnya, tapi nampaknya Salma sangat menikmatinya. Apalagi jemari Saskia mengutak-atik isi kemaluannya. Menyusuri lorong sempit di antara rimbunan belantara dan menyentil-nyentil daging kecil yang tumbuh diantara goanya.

“Ough.. Saskii..” Salma menumbruk Saskia dengan liar. Namun Saskia lebih cepat membantingnya, hingga posisinya kembali berada di bawah kendali Saskia. Saskia segera mengambil posisi 69.
“Ayo Sall.. kamu makan bagianmu, dan aku makan bagianku yach..”
Terhampar di depan Saskia sebidang hutan nan lebat yang telah basah dan becek. Jemari Saskia ikut membantu menyibak belukar basah itu. Lidahnya menjulur melintasi semak belukar hingga masuk ke mulut goa. Lidah itu menyusuri goa itu hingga kemudian menjilati ujung daging kecil yang tersembul merah dan kenyal. Dihisapnya hingga daging kecil itu mengembang hingga membuat Salma yang sibuk dengan vagina Saskia mendengking tertahan,
“Achh.. ehmm.. eennaakk..”

Tak tahan dengan rangsangan Saskia yang begitu dasyat, Salma menggigit-gigit kecil vagina mayora Saskia. Saskia pun mendengking perlahan,
“Ough.. Sal.. sakit..”
Dan secara bersamaan tubuh keduanya menegang dan..
“Uachg..!” Suurr.. lendir-lendir kenikmatan mereka mengalir dengan deras. Salma merintih dalam nikmat. Lalu keduanya saling menjilat seluruh cairan kental itu hingga tandas. Rasa nikmat yang tercipta seakan ikut terasa olehku. Akupun merasa ada cairan basah yang menetes dari kemaluanku.

“Saski.. ayo masukkan penisnya.. sebelum aku keluar..” perintah Salma. Saskiapun segera meraih dildo dan membenamkannya ke dalam lubang kawin Salma. Namun lubang kawin Salma tak selebar milik Saskia, hingga Saskia harus perlahan-lahan menyodokkannya.
“Engh.. terus Sass..” pekik Salma yang terdiam menikmati sodokan Saskia.
Perlahan batang dildo itu amblas dimakan oleh lubang kawin Salma. Janda itu menangis merasakan kenikmatan yang lama tak terasakan itu. Saskia bangkit dan segera mengocok dildo yang bersarang di lubang kawin Salma. Gerakannya yang ritmis membuat Salma terantuk-antuk. Ranjang itu berdecit-decit seakan bersorak atas rasa puas yang dirasakan oleh Salma. Dan untuk kedua kalinya Salma mengalami orgasme yang nikmatnya tiada tara.

Aku berpaling dan menjauh dari lubang pengintipanku itu ketika Salma menangis bahagia. Dan Saskia memeluknya mesra seraya berkata, “Salma, mulai sekarang akulah milikmu. Kau tak sendiri lagi karena aku akan selalu sayang padamu. Maukah kau menjadi kekasihku, Salma?” Dan Salma pun menangis di pelukan Saskia.

Kubasuh peluh yang mengalir di keningku dan juga airmata yang membasah di pipiku. Akupun segera meningalkan kamar Bella. Malam itu di kamar Salma, aku mendapati pengalaman yang tak mungkin terlupakan.

KisahMesum.Com : Pukul 10.00 malam, suara musik masih terdengar mendayu-dayu. Setengah jam lalu aku baru kembali dari pertemuan panjang. Melelahkan. Untung saja besok diselingi dengan 1 hari istirahat. Kucoba kembali konsentrasi ke layar televisi, ada tayangan menarik. Tapi semakin dicoba semakin aku membayangkan suasana di bar.

Akhirnya kuputuskan untuk keluar. Kuganti baju terusan warna kulit berbahan kaos agak ngepas mengikuti lekuk tubuh. Tanpa lengan, dengan panjang 15 cm di atas lutut. Dan dengan belahan leher, belahan belakang serta lingkar lengan yang sangat rendah. Memamerkan lekuk buah dadaku dari depan dan samping yang tak dilindungi bra. Karena bahannya kaos, bayangan putingku tercetak jelas. Hmm.. Cukup menarik, kutatap bayangan di kaca besar dekat pintu. Yup.. Siap untuk menikmati malam ini. Kukalungkan tas kecil dengan tali panjang menyilang dan kukenakan sepatu terbuka dengan hak 4 cm. Dengan tinggi 170 cm dan berat 54 kg ukuran dada 34B, rambut tebal sebahu, aku merasa makin seksi.

Hotel ini memang terkenal dengan entertainmentnya, kamar-kamarnya pun diberi nama berdasarkan jenis musik yang ada. Tiba di bar, kutebarkan pandangan ke sekeliling. Tampaknya tidak ada lagi meja kosong di depan panggung. Kupilih untuk duduk di barisan meja bar, tepat di bawah panggung. Kupesan shooter kesukaan sebagai pembuka. Hentakan musik band yang ada malam itu sungguh menggugah untuk bergoyang di tempat. Bartender tersenyum melihat aku bergoyang.

“Enjoy” ujarnya seraya meletakkan minuman.
“Sendiri aja?” lanjutnya
“Iya. Kok rame sih hari ini?” tanyaku karena hari ini bukan malam Minggu
“Oh, ladies night. Selalu rame” ujarnya kemudian menghilang sibuk dengan pesanan lain.

Musik berganti, lagu Senorita dari Justin Timberlake tak bisa kulewati begitu saja. Di belakangku juga sudah mulai penuh dengan muda mudi yang asik bergoyang. Kuhabiskan shooterku dalam satu kali teguk. Kutenggelamkan diri mengikuti arus. Uhh.. Asiknya bergoyang. Tak kupikirkan lagi dengan siapa aku bergoyang, ganti berganti, kadang dengan wanita kadang dengan pria. Hingga akhirnya penyanyi band turun ke meja bar mengajak para wanita untuk bergoyang dengannya di atas meja. Tentu saja tak kulewatkan kesempatan ini. Lagu berganti lagu tapi aku terus menikmati, apalagi sang penyanyi tak mau jauh-jauh dariku. Keringat yang mengalir di badan, tak kuhiraukan. Bisa dibayangkan seperti apa pemandangan bagian depan bajuku. Tapi aku tak peduli. Semakin menarik banyak perhatian.

Akhirnya tiba para pemain band harus beristirahat, musik live pun berhenti. Sang penyanyi mengucapkan terima kasih dan mengecup pipiku halus. Kuberi senyuman kecil. Kuturuni meja, agak sukar, namun sebuah uluran tangan datang membantu.

“Hi, enjoy the night?” suara si pemilik tangan itu ketika aku sudah duduk di bangku.
“Yeah, and..” Kutengok sebentar setelah merasa pasti.
“Kamu juga?” Ia mengangguk.
“Boleh saya tawarkan minuman?”
“Sure.” Kusebut salah satu nama cocktail dan ia memesan pada bartender.
“So, sendiri aja nih. Atau suaminya lagi sibuk dengan meeting?” Aku tertawa atas pertanyaannya yang langsung dan menyelidik. Kuangkat jari jemari.
“Belum laku.”
“Sama dong” jawabnya sambil menunjukkan 10 jarinya.

Baru kuperhatikan wajahnya dengan lebih jelas. Mm.., tampan juga. Kulit sawo matang, rambut klimis tercukur rapi, dengan postur tubuh tinggi. Sangat pas. Aku tahu mungkin diapun sudah dari tadi memperhatikan gerak gerikku. Dengan duduk di bangku bar ini, ia bisa mendapatkan pemandangan lebih leluasa. Tungkai panjang yang kusilangkan, mengangkat ujung rok makin mendekat ke pangkal paha. Memamerkan pahaku yang putih mulus. Belum lagi tonjolan dada putihku yang masih dialiri keringat halus dan cetakan puting yang semakin jelas. Dengan kesibukanku melap keringat di tengkuk dan daerah sekitar dada, yang menyebabkan kedua tanganku ke atas serta memperlihatkan ketiakku, sudah semakin menambah pemandangan indah baginya.

“Kamu sendiri sama siapa?” tanyaku kemudian.
“Tuh, gerombolan di situ yang dari tadi rame” tunjuknya ke arah belakang kami. Tak kusangka teman-temannya malah berteriak heboh ketika tatapan kami berpaling ke arah mereka. Sekitar 6 orang berpasangan.
“Nggak usah dihiraukan.”

Aku tersenyum dan melambai sekenanya ke arah mereka, walaupun tidak jelas apa yang diserukan ke arah kami. Perbincangan berlanjut ke topik ringan. Mm.. Pasangan yang enak diajak berbincang. Tidak membosankan, ada saja yang bisa kami bincangkan. Aku menikmati saat-saat bersamanya. Dan kami bisa lepas tertawa tanpa rasa sungkan.

Tak terasa para pemain band kembali lagi manggung, gemuruh musik kembali membangunkan para muda mudi dari tempat duduk, termasuk kami berdua. Kuikuti irama musik di bangku sambil memegang gelas. Baru kusadar ada yang tertinggal,

“Nama kamu siapa?” tanyaku dekat sekali di telinganya.
“Sam” serunya di telinga.
“Dea” sahutku memperkenalkan diri
“Hi” balasnya disambung dengan kecupan halus di pipiku.

Aku hanya tersenyum menanggapi kecupannya dan melanjutkan bergoyang. Hentakan musik yang keras karena hanya berjarak beberapa meter dari kami, kadang menyebabkan kami harus menempelkan mulut dan bibir di telinga lawan, sekedar melanjutkan perbincangan. Hal ini semakin mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku. Sam sengaja berdiri sementara aku tetap duduk di bangku bar. Tangannya pun sudah tak sungkan lagi. Sudah berani memegang pundakku atau tanganku atau kadang ujung pahaku. Kubiarkan saja. Aku menikmatinya juga. Dan tak bisa ditutupi, pandangan tajam matanya sering menatap belahan putih di dadaku. Apalagi dengan jarak yang semakin dekat, tak mungkin lagi untuk menghindar.

“Sam. Gantian duduk, Sam.” Aku ingin berdiri. Agak pegal juga.
“Ga apa-apa, aku ingin bergoyang sambil berdiri..” akhirnya Sam duduk, melihat tatapan yakinku.

Aku lanjutkan lagi bergoyang. Mengangkat kedua tanganku, menggoyang pinggul, memainkan bibirku dan kadang menatap nakal ke arahnya. Begitu berulang-ulang. Mungkin tak tahan melihatku seperti itu, ditariknya pinggangku perlahan mendekat.

“Kamu cantik” bisiknya di telinga dari arah belakang. Kini tubuhku berada di dalam rengkuhan, di antara kakinya, hingga ia bisa memeluk erat.
“Kamu bikin aku horny” ucapnya lagi, kali ini diikuti dengan kecupan di telingaku.

Aku merinding kegelian, berusaha menjauh tapi malah didekapnya aku dari belakang semakin erat. Aku membalikkan badan. Menatap, mengerling ke arah selangkangannya dan tersenyum nakal.

“Really?” sekedar mengganggu.
“Iya.” Matanya tak lepas dari belahanku yang sudah sangat dekat di hadapan mata.
“Apalagi yang putih mulus itu”

Kutaruh kedua siku tanganku ke belakang, kusandarkan ke meja bar hingga dadaku semakin membusung. Dengan keringat halus yang masih menempel, benar-benar sudah semakin mencetak jelas putingku, bukan hanya ujungnya tapi lingkar sekitarnya juga tercetak jelas..

“Ga ada penahannya, loh” aku menurunkan tali bajuku setengah lengan sekedar membuktikan dan beraksi seakan mengintip buah dadaku sendiri.
“Ikut liat dong” geraknya mendekat. Dengan cepat kututup lagi.
“Eh, ga boleh.”
“Kok ga boleh. Boleh, ya. Aku harus ngapain, biar dibolehin?” rayunya cepat, memohon. Sambil pura-pura berpikir, kubusungkan dada. Sengaja kubiarkan agak lama.
“Ok. Sini deh.” Kudekatkan lagi bibirku ke telinganya
“kalau kamu bisa buka CD-ku, kamu boleh lihat semua” kumundurkan lagi wajah, ingin melihat reaksinya.
“Ha..!” tatapannya beralih ke bawah, ke arah selangkanganku yang tertutup baju dan kembali menatapku. Namun sesaat kemudian, senyum nakal dan kerlingan menghias wajahnya.
“OK.”

Ditariknya aku ke pelukannya. Begitu dekat, berhadapan tapi bukan untuk berciuman. Kulingkarkan tanganku di lehernya. Tangannya mulai bergerilya. Menyusuri punggungku halus merayap kemudian ke lekuk pantatku, ditepuk-tepuknya sebentar dan diremas. Bikin aku terpekik sesaat. Wajah kami tetap dekat, saling menatap dan merasakan dengusan halus napas masing-masing. Makin ke bawah, kedua tangannya mendekati ujung baju. Ditariknya ke atas perlahan. Aku sempat melihat sekeliling, ingin memastikan tidak ada yang memperhatikan.

“Takut ada yang liat?” Aku hanya tersenyum. Kubusungkan lagi dada, sekedar memacu gerak tangannya. Sembulan putih mulus kembali menarik tatapannya dari wajahku ke arah dada.
“Pingin aku gigit. Bikin merah. Bikin basah.”
“Really?” tatapanku seolah menyepelekannya

Sekali singkap, kedua tangannya sudah berada di balik bawahanku. Bahkan tidak hanya sekedar mengelus kedua paha tapi juga selangkanganku.

“Oh..”
“Basah, Dea..” ujarnya makin mendekat. Hampir seperti bisikan. Kini giliran tanganku, mengusap-usap pahanya.
“Hmm.. Pake tali.” Akhirnya tau juga dia.

Tadi sengaja kupilih CD mini dengan tali tipis di kedua sisi. Tangannya bergerak terampil. Membuka temali satu persatu dan menarik perlahan. Uphh.. Terlepas sudah dan terasa dingin. Tak ada yang menutup selangkanganku, membuat aku merasa semakin seksi. Digenggamnya CD di tangan kiri dan 2 jari tangan kanannya yang masih di bawah, mengusap halus daerah sensitifku dari arah depan.

“Ohh..” Enak sekali rasanya.
“Ini, CD kamu. Baunya enak,” ujarnya sambil mengacungkan CD warna senada dengan bajuku, yang diciumnya terlebih dahulu.

Aku bergerak agak mundur, mengambil CD dan menyimpan di dalam tas. 2 tangannya sudah keluar dari balik baju. Diciumnya jari kanan yang sudah basah cairanku dengan penuh rasa, dan dimasukkan ke dalam mulut. Dikulumnya. Gerakan bibirnya benar-benar seksi. Membangkitkan birahi. Kutarik jarinya keluar dari mulutnya, kumasukkan dalam mulutku. Kukulum, kujilat, keluar masuk mulut, sambil menatapnya tajam.

“Kamu.. Kamu bikin aku tambah horny,” ujarnya lagi sambil menarik jarinya.
“Really..?” lagi-lagi itu yang kuucapkan dengan manja sambil menatap nakal.

Ada napas birahi mulai menyusup di antara kata-kataku. Kemudian kuraba selangkangannya. Gembulan lunak. Membesar. Kuusap-usap. Ke atas ke bawah. Bikin dia tambah panas.

“Aku pingin kamu, Dea” bisiknya kemudian. Matanya penuh harap, penuh birahi. Kumainkan ujung hidungku di hidungnya sambil tertawa genit.
“Aku juga pingin kamu, Sam” kerlingku memberikan lampu ijo. Sam cepat memanggil bartender dan menyelesaikan pembayaran.

Kemudian kutarik tangannya, kutuntun ke tempat para muda bergoyang. Aku tahu, dia sudah tak tahan tapi masih ada keinginan untuk melantai, mumpung sebentar lagi band akan selesai dan bubaran. Kugoyangkan tubuhku dengan erotis. Mengangkat tanganku ke atas, mengacak rambutku, bergoyang menempelkan tubuhku di tubuhnya sambil sengaja membiarkan ia merasa kenyalnya buah dadaku.

Tangannya pun tak mau diam, ditariknya aku mendekat. Dibiarkan aku meliuk-liuk sementara lengannya erat di pinggangku, sambil menggosok-gosok kegembulan yang ada di balik celananya ke arah selangkanganku. Genggaman eratnya turun ke arah pantat. Karena tahu pantatku telanjang, tangannya mengusap-usap nakal dari luar, menggelindingkan jarinya di belahan pantatku. Tangannya berusaha menarik ujung bajuku ke atas. Mencari yang basah di dalam. Aku berusaha menjauh, sengaja, ingin menganggunya. Tapi ditariknya lagi tubuhku.

Kemudian paha kirinya mulai menggesek-gesek selangkanganku hingga mau tak mau aku mengangkat kaki kananku bertopang di pahanya. Oohh.. Sungguh tarian nakal. Aku melingkarkan lengan di lehernya dan semakin mendekatkan wajah. Pipi kami saling mengelus. Semburan panas napas kami saling bertukar. Aku tak tahan lagi.

“Ikut aku, yuk” bisikku sambil menatapnya manja, penuh hembusan napas birahi.

Kutarik lengannya lagi. Kali ini dengan tergesa. Kuajak dia melewati lorong hotel, menaiki tangga 1 lantai. Terasa sangat jauh. Langkah kami semakin cepat. Akhirnya, kamar terbuka.

“Gak usah dinyalain, Dea.”

Aku membatalkan keinginan untuk menyalakan lampu kamar. Ditariknya aku lembut ke arah tempat tidur. Karena gorden tebal tidak kututup, masih ada cahaya lampu dari taman di luar yang membantu penglihatan kami. Dibiarkan aku berdiri sementara ia duduk di samping tempat tidur. Diturunkannya perlahan tali bajuku. Hingga ia bisa mendapatkan buah dada yang dari tadi diinginkannya.

“Benar-benar indah.” Dijilatnya perlahan. Sementara kedua tangannya melanjutkan menurunkan bajuku.
“Aahh..” aku mendesah. Kuelus rambutnya halus. Jilatannya berubah menjadi cubitan nakal dengan kedua bibirnya di kedua puting. Bikin aku kelojotan.
“Samm.. Enak..”
“Kamu benar-benar cantik, Dea.” Kini aku berdiri di depannya tanpa selembar benangpun.

Kubuka kaosnya. Uuhh.. Badan yang atletis. Tulang pundak yang kokoh, diikuti dengan perut yang nyaris tanpa lemak. Kukulum putingnya. Ia berkelojotan kecil. Aku duduk di pangkuannya, seperti duduk di boncengan motor. Kulingkarkan kakiku di tubuhnya. Lidahnya dengan cepat bergerilya di leher, di pundak dan dadaku. Mengecup, menjilat, oohh.. Aku mendesah semakin menjadi. Kugosok-gosokkan selangkanganku di pangkuannya. Menghasilkan goyangan erotis tubuh telanjang.

“Sam.. Puaskan aku..” erangku kemudian.

Tanpa menurunkan aku, Sam berdiri, menggendongku dan meletakkan aku di tempat tidur. Dengan gerakan tangannya yang cepat, Sam menurunkan CD dan celana panjangnya sekaligus.

“Wow..”

Penisnya sudah berdiri tegak. Kekar. Panjang. Otomatis, tanganku mengusap, mengelus batang yang penuh janji itu. Kutarik badannya mendekat dan mulai memainkan penisnya di bibir ku. Kumainkan lidah di antara belahan kecilnya. Kutelusuri lekukan helmnya dengan ujung lidah. Kujilat memanjang, membasahi sekujur penisnya. Dan akhirnya kumasukkan perlahan ke mulut.

“Aghh.. Enak, Dea.. Teruss..”

Kujilat. Kumasukkan lagi lebih dalam, kuisap-isap lagi. Dan kemudian kumasukkan sedalam mungkin ke mulutku. Sam semakin mendesah. Diusapnya rambutku. Keluar masuk keluar masuk.. Semakin basah. Kujilat juga buah zakarnya. Kujilat halus, kukulum perlahan, sementara penisnya kukocok-kocok.

“Oughh, enak banget, Dea” Kumasukkan lagi penisnya ke dalam mulutku. Setengahnya. Kukulum, kujilat seperti es krim dan setengahnya lagi kukocok-kocok.
“Dea.. Gantiann..” Dibaringkannya aku kembali, ia naik ke atas tubuhku dan bertopang di kedua lututnya.
“Sam..” desahku saat ia mencium leherku dengan garang.
“Dea.. Aku pingin kamu..” ujarnya sambil menatapku penuh arti dan kembali melanjutkan ciuman.

Bibirku menjadi santapannya. Dikulum dengan penuh gairah. Lidahnya pun tak tinggal diam. Berkelana di setiap relung mulutku. Lidah kami saling beradu. Hingga menimbulkan suara birahi tak terkendalikan. Hembusan napas kami semakin memacu, dengusan birahi memenuhi kamar hotelku.

Puas dengan ciuman di bibir, lidahnya bergerilya, mencium leherku. Kemudian beranjak ke dada. Diisapnya buah dadaku yang kiri sementara tangannya sibuk memelintir putingku yang kanan. Diisap, dijilat, dikulum, oohh.. Membuat aku kelojotan menahan sensasi. Ketika lidahnya berpindah ke sebelah kanan, tangannya menjalar ke bagian bawah. Kubuka kedua kaki lebih lebar, mengharap ke sana lah arahnya. Perutku dirabanya, diusap halus, dan berjalan lagi ke arah bawah. Ke bulu-bulu halus di atas vagina, diacak-acaknya.

“Teruss, Sam..” Desahku. Sam mengangkat wajahnya menatap aku yang memohon.

Diciumnya aku sekali lagi dengan ciuman penuh napsu birahi, agak panjang. Kemudian Sam bergerak dengan ciuman dan jilatannya semakin ke arah selangkanganku. Ia membungkuk, membuka kedua kakiku, merabakan jarinya di unggukan yang mulai lembab.

“Aghh..” erangku ketika lidahnya menjilat vagina dan klitorisku. Enak.

Jarinya pun ikut bermain, meraba, mengusap hingga menusuk-nusuk liangku. Keluar masuk, menghantarkan aku ke sensasi yang luar biasa. Bergantian dengan lidahnya yang bergerak liar. Menjilat dari atas ke bawah. Menggigit kecil, menarik bibir vagina, dan memasukkan lidahnya ke liang basahku. Menyedot kuat-kuat..

“Gilaa.. Samm..” rambutnya kuacak-acak.

Jeritanku menambah keliarannya. Diangkatnya satu pahaku dengan sebelah tangan, supaya vaginaku lebih terbuka. Jilatan liar berpindah ke kedua sisi pahaku, kemudian kembali ke vagina dan kadang ke lubang kecil yang ada di belakang. Oohh.. Benar-benar tak terkira rasanya. Gerakan jari yang keluar masuk semakin tak tertahankan. Liangku makin basah. Sam menambahkan jumlah jari yang bermain liar di liangku menjadi 2 jari. Keluar masuk keluar masuk. Gelinjangku makin tak menentu.

“Samm.. Ahh.. Samm..” jeritku makin mengencangkan permainan jarinya.

Jilatannya berhenti, ditatapnya aku dari arah bawah sana. Sementara 2 jarinya semakin kencang keluar masuk liangku, terasa mengaduk-aduk. Tak hanya itu, Sam mulai menjilat klitorisku. Dihisap, dijilat, ditarik perlahan dan disedot keras. Berulang kali.

“Samm.. Aku ga tahan..” Tapi jari Sam malah makin kencang mengocok, diikuti dengan dengus napasnya yang memburu. Ahh..

Sam mendaki tubuhku sambil mencium, menjilat kujur tubuhku yang bergetar menikmati permainan jarinya. Jilatan liarnya telah sampai di buah dadaku. Dengus napasnya yang hangat membuat birahiku makin menjadi. Semakin cepat jari itu bergerak. Tak tahan lagi..

“Aa.. Kuu.. Ma.. Uu.. Keluarr.. Samm..” Bersamaan dengan itu, badanku bergelinjang keras, kakiku menghentak-hentak, dan cairan surga terasa mengalir.
“Ahh.. Samm..” Aku terlena sesaat, dan tersenyum padanya yang rebah di dadaku.
“Basah banget, Dea..” kurasakan jarinya masih betah di bawah sana. Bergerak-gerak hingga menimbulkan bunyi decak.
“Kamu sih..” Aku berucap manja.
“Aku bersihin ya, sayang,” dikecupnya aku lembut sebelum bergerak perlahan ke selangkanganku. Kedua kakiku dibukanya lagi. Diusap-usap dan dipelintirnya ujung klitorisku. Aku terlonjak, tak menyangka ia akan melakukan itu.
“Sam.. Nakall..!”

Wajahnya maju mendekat ke vaginaku. Dijilatnya perlahan. Katanya, untuk dibersihkan. Feels good. Dijilatnya dari ujung bawah hingga ke klitoris, begitu berulang kali. Kadang lubang kecil di belakang pun dijilatnya, dan lidahnya berusaha masuk. Uuhh.. Menggelitik birahi yang sempat terlena.

“Ahh..” Desahku tertahan.
“Enak..?” Sam mengintip dari balik selangkanganku.
“Iya..”
“Enak mana sama yang ini?” Sam berlutut dan memainkan penisnya yang masih berdiri tegak itu. Dipukul-pukulnya perlahan ke arah vaginaku.
“Auch.. Nakal, ih Sam..” ucapku manja. Napas birahiku mengikuti tiap kata yang keluar.

Sam memainkan perlahan penisnya di belahan vaginaku. Ke atas ke bawah, seperti jalannya lidah. Kadang digerakkannya seperti akan masuk ke dalam liang, membuatku menahan napas keenakan. Tapi kemudian ditariknya kembali.

“Samm..”
“Kenapa?” tanyanya halus, pura-pura tak tahu. Sam mengulang lagi perbuatannya tadi. Vaginaku basah kembali dan lapar akan batang yang bermain-main nakal di depan pintu liang.
“Ayo dong, Sam. Aku kepingin banget,” wajahku sudah dipenuhi dengan napsu birahi yang membara.
“Kamu tambah cantik kalau lagi kepingin gitu, Dea sayang.”

Aku menjulurkan lidah. Sam beranjak mendekati wajahku, menindih tubuhku. Otomatis penis besarnya terasa mengelus-elus perutku. Lidahku yang keluar disambarnya dengan kuluman yang panjang. Diikuti dengan gumam penuh birahi yang membuatku semakin lapar akan batangnya. Akhirnya dilepas ciumannya, dan Sam mengarahkan penisnya ke pintu liangku. Karena sudah sangat basah dan licin, penisnya masuk dengan mudah.

“Aghh..” berdua kami mendesah, merasakan nikmat yang sama-sama ditunggu. Penisnya bergerak masuk perlahan, menyeruak liang basah penuh lendir kenikmatan. Dibiarkannya penis kekar itu beberapa saat di dalam. Sam melanjutkan ciuman tadi. Lidah kami bergumul dipenuhi birahi.

Kemudian Sam mulai menggerakkan pantatnya, membuat gerakan memutar, dan penisnya ikut memutar, menyentuh seluruh tepi liangku. Nikmatnyaa.. Ciuman kami terlepas. Sam juga ikut mendesah seperti halnya aku. Kuimbangi gerakannya dengan ikut memutar pinggul dan pantat. Kini kami sama-sama memberikan sensasi.

“Aghh.. Samm..”
“Mhh..”

Penisnya bergerak keluar masuk. Gerakannya tidak terburu-buru, seakan ingin menikmati malam panjang ini tanpa tergesa. Kugerakkan otot vagina, ingin mengurut dan meremas penisnya. Tangannya mulai berjalan mencari gundukan yang dapat diremas, buah dadaku pun dimainkannya.. Membawaku masuk lebih jauh ke alam birahi. Enaknyaa..

Kemudian Sam menekuk kedua kakiku, ditahan dengan kedua tangannya. Dan diambilnya bantal mengganjal pantatku, hingga vagina terangkat. Kini penisnya masuk semakin dalam. Dipompanya dengan lebih cepat.

“Oghh.. Ohh..” suaraku ikut bergetar senada dengan tekanan yang kudapat
“Suka penisku, Dea?”
“Suka banget, Samm..” Sam terus mengocok. Keluar masuk keluar masuk. Kadang dikocoknya keras kadang perlahan. Oohh..
“Dea, gantian sayang. Kamu di atas.”

Kami berganti posisi. Kubiarkan ia membaringkan badan terlebih dahulu, kucium mesra bibirnya. Kemudian kuarahkan penis kekar itu ke vagina dan kumasukkan perlahan.

“Ughh..” kami mendesah bersamaan lagi saat vaginaku menuruni penis kekar berurat itu.

Aku diamkan sesaat hingga terasa begitu dalam di vaginaku. Kemudian kugoyangkan pinggul memutar. Sambil vaginaku berusaha menghisap-isap penisnya. Perlahan kuangkat badanku tanpa menghentikan gerakan memutar. Kemudian turun perlahan. Berulang kali, sambil menatap wajah Sam di antara keremangan kamar.

“Ahh.. Dea.. Feels good..”
“Uhh..”

Aku pun menikmati permainan malam ini. Kugoyangkan badanku seperti saat melantai tadi. Kuangkat lenganku ke atas, dan menaik turunkan pinggulku secara perlahan sambil mendesah keenakan. Keringat yang mengalir, membuatku makin liar.

“Deaa..”

Kutambah lagi goyangan erotisku. Memutar pinggulku lebih cepat. Dan gerakan keluar masuk kupercepat. Sam meremas-remas kedua buah dadaku yang bergerak leluasa ke kanan ke kiri.

“Aggh.. Dea.. Kamuu..” Sam mengerang keenakan. Kupijak telapak tanganku di dada bidangnya. Liangku makin basah. Aku merasa hampir ke puncak birahi ku lagi.
“Sam, aku hampirr..”
“Tahan, sayang. Sama-sama. Sebentar lagi..”

Sam duduk dari baringnya, tanpa melepaskan penis yang ada di dalam vagina, digendongnya aku dan didudukkannya di meja. Diajaknya aku ber-doggy style. Aku turun dari meja dan menopangkan tanganku di tepi meja. Di dinding di atas meja ini ada sebuah cermin besar berbentuk persegi. Di keremangan, bisa kulihat pantulan bayangan kami di cermin. Oh.. Seksi.. Tubuh telanjang kami terlihat seksi bersimbah keringat. Dan tatapan kami penuh birahi.

Sam mulai menggerakkan penisnya, keluar masuk dengan cepat. Bunyi gemericak antara penis yang keluar masuk dan vagina yang basah dengan lendir semakin nyaring terdengar. Dengusan napas dan lenguhan kami juga makin memacu birahi. Bergantian dengan desah dan erangan, menambah ruang kamar hotelku penuh dengan hawa birahi. Sesekali kucuri pandang bayangan kami di cermin. Ahh.. Sangat menarik.

Sam semakin mempercepat kocokannya. Aku pun semakin mendorong pantatku ke arah belakang. Tak ingin kehilangan setiap momen keluar masuknya penis kekar itu.

“Aggh.. Dea.. Hampir Deeaa..”

Sam makin menggenjot keras penisnya. Memompa, menyodok hingga badanku tersentak-sentak ke depan. Tangannya juga semakin liar meraba semua lekuk tubuhku. Pantatku diremasnya tak karuan. Kadang buah dadaku pun diremas seperti orang kegemasan. Putingku pun tak lepas dari plintirannya. Pertahananku mulai lemah, lahar birahi serasa ingin meluap di titik puncak. Jari jari tangan kiriku bermain liar di ujung klitoris. Ohh..

“Samm.. Ga tahann..” Penis Sam kurasakan makin menegang, membesar, mengeras.. Lenguhannya pun sudah berubah menjadi erangan tak jelass.. Nafas kami terdengar tak beraturan.
“Keluarr.. Deaa..”
“Aghh..”

Aku pun sudah tak bisa menahan bendungan lahar birahiku. Oougghh.. Kudorong pantatku ke belakang bersamaan dengan hentakan dan semburan cairan nikmat Sam berulang kali, memenuhi liang vaginaku yang juga penuh dengan lendir nikmat. Lututku terasa lemas sekali. Sam dengan cepat membawa aku kembali ke tempat tidur. Kami menjatuhkan diri dan berbaring telentang. Ohh.. Nikmatnya. Napas kami masih terdengar berat. Wajah dan tubuh kami bersimbah keringat. Benar-benar nikmat. Sam membelai halus pipiku dan menciumku lembut mesra.

“It was so great, Dea. Thanks”
“You’re welcome, Sam.”

Kami berciuman kembali. Sambil berpelukan. Tanpa selembar benang pun di tubuh kami.

lam itu, Lisa menggantikan Candra di hati Eno.